Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Jenjang (Karya Iyut Fitra)

Puisi "Jenjang" karya Iyut Fitra bercerita tentang seorang aku lirik yang mengalami ditinggalkan oleh seseorang yang dicintai. Kepergian itu ...
Jenjang

Aku tak menutup pintu ketika kaumelangkah tak menoleh lagi. Kaubawa semua buaian. Tertinggal aku dalam kenangan. Lalu ribu sepi hambur menusuk ranjang dan bimbang. Hanya potret buram saat kita berlarian merajut senja. Tiada sisa selainnya, "turunlah!"

Aku juga tak menutup pintu ketika kau mengetuknya lagi. Siapakah menghitung musim. Kau bentangkan jalan-jalan dan pencarian. Kau sesalkan arah dan tujuan. Tapi bisakah kaujumlah perih membelit hari-hariku, "naiklah!"

Payakumbuh, 2009

Analisis Puisi:

Puisi "Jenjang" karya Iyut Fitra menghadirkan potret perasaan manusia yang berhubungan dengan kehilangan, penyesalan, dan pergulatan batin dalam menghadapi cinta maupun perjalanan hidup. Melalui bahasa yang sederhana tetapi sarat makna, penyair menyusun pengalaman emosional yang intim namun juga universal.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kehilangan dan pergulatan batin dalam hubungan manusia. Penyair menyoroti pengalaman ditinggalkan, kenangan yang membekas, serta pertemuan kembali yang tak lepas dari luka dan penyesalan.

Puisi ini bercerita tentang seorang aku lirik yang mengalami ditinggalkan oleh seseorang yang dicintai. Kepergian itu membawa semua kehangatan dan meninggalkan kesepian mendalam. Namun, ketika orang yang sama kembali mengetuk pintu, luka lama dan perasaan terbelah tetap ada, sehingga hubungan tersebut penuh bimbang dan ketidakpastian.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah hidup dan cinta sering berjalan naik-turun, seperti jenjang yang harus dilalui dengan rasa sakit dan penyesalan. Puisi ini mengajarkan bahwa kehilangan meninggalkan luka yang dalam, dan meskipun ada kesempatan kedua, luka itu tidak serta-merta hilang. Ada proses emosional yang harus dihadapi, seperti sepi, bimbang, dan pertanyaan tentang arah hidup.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa melankolis, getir, dan reflektif. Ada nuansa sepi yang menekan, berpadu dengan harapan kecil yang tetap ada meski dibalut luka.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang disampaikan adalah bahwa hubungan manusia, terutama cinta, penuh dengan pasang-surut yang harus dihadapi dengan kesabaran dan kesadaran diri. Luka dan kehilangan adalah bagian dari perjalanan, dan setiap pilihan membawa konsekuensi yang tidak bisa dihapuskan begitu saja.

Imaji

Beberapa imaji kuat muncul dalam puisi ini, antara lain:
  • “ribu sepi hambur menusuk ranjang” menghadirkan imaji kesepian yang sangat personal dan menyakitkan.
  • “potret buram saat kita berlarian merajut senja” memunculkan imaji visual kenangan yang puitis sekaligus samar.
  • “kau bentangkan jalan-jalan dan pencarian” menciptakan imaji perjalanan hidup yang penuh arah dan tujuan, namun tak pasti.

Majas

Puisi ini menggunakan sejumlah majas, di antaranya:
  • Metafora: “ribu sepi” dan “perih membelit hari-hariku” sebagai gambaran penderitaan batin.
  • Personifikasi: sepi yang “menusuk ranjang” menggambarkan kesepian seolah hidup dan menyerang.
  • Repetisi: frasa “Aku tak menutup pintu” dan “Aku ... tak menutup pintu” menegaskan sikap pasrah, penerimaan, sekaligus kerentanan aku lirik.
  • Simbolisme: kata “jenjang” menjadi simbol perjalanan hidup atau hubungan yang penuh naik-turun.
Puisi "Jenjang" karya Iyut Fitra adalah karya reflektif yang menggambarkan hubungan manusia dalam dinamika kehilangan, penyesalan, dan kesempatan kedua. Tema yang diangkat adalah pergulatan batin atas cinta yang hilang dan kembali, dengan makna tersirat bahwa hidup adalah jenjang yang dipenuhi luka dan pilihan. Imaji dan majas yang digunakan memberi kekuatan emosional yang mendalam, sehingga puisi ini terasa melankolis namun sarat renungan.

Puisi: Jenjang
Puisi: Jenjang
Karya: Iyut Fitra

Biodata Iyut Fitra:
  • Iyut Fitra (nama asli Zulfitra) lahir di Nagari Koto Nan Ompek, Kota Payakumbuh, Sumatra Barat, pada tanggal 16 Februari 1968.
© Sepenuhnya. All rights reserved.