Api Menari
ia kembali bertaucang panjang
bukan kecintaanku api menari
ia kemari hatinya batukarang
betapa tanganku kan memeluknya
sekadar senyuman kudapat juga di jalanan
sekadar keremajaan sekadar ciuman
betapa bibirku kan mengecupnya
ia telah bertengger di dadaku tapi tak hadir
api hidup menari padam di matanya
betapa kan terbuka dadaku menerimanya
berhadapan dada dan muka
bicara sendiri-sendiri karena ianya tak tiba
kunang-kunang di mataku ia menggigit bibirku luka
betapa kan terbuka dadaku memeluknya
8/9 Februari 1955
Sumber: Majalah Seni (September, 1955)
Analisis Puisi:
Ajip Rosidi adalah salah satu penyair besar Indonesia yang kerap menghadirkan karya penuh perasaan, refleksi, dan kedalaman makna. Dalam puisinya berjudul "Api Menari", Ajip menghadirkan gambaran tentang cinta, hasrat, dan perjumpaan batin yang tidak sepenuhnya dapat diwujudkan dalam kenyataan. Puisi ini kaya dengan simbol, imaji, dan ungkapan emosional yang mencerminkan pergulatan perasaan manusia dalam berhadapan dengan cinta.
Tema
Tema utama puisi ini adalah cinta dan kerinduan yang penuh ketegangan emosional. Ada gambaran tentang api asmara, kedekatan fisik, namun sekaligus juga ketidakutuhan karena kehadiran yang diharapkan tidak benar-benar tiba.
Puisi ini bercerita tentang seorang aku liris yang merasakan getar cinta, keinginan untuk memeluk, mengecup, dan menyatu dengan sosok yang dicintainya. Namun, semua itu tidak hadir dengan sempurna. Yang hadir hanyalah senyuman, keremajaan, bahkan pertemuan yang masih terasa hampa. Sosok yang diidamkan seolah dekat secara fisik, tetapi jauh secara batin, sehingga menghadirkan rasa sakit, kerinduan, dan luka.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa cinta tidak selalu bisa diwujudkan secara utuh, bahkan seringkali menyisakan jarak, luka, dan kerinduan yang tak terjawab. Api yang menari bisa ditafsirkan sebagai simbol gairah atau cinta yang hidup, tetapi mudah padam bila tidak disertai kehadiran batin yang sesungguhnya. Ada pesan bahwa cinta tidak sekadar soal kedekatan fisik, melainkan juga tentang keterhubungan jiwa.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini terasa penuh gairah, rindu, dan sekaligus getir. Ada kehangatan yang ditawarkan oleh cinta, namun juga kekecewaan dan kesepian karena cinta itu tidak pernah benar-benar hadir secara penuh.
Amanat / pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa cinta sejati bukan sekadar hasrat sesaat atau kedekatan fisik, melainkan kehadiran jiwa yang tulus. Penyair mengingatkan bahwa meskipun cinta menghadirkan keindahan, ia juga bisa menjadi sumber luka jika hanya berhenti pada permukaan tanpa ketulusan batin.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji, antara lain:
- Imaji visual → “api hidup menari padam di matanya” menghadirkan gambaran api sebagai simbol gairah cinta yang tampak hidup lalu meredup.
- Imaji perabaan → “betapa tanganku kan memeluknya” dan “bibirku kan mengecupnya” menghadirkan pengalaman fisik cinta.
- Imaji penglihatan dan rasa → “kunang-kunang di mataku ia menggigit bibirku luka” menggambarkan pertemuan yang indah sekaligus menyakitkan.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
- Metafora → “api menari” sebagai lambang cinta, gairah, dan hasrat yang hidup.
- Personifikasi → api digambarkan seolah menari, memiliki daya hidup.
- Repetisi → pengulangan kata “betapa” mempertegas kerinduan yang mendesak dan berulang.
- Hiperbola → “kunang-kunang di mataku ia menggigit bibirku luka” untuk menegaskan rasa sakit yang mendalam akibat cinta yang tak utuh.
Puisi "Api Menari" karya Ajip Rosidi adalah gambaran cinta yang intens, tetapi juga penuh paradoks. Ada gairah dan keinginan untuk menyatu, namun ada juga jarak batin yang menciptakan luka. Dengan tema cinta, cerita tentang kerinduan, makna tersirat berupa ketidaksempurnaan cinta, serta imaji dan majas yang kuat, puisi ini menyentuh pembaca pada lapisan emosional terdalam. Ajip Rosidi melalui puisinya seolah ingin menyampaikan bahwa cinta adalah api: ia bisa menari indah, tetapi juga bisa padam meninggalkan luka.