Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Inilah Aceh (Karya Syarifuddin Aliza)

Puisi "Inilah Aceh" karya Syarifuddin Aliza bercerita tentang Aceh sebagai tanah penuh paradoks: di satu sisi, ia adalah negeri bunga jeumpa yang ...
Inilah Aceh

Inilah Aceh
negeri primer konstante
yang sarat dengan janji dan ketidakpuasan
memunculkan ungkapan “alah mak e”

Inilah Aceh
negeri prahara turun-temurun
yang sarat dengan prinsip dan nuansa carut-marut
antara harga diri dan harga mati
berkejaran hingga penghujung zaman

Inilah Aceh
negeri bungong jeumpa dengan sejarah Iskandar Muda
yang luruh dalam genggaman setiawangsa

Inilah Aceh
negeri wiracarita
suaka wirabangsa
yang terlindas dengan takdir sendiri?

Lambalek, November 2011

Analisis Puisi:

Puisi "Inilah Aceh" karya Syarifuddin Aliza merupakan salah satu karya yang memotret wajah Aceh secara kritis, reflektif, sekaligus penuh ironi. Penyair berusaha menyingkap realitas sosial, sejarah, dan nasib daerah yang sarat makna, tetapi juga dibebani konflik serta paradoks kehidupan. Melalui larik-larik yang padat, Aliza menghadirkan citra Aceh yang kompleks: penuh kebanggaan, tetapi juga sarat luka dan pertanyaan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah identitas Aceh yang dipotret melalui sejarah, budaya, dan penderitaan kolektif. Aceh tidak hanya dipandang sebagai tanah yang kaya nilai dan tradisi, tetapi juga negeri yang terus-menerus dihadapkan pada konflik, ketidakpuasan, dan takdir pahit.

Puisi ini bercerita tentang Aceh sebagai tanah penuh paradoks: di satu sisi, ia adalah negeri bunga jeumpa yang harum, negeri sejarah besar dengan figur Iskandar Muda; tetapi di sisi lain, ia adalah negeri konflik turun-temurun yang penuh ketegangan antara "harga diri" dan "harga mati". Penyair seolah mengajak pembaca untuk merenungkan: inikah wajah Aceh yang sebenarnya? Negeri penuh janji, tetapi juga sarat luka.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap sejarah panjang penderitaan dan konflik di Aceh. Penyair menggambarkan bagaimana Aceh sebagai negeri yang kaya nilai, budaya, dan kebanggaan, namun justru sering terlindas oleh takdir dan konflik yang tak berkesudahan. Ada rasa getir sekaligus keprihatinan yang ingin disampaikan: bahwa keagungan sejarah tidak menjamin kemuliaan masa kini jika masyarakat terjebak dalam lingkaran prahara.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini dominan pilu, getir, dan reflektif. Terdapat nada kritis yang kuat, sekaligus nuansa duka atas keadaan Aceh yang seakan tidak mampu keluar dari sejarah konflik dan paradoksnya sendiri.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang hendak disampaikan penyair adalah pentingnya mengenali dan memahami identitas Aceh secara jujur, termasuk segala paradoksnya. Sejarah dan kebanggaan tidak boleh membuat masyarakat terlena, sebab masa depan hanya bisa dibangun dengan kesadaran, persatuan, dan keberanian menghadapi kenyataan. Penyair seolah mengingatkan: Aceh tidak boleh terus-menerus “terlindas takdir sendiri”.

Imaji

Imaji yang hadir dalam puisi ini cukup kuat, misalnya:
  • “negeri bungong jeumpa dengan sejarah Iskandar Muda” → menghadirkan imaji keindahan budaya sekaligus kebesaran sejarah.
  • “negeri prahara turun-temurun” → membentuk gambaran konflik panjang yang diwariskan.
  • “berkejaran hingga penghujung zaman” → imaji perlawanan yang tak pernah usai.
Imaji ini menjadikan puisi terasa hidup, seolah pembaca bisa menyaksikan langsung pergulatan Aceh dari masa lalu hingga kini.

Majas

Syarifuddin Aliza menggunakan beberapa majas dalam puisi ini, di antaranya:
  • Repetisi → pengulangan frasa “Inilah Aceh” di setiap awal bait, yang menekankan identitas dan penegasan kritik.
  • Metafora → “negeri bungong jeumpa” sebagai simbol budaya dan keharuman Aceh.
  • Hiperbola → “berkejaran hingga penghujung zaman” yang melebih-lebihkan konflik untuk menunjukkan betapa panjang dan melelahkannya.
  • Personifikasi → “terlindas dengan takdir sendiri”, seakan Aceh adalah makhluk yang kalah oleh sejarahnya sendiri.
Puisi "Inilah Aceh" karya Syarifuddin Aliza adalah potret reflektif sekaligus kritis tentang Aceh. Dengan tema identitas, sejarah, dan konflik, puisi ini bercerita tentang negeri yang megah namun getir, kaya budaya namun terluka. Melalui imaji yang kuat dan majas yang tajam, penyair berhasil menggambarkan Aceh sebagai negeri penuh paradoks, sekaligus menyampaikan pesan agar masyarakat tidak terjebak dalam nasib pahit yang diwariskan sejarah.

Muhammad Subhan dan Syarifuddin Aliza
Puisi: Inilah Aceh
Karya: Syarifuddin Aliza

Biodata Penulis:

Syarifuddin Aliza lahir pada tanggal 23 Agustus 1967 di Cot Seumeureung, Aceh Barat.

© Sepenuhnya. All rights reserved.