Jembatan Tua
wajah seorang arsitek belanda
melumut pada jembatan tua
pada dua tiangnya menyempit
kulihat jaman tersekap
kila lalu teringat-ingat
masa itu
Bogor, 1972
Sumber: Horison (Mei, 1974)
Analisis Puisi:
Puisi “Jembatan Tua” karya Rahman Arge menghadirkan sebuah potret tentang bangunan peninggalan kolonial yang masih berdiri di tengah zaman. Dalam kependekannya, puisi ini menyimpan makna yang dalam tentang ingatan sejarah, jejak masa lalu, dan hubungan manusia dengan waktu.
Tema
Tema utama puisi ini adalah sejarah dan jejak kolonial yang membekas pada bangunan tua. Jembatan tua menjadi simbol perjalanan zaman, menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Puisi ini bercerita tentang sebuah jembatan peninggalan arsitek Belanda. Pada jembatan itu, masa lalu seakan membeku—dari wajah sang arsitek yang seolah melumut, hingga zaman yang “tersekap” di dalamnya. Penyair menggunakan jembatan sebagai titik tolak untuk mengingat sejarah yang pernah terjadi.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa bangunan-bangunan tua bukan sekadar benda mati, melainkan saksi sejarah yang menyimpan kisah perjalanan bangsa. Wajah arsitek Belanda yang melumut menandakan bahwa kekuasaan dan kejayaan kolonial telah ditinggalkan waktu, tetapi tetap meninggalkan jejak yang tak bisa dihapus.
Suasana dalam puisi
Suasana yang tercermin dalam puisi ini adalah melankolis dan reflektif, menghadirkan perasaan larut dalam ingatan masa lalu. Ada kesan hening, penuh renungan, ketika penyair menatap jembatan tua dan mencoba menyingkap kembali peristiwa yang pernah terjadi.
Amanat / pesan yang disampaikan
Amanat dari puisi ini adalah bahwa kita perlu menghargai sejarah dan belajar darinya. Bangunan tua bukan hanya peninggalan fisik, melainkan juga pengingat perjalanan bangsa dan pengalaman manusia di masa lalu.
Imaji
Puisi ini menghadirkan beberapa imaji yang kuat, antara lain:
- “wajah seorang arsitek belanda / melumut pada jembatan tua” → imaji visual yang menampilkan kesan wajah tersimpan di jembatan, tertutup lumut waktu.
- “pada dua tiangnya menyempit” → imaji visual yang menggambarkan struktur fisik jembatan dengan detail sederhana.
- “kulihat jaman tersekap” → imaji abstrak yang membawa pembaca pada suasana sejarah yang terperangkap.
Majas
Beberapa majas yang dapat ditemukan dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “wajah seorang arsitek belanda / melumut pada jembatan tua” → jembatan seolah menyimpan wajah manusia.
- Metafora: “kulihat jaman tersekap” → zaman diperlakukan seperti sesuatu yang bisa terperangkap dalam jembatan.
Puisi “Jembatan Tua” karya Rahman Arge adalah potret reflektif tentang bagaimana sebuah bangunan peninggalan kolonial mampu menyimpan sejarah dan menghadirkan ingatan yang kuat. Dengan tema sejarah, makna tersirat tentang jejak kolonial, suasana melankolis, imaji yang hidup, serta penggunaan majas personifikasi dan metafora, puisi ini mengajak pembaca merenungkan hubungan antara masa lalu dan masa kini.
Puisi: Jembatan Tua
Karya: Rahman Arge
Biodata Rahman Arge:
- Rahman Arge (Abdul Rahman Gega) lahir di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 17 Juli 1935.
- Rahman Arge meninggal dunia pada tanggal 10 Agustus 2015 (pada usia 80).
- Edjaan Tempo Doeloe: Rachman Arge.