Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Berapa, Husni? (Karya Husni Djamaluddin)

Puisi “Berapa, Husni?” karya Husni Djamaluddin bercerita tentang pencarian manusia yang mencoba menguruk atau menutupi lautan kesepian dengan ...

Berapa, Husni?


berapa gunung Himalaya kau perlu
menguruk Lautan Teduh kesepianmu
berapa rimba Amazon kau perlu
menguruk Lautan Teduh kesepianmu
berapa sahara Afrika kau perlu
menguruk Lautan Teduh kesepianmu

berapa klab-malam berapa meja judi
berapa botol bir berapa batang rokok
berapa suntik narkotik kau perlu
menguruk Lautan Teduh kesepianmu

berapa kekasih berapa isteri
berapa Ibu berapa Guru
berapa Nabi berapa Tuhan kau perlu
menguruk Lautan Teduh kesepianmu

berapa Lautan Teduh kau perlu
menangisi kesepianmu, Husni?

cengeng benar
padahal kesepian saudara kembar
bayang-bayangmu

Jakarta, 15 Juli 1986

Sumber: Horison (November, 1986)

Analisis Puisi:

Puisi “Berapa, Husni?” karya Husni Djamaluddin merupakan sebuah refleksi mendalam mengenai hakikat kesepian manusia. Dengan gaya retoris yang sarat pertanyaan, penyair mencoba mengulik sisi batin yang sering tak terucapkan. Melalui pilihan diksi yang unik dan repetitif, puisi ini mampu menggugah pembaca untuk ikut merenungkan: sampai sejauh mana manusia bisa melarikan diri dari kesepian yang justru merupakan bagian dari dirinya sendiri.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kesepian manusia dan usaha sia-sia untuk menutupinya dengan hal-hal duniawi maupun spiritual. Penyair menegaskan bahwa kesepian bukanlah sesuatu yang bisa dihapus atau ditutupi, melainkan bagian dari eksistensi manusia itu sendiri.

Puisi ini bercerita tentang pencarian manusia yang mencoba menguruk atau menutupi lautan kesepian dengan berbagai cara: melalui alam, hiburan dunia, hubungan dengan orang lain, bahkan hingga mendekati aspek spiritual. Namun, semua usaha itu dipertanyakan kembali oleh penyair—seolah berkata bahwa kesepian adalah saudara kembar dari diri manusia, sesuatu yang tak bisa dipisahkan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap kecenderungan manusia modern yang melarikan diri dari kesepian dengan cara-cara eksternal: hiburan malam, rokok, alkohol, narkoba, hingga kehausan akan relasi yang tak ada ujungnya. Penyair ingin menegaskan bahwa tak ada satu pun “jumlah” atau “berapa” yang bisa benar-benar menghapus kesepian, karena kesepian adalah bagian inheren dari keberadaan manusia.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa melankolis, reflektif, sekaligus satiris. Ada nada pertanyaan yang berulang, menciptakan atmosfer penuh perenungan. Namun di balik itu, ada juga kesan kritik yang tajam, bahkan sindiran, ketika penyair menyebut kesepian sebagai “saudara kembar bayang-bayangmu”.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang hendak disampaikan adalah bahwa kesepian adalah bagian alami dari hidup manusia dan bukan sesuatu yang bisa dihapuskan dengan pelarian-pelarian dangkal. Justru dengan menerima kesepian, manusia bisa lebih jujur pada dirinya sendiri. Melarikan diri dengan berbagai cara hanya akan memperdalam jurang batin.

Imaji

Imaji dalam puisi ini sangat kuat, terutama lewat penggunaan alam dan benda-benda besar sebagai metafora:
  • “gunung Himalaya”, “rimba Amazon”, “sahara Afrika”, “Lautan Teduh” menggambarkan imaji geografis yang megah dan luas, seolah menunjukkan betapa besarnya kesepian yang hendak ditutupi.
  • Imaji keseharian seperti “klab-malam, meja judi, botol bir, batang rokok, suntik narkotik” menghadirkan kontras tajam antara keagungan alam dengan kehidupan dunia malam yang rapuh dan fana.

Majas

Beberapa majas yang tampak dominan dalam puisi ini antara lain:
  • Repetisi – kata “berapa” yang diulang-ulang menciptakan penekanan sekaligus irama yang khas.
  • Metafora – “Lautan Teduh kesepianmu” adalah metafora untuk menggambarkan kedalaman dan keluasan rasa sepi.
  • Personifikasi – kesepian digambarkan sebagai “saudara kembar bayang-bayangmu”, seakan kesepian adalah makhluk hidup yang selalu menyertai.
  • Hiperbola – penggunaan gunung, rimba, sahara, hingga lautan untuk menutupi kesepian adalah bentuk pembesaran yang menekankan betapa mustahilnya usaha tersebut.
Puisi “Berapa, Husni?” karya Husni Djamaluddin adalah renungan eksistensial yang dikemas dengan gaya bahasa repetitif dan penuh metafora. Ia mengajak pembaca untuk berhenti melarikan diri dari kesepian, dan sebaliknya, mengakui kesepian sebagai bagian tak terelakkan dari kehidupan. Dengan demikian, puisi ini tidak hanya berfungsi sebagai karya seni, tetapi juga sebagai pengingat akan hakikat kemanusiaan yang senantiasa berdampingan dengan sunyi.

Husni Djamaluddin
Puisi: Berapa, Husni?
Karya: Husni Djamaluddin

Biodata Husni Djamaluddin:
  • Husni Djamaluddin lahir pada tanggal 10 November 1934 di Tinambung, Mandar, Sulawesi Selatan.
  • Husni Djamaluddin meninggal dunia pada tanggal 24 Oktober 2004.
© Sepenuhnya. All rights reserved.