Kethoprak Kampung Laut
Tentang lokan yang rekah di terang purnama,
ia teramat fasih.
Katanya seperti rentetan petasan meletus
di air.
Sebelas tahun lebih saya tidak ke sana,
Melihat gogo disiram air asin.
Tetapi ia tetap menggelora.
Seperti sebuah tobong
dengan beberapa gelintir orang di dalam.
Benar, ia sama sekali
bukan anak turun Pulebahas
si perompak tak patut jatuh cinta.
Hanya tangan kekarnya kaubiarkan
terbakar –
Menjadi kampung
yang selalu nyaris tergulung.
Sedang kami, seperti antek-antek VOC,
berjaga siang malam dengan perahu motor.
Siapa tahu ia teringat miliknya
yang dirampas atas nama laut.
Kroya, 1998
Sumber: Diksi Para Pendendam (2012)
Analisis Puisi:
Puisi berjudul “Kethoprak Kampung Laut” karya Badruddin Emce adalah sebuah karya yang kaya akan simbol, menghadirkan nuansa historis sekaligus refleksi sosial. Lewat larik-larik yang padat imaji, penyair menghubungkan lanskap laut, peristiwa sejarah, dan kehidupan masyarakat pesisir yang penuh tantangan.
Tema
Tema utama puisi ini adalah memori kolektif dan perlawanan masyarakat pesisir terhadap penindasan, baik dari alam maupun dari kuasa kolonial. Laut tidak hanya hadir sebagai ruang geografis, tetapi juga sebagai simbol kehidupan, pergulatan, dan warisan sejarah yang tak pernah selesai.
Puisi ini bercerita tentang sebuah kampung di tepi laut yang hidup dalam pergulatan sejarah dan alam. Penyair mengisahkan tentang lokan (kerang) yang merekah di bawah purnama, gogo yang disiram air asin, dan suasana kampung yang hampir “tergulung” ombak. Ada pula bayangan tentang penjajahan, di mana masyarakat setempat digambarkan seperti antek VOC yang harus berjaga dengan perahu motor, mengingatkan pada trauma perampasan kekayaan laut oleh kekuasaan kolonial.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah perasaan kehilangan dan perlawanan identitas masyarakat pesisir. Laut, yang seharusnya menjadi milik mereka, justru menjadi ruang yang dirampas atas nama kekuasaan. Di sisi lain, ada pula kesadaran bahwa kehidupan pesisir selalu berada di ambang ancaman: bencana alam, keserakahan manusia, hingga warisan luka sejarah yang menahun.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi terasa melankolis namun tetap penuh ketegangan. Ada kesan getir dari kenangan masa lalu (“Sebelas tahun lebih saya tidak ke sana”), ada pula nada perlawanan yang membara (“Sedang kami, seperti antek-antek VOC, berjaga siang malam dengan perahu motor”). Suasana ini mencerminkan kegelisahan batin penyair terhadap kondisi kampung laut yang rentan dan terancam.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya menjaga identitas dan warisan kampung laut, serta kesadaran untuk tidak melupakan sejarah penindasan yang pernah terjadi. Penyair seakan mengingatkan bahwa laut bukan sekadar ruang ekonomi, tetapi juga ruang budaya dan sejarah yang harus dipertahankan dari kepunahan.
Imaji
Puisi ini sangat kuat dalam menghadirkan imaji visual dan auditif:
- Imaji visual: “Tentang lokan yang rekah di terang purnama”, “gogo disiram air asin”, “kampung yang selalu nyaris tergulung”.
- Imaji auditif: “seperti rentetan petasan meletus di air”.
Imaji tersebut membuat pembaca seolah ikut melihat dan mendengar langsung kehidupan kampung laut yang digambarkan penyair.
Majas
Badruddin Emce menggunakan beberapa majas, antara lain:
- Personifikasi – “Tentang lokan yang rekah di terang purnama, ia teramat fasih”, seolah-olah lokan bisa berbicara.
- Metafora – “kampung yang selalu nyaris tergulung”, menggambarkan kampung yang hampir hilang oleh ancaman laut atau sejarah.
- Simile (perumpamaan) – “Seperti sebuah tobong dengan beberapa gelintir orang di dalam” dan “Seperti antek-antek VOC”, untuk memperkuat kesan perbandingan.
Puisi “Kethoprak Kampung Laut” adalah sebuah karya yang memadukan memori sejarah, realitas sosial, dan kekuatan imaji. Lewat larik-lariknya, Badruddin Emce mengajak pembaca merenungkan bagaimana kampung pesisir bukan hanya tempat tinggal, melainkan juga ruang perlawanan dan warisan budaya yang perlu dijaga.
Puisi: Kethoprak Kampung Laut
Karya: Badruddin Emce
Biodata Badruddin Emce:
- Badruddin Emce lahir di Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, pada tanggal 5 Juli 1962.