Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Jamal Menari (Karya Afrizal Malna)

Puisi "Jamal Menari" karya Afrizal Malna bercerita tentang seorang tokoh bernama Jamal dari Madura yang menari di tengah kondisi sosial yang menekan.
Jamal Menari

Jamal menari. Tangannya gemulai, seperti bunga
 dirangkai seorang gadis. Tetapi matanya penuh pecahan
 
telur: "Inlander dilarang masoek," katanya. Ada yang
 
bergerombol di luar sana. Konservatif. Tubuhnya cairan
 
otak dalam botol, dan semacam minyak tanah bercampur
 
air. Kemudian orang-orang asing datang, mengajar
 menari. Memasang pengeras suara di gedung-gedung
 
pemerintah. Tetapi ketika aku mulai menari, menabrak-
nabrakkan tubuh pada tembok, aku lihat pengeras suara
 
pecah di atas kepalamu: Aku putus asa untuk jadi orang
 
asing, juga putus asa untuk jadi inlander.

Jamal, temanku dari Madura itu, kemudian berdoa
 dengan baju tebal yang gemetar, seperti Abu Nawas
 
menghadap raja: "Yang mulia, aku terlalu lemah untuk
 
jadi orang asing, tetapi juga terlalu lemah untuk jadi
 
inlander."

Di tengah pesta, dari orang-orang yang merasa dirinya
 pemberontak, aku kena diare. Tarianku jadi kacau, seperti
 
pengeras suara yang pecah di atas kepalamu itu:

"Inlander dilarang masoek". Aku bersumpah: Dunia
 konservatif sedang memakan jantungmu.

1995

Sumber: Kalung dari Teman (1999)

Analisis Puisi:

Puisi "Jamal Menari" karya Afrizal Malna menampilkan ciri khas penyair yang memadukan realitas sosial dengan ekspresi imajinatif dan simbolik. Afrizal sering menggunakan bahasa yang absurd dan metaforis untuk menyoroti ketegangan antara identitas, budaya, dan kekuasaan. Puisi ini tidak hanya bercerita, tetapi juga memuat kritik sosial dan refleksi eksistensial.

Tema

Tema utama dalam ini adalah ketegangan identitas dan konflik sosial. Puisi ini mengangkat perasaan terasing dan keterbatasan individu dalam menghadapi norma sosial dan budaya yang mengekang, termasuk tekanan dari konservatisme dan pengaruh orang asing atau pihak luar. Selain itu, tema perjuangan manusia untuk menemukan tempat dan kebebasan ekspresi juga terlihat jelas melalui aksi menari Jamal dan narator.

Secara naratif, puisi ini bercerita tentang seorang tokoh bernama Jamal dari Madura yang menari di tengah kondisi sosial yang menekan. Tubuhnya, gerakannya, dan interaksinya dengan lingkungan di sekitarnya—termasuk aturan konservatif (“Inlander dilarang masoek”) dan kehadiran orang asing yang mengatur tari—menjadi medium penggambaran konflik antara identitas lokal dan modernitas, antara kekuatan dan kelemahan pribadi. Narator ikut menyoroti pengalaman Jamal dan dirinya sendiri, termasuk kegagalan meniru peran yang diinginkan, sehingga menghadirkan nuansa absurd sekaligus reflektif.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini berkaitan dengan keterasingan, tekanan sosial, dan kebingungan identitas. Jamal dan narator mengalami konflik antara menjadi “orang asing” atau “inlander,” yang menyiratkan dilema individu dalam konteks kolonialisme, modernitas, dan ekspektasi sosial. Tindakan menari dan kerusakan pengeras suara menjadi simbol ketidakmampuan manusia untuk sepenuhnya menyesuaikan diri dengan norma yang mengekang. Puisi ini juga menyiratkan keterbatasan manusia dalam menghadapi dunia yang absurd dan penuh aturan yang tidak adil.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini dapat digambarkan sebagai kontras antara kesenangan dan kegelisahan. Di satu sisi ada gerakan menari yang gemulai dan imajinatif; di sisi lain ada ketegangan, kepanikan, dan absurditas sosial yang menekan. Suasana ini mencerminkan campuran humor, keputusasaan, dan satir sosial, di mana dunia sekitar tampak kacau dan tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh individu.

Imaji

Afrizal Malna menggunakan imaji visual dan sensorik yang kuat untuk membangun pengalaman membaca. Contohnya:
  • “Tangannya gemulai, seperti bunga dirangkai seorang gadis” → menghadirkan imaji gerakan menari yang halus.
  • “Tubuhnya cairan otak dalam botol, dan semacam minyak tanah bercampur air” → imaji abstrak dan absurd untuk menunjukkan kerentanan dan ketegangan identitas.
  • “Pengeras suara pecah di atas kepalamu” → imaji dramatis yang menekankan kehancuran dan ketidakmampuan beradaptasi dengan norma yang diberlakukan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Simile (perbandingan): “Tangannya gemulai, seperti bunga dirangkai seorang gadis.”
  • Metafora: Tubuh Jamal dibandingkan dengan “cairan otak dalam botol” dan “minyak tanah bercampur air,” menekankan fragilitas dan ketegangan.
  • Hiperbola dan absurdisme: Eksagerasi pada situasi sosial dan tindakan menari menimbulkan efek satir dan reflektif.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah pentingnya menyadari kompleksitas identitas dan tekanan sosial, serta ketidakmampuan manusia sepenuhnya menyesuaikan diri dengan dunia yang absurd dan penuh aturan yang mengekang. Puisi ini juga mengajak pembaca merenungkan konflik antara kebebasan individu dan norma sosial, serta keterasingan yang muncul akibat perbedaan budaya dan kekuasaan.

Puisi "Jamal Menari" adalah puisi yang memadukan realitas sosial, refleksi identitas, dan imaji absurd. Afrizal Malna menampilkan ketegangan antara individu dan norma sosial, sambil menggunakan bahasa puitis dan simbolik untuk menyampaikan kritik dan refleksi. Imaji dan majas yang digunakan memperkuat pesan puisi tentang keterasingan, kegelisahan, dan absurditas dunia, menjadikannya salah satu karya penting dalam literatur modern Indonesia yang memadukan humor, satir, dan kesedihan eksistensial.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Jamal Menari
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.