Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kelanjutan Sebuah Narasi (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Kelanjutan Sebuah Narasi" karya Diah Hadaning menggambarkan berbagai aspek kehidupan, perubahan, dan refleksi sosial.
Kelanjutan Sebuah Narasi (1)

Kota-kota mencipta sejarahnya sendiri
lepas dari urutan waktu
manusia tua apung senyum di awang-awang
lukis keindahan tercipta dari bayang-bayang
dan kerakusan jadi balada lepasnya nyawa-nyawa
sementara bumi terus benihkan dosa-dosa
langit siram hujan tuba cipta keangkuhan jiwa
Belah akal jadi bekal sambut dajal
kuras daya jadi bara sambut duraka
bermain dengan nasib antar zaman anyir
berhala tertawa dalam jiwa
dajal bersarang di kepala
terdengar tabuhan gara-gara
perempuan kerudung hitam tangisi tanah merdeka.

Kelanjutan Sebuah Narasi (2)

Seseorang angkat pedang
Tumbal berjatuhan di seberang jalan kenangan
Sebuah fragmen terenggut dari tabirnya
Rembulan gerhana dan purnama bergantian
Matahari mencari narasi sendiri
Narasi baru telah diambil bocah-bocah masa depan
Dilipat-lipat jadi perahu impian
Diapungkan di sungai air mata
Mereka terus bermain dalam gelar semesta
Meraih-raih mega menghela-hela rasa
Sampai akhirnya matahari padam
Hilang terang hilang bayang
Yang tersisa hanya gema selawatan
Dalam hitam.

Cimanggis, September 2004

Analisis Puisi:

Puisi "Kelanjutan Sebuah Narasi" karya Diah Hadaning adalah sebuah karya yang penuh dengan lapisan makna, menggambarkan berbagai aspek kehidupan, perubahan, dan refleksi sosial.

Kelanjutan Sebuah Narasi (Bagian 1)

Bagian pertama puisi menciptakan gambaran tentang perkotaan sebagai tempat di mana sejarah diciptakan. Sejarah tidak lagi diikuti oleh urutan waktu dan tampak berlalu dengan cara yang sangat abstrak. Penyebutan "manusia tua apung senyum di awang-awang" memberi nuansa mistis dan terkesan sebagai simbol perjalanan melampaui batas-batas kemanusiaan. Ini bisa diartikan sebagai penghormatan pada orang-orang yang mampu melihat lebih jauh dan lebih dalam dalam menciptakan sejarah kota dan manusia.

Namun, puisi juga mencerminkan kebusukan dan kerakusan manusia, yang seringkali merusak keindahan dan menciptakan tragedi. Kata-kata "kerakusan jadi balada lepasnya nyawa-nyawa" menyoroti sifat destruktif dari ambisi manusia. Bumi yang terus "benihkan dosa-dosa" dan langit yang "siram hujan tuba cipta keangkuhan jiwa" adalah gambaran perasaan sesak dalam masyarakat yang tak jarang menjadi korban kemegahan dan kerakusan.

Dalam bagian ini, Diah Hadaning menggambarkan konflik antara keindahan dan kerakusan, harapan dan kegelapan, dan sejarah dan dosa manusia dalam konteks perkotaan modern.

Kelanjutan Sebuah Narasi (2)

Bagian kedua puisi merujuk pada sebuah narasi baru yang diambil alih oleh generasi muda. Penggunaan simbol perahu impian yang terapung di sungai air mata adalah cara penyair menggambarkan perubahan dan harapan baru yang dibawa oleh generasi muda. Mereka bermain dengan semesta, mengejar mimpi, dan meraih potensi mereka, sehingga menciptakan narasi baru dalam hidup mereka.

Namun, bagian ini juga mencerminkan ketidakpastian dan kegelapan. Kata-kata "sampai akhirnya matahari padam" mengindikasikan bahwa tak ada yang abadi, dan kebahagiaan bisa digantikan oleh kesedihan. Perubahan, bahkan yang positif, tetap penuh tantangan. Dalam perubahan tersebut, penyair mengaitkan kesedihan dan pengorbanan dengan pencarian makna dan pencerahan.

Secara keseluruhan puisi menggambarkan perjalanan kompleks manusia dalam menciptakan sejarah dan narasi baru dalam kehidupan mereka. Ini adalah refleksi yang dalam tentang perubahan, konflik, dan perasaan dalam kehidupan perkotaan yang penuh kompleksitas. Penyair sukses menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa metafora dan gambaran yang kuat.

Puisi Kelanjutan Sebuah Narasi
Puisi: Kelanjutan Sebuah Narasi
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.