Jiwa yang Karam
Ketika mulut terbius sunyi
Langkah kakipun terpatri
Sinaran bulan bersembunyi
Hiaskan hati menyendiri
Bibir terkunci
Langkah rindu menyepi
Cahaya senja terpendam
Karena kisah ini mendalam
Tangisan awan hitam
Temani kalbu nan kelam
Matapun terpejam
Teringat jiwa yang karam
2023
Analisis Puisi:
Puisi "Jiwa yang Karam" karya Lalik Kongkar merupakan sebuah karya yang memadukan kesunyian, kesedihan, dan renungan batin dalam bahasa yang puitis. Dengan larik-larik sederhana namun penuh simbol, penyair menghadirkan gambaran jiwa yang tenggelam dalam kesepian dan duka.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kesedihan dan keterasingan batin. Penyair menyoroti perasaan hampa, kesunyian, dan jiwa yang seolah tenggelam oleh beban perasaan mendalam.
Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh lirik yang merasa karam dalam hidupnya. Mulutnya bungkam oleh sunyi, langkahnya seakan terhenti, bahkan cahaya bulan dan senja pun tidak mampu menghapus rasa sepi. Semua yang hadir hanyalah bayangan gelap, kesedihan, dan ingatan tentang “jiwa yang karam” — simbol penderitaan yang mendalam.
Makna tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah gambaran manusia yang larut dalam kesedihan, kehilangan, atau kekecewaan yang begitu dalam hingga terasa menenggelamkan jiwa. Kata “karam” menjadi simbol dari keadaan terpuruk, tidak berdaya, atau hilangnya semangat hidup karena luka batin. Puisi ini juga bisa dimaknai sebagai refleksi atas kehidupan yang penuh ujian, di mana manusia terkadang merasa tenggelam dalam penderitaan tanpa tahu jalan keluar.
Suasana dalam puisi
Suasana yang muncul adalah muram, sunyi, dan penuh kesedihan. Penyair menggambarkan suasana malam, senja, awan hitam, dan kesepian sebagai cerminan batin tokoh lirik yang sedang terpuruk.
Amanat / pesan yang disampaikan
Pesan yang dapat ditangkap adalah bahwa kesedihan adalah bagian dari perjalanan hidup, namun kita harus menyadari keberadaannya sebagai refleksi untuk bangkit kembali. Jiwa yang karam bukan akhir dari segalanya, melainkan pengingat bahwa manusia tetap harus berusaha menemukan cahaya meskipun dikelilingi kegelapan.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji, di antaranya:
- Imaji visual: “sinaran bulan bersembunyi”, “cahaya senja terpendam”, “awan hitam” — menghadirkan suasana malam yang gelap dan muram.
- Imaji pendengaran: “tangisan awan hitam” yang seakan memperdengarkan suara hujan atau duka langit.
- Imaji perasaan: “bibir terkunci, langkah rindu menyepi” yang menggambarkan kesepian mendalam.
Majas
Beberapa majas yang hadir dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “tangisan awan hitam” yang memberi sifat manusia pada langit.
- Metafora: “jiwa yang karam” sebagai lambang kehancuran batin.
- Hiperbola: perasaan yang digambarkan begitu kelam dan mendalam, melebih-lebihkan penderitaan untuk mempertegas suasana.
- Repetisi: pengulangan kata seperti “langkah” dan “ter” (terpejam, terpendam, terbius) yang menekankan keadaan terhenti dan tak berdaya.
Puisi "Jiwa yang Karam" karya Lalik Kongkar adalah representasi perasaan manusia ketika dilanda kesepian dan penderitaan yang berat. Melalui simbol alam seperti bulan, senja, dan awan hitam, penyair menyalurkan kegelisahan batin yang karam di lautan kesedihan. Meski demikian, puisi ini juga menyiratkan pesan reflektif: bahwa dalam setiap karamnya jiwa, manusia tetap perlu mencari cahaya untuk kembali bangkit.
Karya: Lalik Kongkar
Biodata Lalik Kongkar:
- Lalik Kongkar. Pemerhati Pembangunan Desa. Minat Kajian Politik, Sastra dan Filsafat.
