Lampion Merah di Clarke Quay
Di Clarke Quay malam itu,
sungai berkilau menampung pantulan lampion merah nyala,
dan entah bagaimana,
aroma Signorina yang kau sematkan di udara
menjadi alasan detak jantungku tergesa
Kita berjalan perlahan di Orchard Road,
ramai orang berlalu,
tapi mataku hanya sibuk menghafal
tatapan sipitmu yang menyala,
lebih terang dari neon,
lebih jujur dari kata-kata
Di Tiong Bahru Bakery,
kita menahan waktu dengan Kopi-O panas
dan sepotong kaya toast yang sederhana
Namun yang paling kusimpan
bukan rasa manis roti itu,
melainkan senyummu—
yang jatuh diam-diam ke dadaku
Malam Singapura terus bergerak,
gedung-gedung kaca berkilau,
MRT menelan jam tanpa sisa,
tapi di sisimu
semua terasa lambat,
seperti dunia ingin memberi kita ruang
untuk jatuh cinta
Sejak pertemuan pertama itu,
aku tahu:
ada rumah baru dalam diriku,
dan itu adalah kamu
***
Analisis Puisi:
Puisi "Lampion Merah di Clarke Quay" karya Rizal De Loesie menghadirkan suasana perjalanan batin yang puitis dengan latar Singapura. Lewat kata-kata sederhana, penyair mengikat pengalaman cinta dengan atmosfer kota modern yang gemerlap. Di balik gambaran lampion, sungai berkilau, dan hiruk-pikuk Orchard Road, tersimpan perasaan mendalam tentang cinta, keintiman, dan ingatan yang tak lekang oleh waktu.
Tema
Tema utama puisi ini adalah cinta yang lahir dari momen sederhana dalam perjalanan. Cinta digambarkan bukan sebagai sesuatu yang mewah, melainkan hadir dalam hal-hal kecil: senyum, tatapan, secangkir kopi, atau roti sederhana. Keindahan kota hanya menjadi latar, sementara yang terpenting adalah kehadiran sosok yang dicintai.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman romantis seorang tokoh lirik bersama kekasihnya di Singapura. Dimulai dari suasana Clarke Quay dengan lampion merah yang berpendar di sungai, lalu berlanjut ke Orchard Road yang ramai, hingga momen intim di Tiong Bahru Bakery dengan secangkir kopi dan sepotong roti. Di balik perjalanan itu, ada kesadaran baru yang tumbuh: cinta sejati telah ditemukan.
Makna tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa cinta mampu mengubah ruang dan waktu. Hiruk-pikuk kota yang padat justru terasa melambat ketika bersama orang yang dicintai. Detail-detail kecil seperti senyum atau tatapan lebih berarti dibanding kemewahan kota besar. Puisi ini juga menyiratkan bahwa kenangan romantis akan selalu melekat lebih kuat daripada gemerlap tempat-tempat yang dikunjungi.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini adalah romantis, hangat, dan penuh nostalgia. Penyair menciptakan nuansa damai meski latarnya adalah kota metropolitan yang sibuk. Setiap adegan terasa intim dan personal, seakan dunia hanya berputar di sekitar dua orang yang jatuh cinta.
Amanat / Pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa cinta sejati tidak membutuhkan hal-hal besar untuk dirayakan. Kebahagiaan justru hadir dalam momen sederhana bersama orang tercinta. Puisi ini juga memberi pesan bahwa tempat hanya menjadi latar, sedangkan yang memberi arti sejati adalah perasaan dan kebersamaan.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji visual, penciuman, dan perasaan. Beberapa contohnya:
- Imaji visual: “sungai berkilau menampung pantulan lampion merah nyala”, “tatapan sipitmu yang menyala, lebih terang dari neon”.
- Imaji penciuman: “aroma Signorina yang kau sematkan di udara”.
- Imaji rasa dan suasana: “Kopi-O panas dan sepotong kaya toast” yang menghadirkan pengalaman inderawi sederhana.
- Imaji perasaan: “senyummu—yang jatuh diam-diam ke dadaku” yang memberi kesan kelembutan cinta.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi – “MRT menelan jam tanpa sisa”, memberi kesan waktu habis ditelan mesin.
- Hiperbola – “tatapan sipitmu ... lebih terang dari neon, lebih jujur dari kata-kata”, menekankan keindahan tatapan yang luar biasa.
- Metafora – “ada rumah baru dalam diriku, dan itu adalah kamu”, melambangkan kekasih sebagai tempat pulang dan sumber kenyamanan batin.
- Simile – “seperti dunia ingin memberi kita ruang untuk jatuh cinta”, membandingkan suasana lambat dengan dunia yang memberi kesempatan khusus.
Puisi "Lampion Merah di Clarke Quay" karya Rizal De Loesie merupakan perayaan sederhana atas cinta yang lahir dari pengalaman sehari-hari. Dengan tema cinta, cerita perjalanan, makna tersirat tentang kebersamaan, suasana romantis, imaji yang indah, serta penggunaan majas yang memperkaya makna, puisi ini berhasil menghadirkan perpaduan antara keindahan kota dan ketulusan hati.
Karya: Rizal De Loesie
Biodata Rizal De Loesie:
- Rizal De Loesie (nama pena dari Drs. Yufrizal, M.M) adalah seorang ASN Pemerintah Kota Bandung. Penulis puisi, cerpen dan artikel pendidikan. Telah menerbitkan beberapa buku puisi solo dan puisi antologi bersama, serta cerita pendek.