Gubuk Bobrok
Gubuk pincang-condong
dinding-dinding bolong-bolong
sepoi menganga melenggang kosong
tempat rakyat hidup melarat
tidak punya apa-apa
Sepoi menganga. Sepi gubuk. Sepi Segala.
Hidup tampak merangkak dilarut-larut hari tua
lelah lesu beringsut di pekat kabut malam buta
dada cahaya. Langit redup. Bumi tua.
Sekeliling kering dalam dahaga
Jalan lengang terentang, bersimpang dua
antara hidup dan maut, di pinggirnya parit bahaya
Dunia menuli buta, tak ada yang menyahut
Keluh kesah parau pecah
dan tangan sudah lelah menadah
tiap patah doa hawa yang hampa
Hilang habis segala daya
Pada punggung cekung terasa
Kecapaian hidup mendukung derita
1949
Analisis Puisi:
Puisi "Gubuk Bobrok" karya Hartojo Andangdjaja merupakan salah satu karya yang menyoroti realitas sosial masyarakat kecil yang hidup dalam kemiskinan. Melalui diksi sederhana namun kuat, penyair menghadirkan potret rakyat jelata yang hidup serba kekurangan di tengah dunia yang abai pada penderitaan mereka.
Tema
Puisi ini mengusung tema kemiskinan dan penderitaan rakyat kecil. Dengan menggambarkan sebuah gubuk reyot sebagai simbol kehidupan yang rapuh, penyair memperlihatkan bagaimana rakyat hidup dalam ketidakberdayaan, seakan terjebak antara hidup dan mati.
Puisi ini bercerita tentang kehidupan rakyat miskin yang tinggal di gubuk bobrok, penuh keterbatasan, dan harus menghadapi kerasnya hidup tanpa daya. Gubuk yang pincang, dinding bolong-bolong, serta suasana sepi menggambarkan betapa nelangsa kehidupan mereka. Dalam kesendirian, penderitaan ini terasa semakin berat karena dunia tampak menutup mata terhadap jeritan mereka.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik sosial terhadap ketidakadilan dan ketimpangan hidup. Penyair ingin menunjukkan bahwa masih banyak rakyat yang hidup di pinggiran, terabaikan, dan berjuang dalam keputusasaan. Gubuk bobrok bukan sekadar tempat tinggal fisik, melainkan metafora dari rapuhnya harapan hidup, tergerus oleh waktu dan kondisi sosial yang keras.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa muram, getir, dan penuh keputusasaan. Ada nuansa sunyi, hampa, dan nelangsa yang menyelimuti kehidupan rakyat miskin. Sepi gubuk yang digambarkan menjadi simbol kesunyian nasib mereka yang tak tersuarakan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah seruan kepedulian terhadap kaum kecil yang hidup dalam penderitaan. Penyair seolah mengingatkan bahwa penderitaan mereka bukan sekadar persoalan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial bersama. Selain itu, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya keadilan sosial agar tidak ada lagi rakyat yang hidup sengsara di “gubuk bobrok” kehidupan.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan suasana:
- “Gubuk pincang-condong, dinding-dinding bolong-bolong” → menghadirkan gambaran nyata rumah reyot rakyat miskin.
- “Jalan lengang terentang, bersimpang dua antara hidup dan maut” → melukiskan kondisi hidup yang rapuh, seolah di ujung jurang.
- “Sekeliling kering dalam dahaga” → menciptakan imaji kekeringan, penderitaan yang tiada habis.
Majas
Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: “Gubuk bobrok” sebagai simbol kehidupan rakyat miskin yang penuh penderitaan.
- Personifikasi: “Dunia menuli buta” → dunia digambarkan seolah memiliki sifat manusia, namun memilih abai terhadap penderitaan.
- Hiperbola: “Hilang habis segala daya” → melebih-lebihkan kondisi putus asa total.
- Repetisi: Pengulangan kata “sepoi menganga” dan “sepi” menegaskan suasana muram yang melingkupi kehidupan rakyat kecil.
Puisi "Gubuk Bobrok" karya Hartojo Andangdjaja adalah potret getir kehidupan rakyat miskin yang hidup dalam keterasingan dan penderitaan. Dengan menggunakan simbol gubuk bobrok, penyair menyampaikan kritik sosial sekaligus seruan moral agar masyarakat dan penguasa lebih peduli pada nasib kaum kecil. Imaji yang kuat serta majas yang digunakan menjadikan puisi ini bukan hanya ungkapan estetis, tetapi juga cermin sosial yang menyentuh hati pembacanya.
Biodata Hartojo Andangdjaja:
- Hartojo Andangdjaja (Ejaan yang Disempurnakan: Hartoyo Andangjaya) lahir pada tanggal 4 Juli 1930 di Solo, Jawa Tengah.
- Hartojo Andangdjaja meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 1990 (pada umur 60 tahun) di Solo, Jawa Tengah.
- Hartojo Andangdjaja adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.