Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Ciborelang (Karya Ajip Rosidi)

Puisi "Di Ciborelang" karya Ajip Rosidi bercerita tentang pengalaman seorang individu yang kembali atau berada di Ciborelang, menyaksikan dinamika ...

Di Ciborelang


nenek ketawa bertanya kutunggu selama puasa!
keharuan bunda senyum tak sengaja
ayah diam saja
panas hari membakar rasa dan
keluar keringat berlebihan berlebihan

adik kecil mari sini kita bikin jembatan
abang kelelahan dari jakarta jakarta
kemana saja selama ini adikku kecil
sekolah kelas berapa

telah tiba telah tiba sudah
kita bermain lagi kau menangis lagi
kucingku piaraan sebelum lahir
menjilat rindu naik apa pulang

(kekasih kutinggal dalam berduka celaka
kapan sembuh kapan tertawa)

balaidesa berjajaran mesjid
dibangunkan bel dan spur lewat pagi
dan keranda orang mati orang mati
di sini bercerita sipetualang bercerita
hari yang siang terlampau lekas terlalu
daun yang kuning terlampau lekas terlalu
dari kita yang menari dari kita yang menjadi

Jatiwangi, 11 Mei 1954

Sumber: Majalah Seni (April, 1955)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Ciborelang" karya Ajip Rosidi menampilkan gaya khas penyair yang peka terhadap realitas kehidupan sehari-hari, kenangan, dan interaksi sosial. Dengan bahasa yang sederhana namun padat makna, puisi ini menyingkap kedekatan emosional antara manusia dengan keluarga, lingkungan, dan memori masa lalu.

Tema

Tema utama dalam ini adalah keluarga, memori, dan kehidupan desa. Puisi ini menyoroti interaksi antargenerasi—nenek, bunda, ayah, adik, dan abang—serta pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kesedihan, kebahagiaan, dan rutinitas. Selain itu, puisi ini juga menyinggung tema ketidakterhindaran waktu dan kefanaan, terlihat dari peralihan hidup, dari tawa anak-anak hingga kematian yang hadir di lingkungan desa.

Secara naratif, puisi ini bercerita tentang pengalaman seorang individu yang kembali atau berada di Ciborelang, menyaksikan dinamika keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Nenek tertawa, bunda tersenyum, ayah diam, adik bermain, dan abang kembali dari kota—semua adegan menggambarkan kehidupan desa yang hidup dan penuh interaksi manusia. Kehadiran kucing piaraan, balai desa, mesjid, dan keranda orang mati menambah lapisan narasi yang menyentuh antara kehidupan dan kematian.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini berkaitan dengan kenangan, kerinduan, dan keterikatan emosional. Misalnya, keberadaan kucing yang “menjilat rindu” menyiratkan hubungan manusia dengan hal-hal yang telah hilang atau tertinggal. Puisi ini juga menyiratkan kesadaran tentang kefanaan dan perubahan waktu, melalui adegan daun kuning yang “terlampau lekas” dan orang mati yang hadir sebagai bagian dari kehidupan desa. Selain itu, ada makna tentang hubungan manusia dengan lingkungan sosial dan spiritual, seperti melalui balai desa, mesjid, dan ritual kematian.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini dapat digambarkan sebagai hangat namun melankolis. Ada keseharian yang penuh interaksi dan tawa, namun juga kesedihan, kehilangan, dan refleksi atas kefanaan. Kontras antara tawa nenek, senyum bunda, dan keranda orang mati menciptakan atmosfer campuran antara kegembiraan, nostalgia, dan kesedihan, yang menekankan kompleksitas kehidupan manusia.

Imaji

Ajip Rosidi menggunakan imaji visual dan sensorik yang kuat untuk menghadirkan kehidupan desa secara nyata:
  • “Panas hari membakar rasa dan keluar keringat berlebihan” → imaji panas dan fisik yang terasa nyata.
  • “Adik kecil mari sini kita bikin jembatan” → imaji permainan anak-anak yang hidup dan spontan.
  • “Daun yang kuning terlampau lekas terlalu” → imaji alam sebagai simbol perubahan dan kefanaan.
  • “Keranda orang mati orang mati” → imaji kematian yang menghadirkan refleksi mendalam tentang kehidupan.

Majas

Beberapa majas yang dapat dikenali dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: Kucing dijadikan simbol perasaan, “menjilat rindu.”
  • Repetisi: Pengulangan kata seperti “orang mati orang mati” dan “terlampau lekas terlalu” untuk menekankan kefanaan dan perubahan waktu.
  • Metafora: Kehidupan sehari-hari di desa menjadi metafora untuk perjalanan hidup manusia, penuh tawa, tangis, dan kesadaran akan kefanaan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah pentingnya menghargai momen kehidupan sehari-hari, hubungan keluarga, dan lingkungan sekitar, serta menyadari kefanaan dan perubahan waktu. Puisi ini juga mengajak pembaca untuk mengapresiasi interaksi manusia dengan alam, masyarakat, dan memori, serta menyadari kehadiran kematian sebagai bagian alami dari kehidupan.

Puisi "Di Ciborelang" karya Ajip Rosidi adalah karya yang memadukan kesederhanaan bahasa dengan kedalaman makna emosional dan filosofis. Melalui tema keluarga, kenangan, dan kehidupan desa, puisi ini menghadirkan imaji yang kuat dan suasana yang hangat namun melankolis. Majas yang digunakan memperkuat ekspresi reflektif tentang kehidupan, kefanaan, dan hubungan manusia dengan lingkungan sosial serta alam. Dengan demikian, puisi ini menjadi salah satu contoh puitis yang sarat dengan refleksi humanis, sekaligus menunjukkan kepiawaian Ajip Rosidi dalam mengekspresikan kehidupan sehari-hari melalui puisi.

Puisi Ajip Rosidi
Puisi: Di Ciborelang
Karya: Ajip Rosidi

Biodata Ajip Rosidi:
  • Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
  • Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
  • Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.