Sumber: Dendang Kabut Senja (1996)
Analisis Puisi:
Puisi “Delitua” karya Mansur Samin merupakan salah satu puisi panjang yang mengangkat kisah legenda Putri Hijau, Mambang Yazid, serta konflik antara Aceh Utara dan kerajaan Delitua. Dengan gaya epik yang kaya akan imaji dan majas, puisi ini tidak hanya menjadi karya sastra, tetapi juga berfungsi sebagai pengingat sejarah, mitos, dan nilai moral yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tema
Tema utama puisi ini adalah perjuangan, cinta, dan kehancuran akibat nafsu manusia. Mansur Samin membingkai kisah Putri Hijau dan Delitua bukan sekadar legenda romantis, melainkan simbol benturan antara kekuasaan, harga diri, dan kelemahan manusia dalam mengendalikan nafsunya.
Puisi ini bercerita tentang invasi Kerajaan Aceh Utara ke Delitua yang dipicu oleh kegagalan lamaran terhadap Putri Hijau. Rasa cinta berubah menjadi nafsu, dan penolakan dianggap penghinaan. Maka terjadilah peperangan sengit, tipu daya, hingga kehancuran Delitua. Puncaknya adalah transformasi Mambang Yazid menjadi naga sakti yang mengutuk daratan Sumatra, sekaligus menyelamatkan adiknya, Putri Hijau, ke alam gaib di dasar laut.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini adalah kritik terhadap manusia yang dikuasai nafsu—baik nafsu cinta, birahi, maupun kekuasaan. Aceh Utara digambarkan jatuh dalam kesombongan, sementara Delitua tergoda oleh tipuan dunia (ringgit sebagai peluru). Semua itu menegaskan bahwa ketika manusia gagal mengekang nafsu, kehancuran akan menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi terasa heroik, magis, sekaligus tragis. Ada ketegangan perang, keindahan istana Putri Hijau, keanggunan cinta, hingga kepedihan akibat kehancuran. Semua itu berpadu dalam atmosfer epik yang membuat pembaca larut seolah menyaksikan langsung peristiwa besar di masa lalu.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang dapat dipetik adalah bahwa keangkuhan, kerakusan, dan nafsu yang tak terkendali akan membawa kehancuran. Puisi ini juga menekankan pentingnya keluhuran jiwa, keteguhan hati, dan pengendalian diri. Sebagaimana disebutkan di akhir, dunia tidak akan berubah jika manusia tetap diperbudak oleh nafsu.
Imaji
Puisi “Delitua” kaya dengan imaji visual dan auditif:
- Imaji visual: “istana indah, taman kemilau, tubuh Putri Hijau memancarkan sinar hijau, beduk dan canang menyiga sawang, badai mengamuk, keranda kaca diangkut ke kapal” — semua membangkitkan gambaran kuat dalam benak pembaca.
- Imaji auditif: “serunai tongkang berdengung, beduk dan canang, raungan meriam, jeritan Mambang Khayali, sorai kemenangan” — menambah efek dramatis dan heroik.
- Imaji kinestetik: “lasykar berduyun ke pantai, melompat pribumi dari tiap rumah, ombak mengaduk daratan, naga sakti melilit kapal” — menghadirkan gerakan yang nyata dan hidup.
Majas
Banyak majas yang dipakai Mansur Samin, antara lain:
- Metafora – “Lautan Teduh kesepianmu” sebagai lambang perasaan mendalam; di puisi ini terlihat dalam “hijau memancar sinar jelita” sebagai lambang pesona Putri Hijau.
- Personifikasi – “lela meraung sejadinya, membabat siapa saja” memberi nyawa pada senjata.
- Hiperbola – gambaran naga raksasa yang muncul dari lautan, badai yang mengguncang darat dan laut.
- Simbolik – Putri Hijau melambangkan kesucian dan kehormatan, naga melambangkan kekuatan magis sekaligus murka yang lahir dari amarah dan cinta.
Puisi “Delitua” karya Mansur Samin adalah karya monumental yang memadukan unsur sejarah, legenda, dan refleksi moral. Dengan tema yang kuat tentang perjuangan, cinta, dan kehancuran akibat nafsu, puisi ini menyampaikan amanat yang relevan hingga kini: manusia harus mampu mengendalikan nafsunya jika ingin menghindari kehancuran. Imaji yang megah serta majas yang kaya menjadikan puisi ini bukan hanya kisah epik tentang Putri Hijau, tetapi juga cermin bagi kehidupan manusia modern yang masih terus berhadapan dengan godaan dunia.
Puisi: Delitua
Karya: Mansur Samin
Biodata Mansur Samin:
- Mansur Samin mempunyai nama lengkap Haji Mansur Samin Siregar;
- Mansur Samin lahir di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara pada tanggal 29 April 1930;
- Mansur Samin meninggal dunia di Jakarta, 31 Mei 2003;
- Mansur Samin adalah anak keenam dari dua belas bersaudara dari pasangan Haji Muhammad Samin Siregar dan Hajjah Nurhayati Nasution;
- Mansur Samin adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.