Analisis Puisi:
Puisi "Sepuluh Lanturan tentang Hutan" karya A. Muttaqin merupakan sebuah karya panjang yang sarat dengan simbol, imaji, dan permainan bahasa. Meski judulnya menyebut “lanturan”, justru di dalamnya tersimpan permenungan mendalam tentang cinta, tubuh, mitologi, dan keterhubungan manusia dengan alam serta sejarah asal-usulnya.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan eksistensial manusia yang berkelindan dengan cinta, tubuh, dan asal-usul kehidupan. Hutan, dalam hal ini, bukan hanya sekadar lanskap alam, tetapi juga metafora tentang kerahasiaan, rahim kehidupan, sekaligus ruang mitologis yang menyimpan kisah manusia sejak awal.
Secara garis besar, puisi ini bercerita tentang perjalanan batin seorang tokoh liris yang mengalami dialog batin penuh kerinduan, keterasingan, dan pencarian makna hidup. Ia berhadapan dengan bayangan kekasih, tubuh, kenangan masa lalu, mitos Adam dan Hawa, hingga perasaan menjadi batu, hening, dan terasing. Kisah cinta di sini bukan semata-mata relasi antarindividu, melainkan juga metafora kerinduan manusia pada asal-usulnya yang hilang.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini adalah kritik terhadap keterasingan manusia dari hakikat dirinya, alam, dan cinta yang murni. Dengan memasukkan mitos penciptaan (Adam, Hawa, dan apel), penyair menyiratkan bahwa manusia sejak awal membawa luka eksistensial—dihukum oleh hasrat, tubuh, dan waktu. Hutan yang disebut dalam judul dapat dimaknai sebagai simbol dari kerumitan hidup: penuh rahasia, penuh rimba makna, dan tidak bisa ditaklukkan dengan logika sederhana.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini dominan muram, gelisah, erotis, dan penuh renungan metafisik. Ada ketegangan antara cinta yang dirindukan dengan kenyataan yang penuh luka. Di beberapa bagian, suasana bergeser menjadi mistis (misalnya ketika menyebut malaikat, Tuhan, atau mitos penciptaan).
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah manusia tidak pernah bisa benar-benar lepas dari kerinduan pada cinta, asal-usul, dan Tuhan. Namun, manusia juga harus menyadari bahwa kehidupan adalah perpaduan antara hasrat, luka, dan keterasingan. Puisi ini seolah mengingatkan pembaca bahwa perjalanan batin manusia adalah perjalanan yang tidak sederhana: penuh misteri, penuh “lanturan” yang justru menyimpan kebenaran.
Imaji
Puisi ini dipenuhi dengan imaji yang kaya dan berlapis, antara lain:
- Imaji alam: “malam adalah telur yang menetas”, “kuda-kuda merah meringkik”, “dedauan yang tumbuh dan gugur di wajahmu”.
- Imaji tubuh: “rambutku mengeras dan mataku terlepas, seperti kelereng menggelindingi sepi”, “farjimu seganas giras sungai”.
- Imaji mitologis-religius: “seperti Adam yang merajuk ceruk hitam”, “ular bermahkota mawar”, “sebutir apel pun pecah”.
- Imaji metafisik: “aku menyebutnya penjara atau puisi atau jalusi musim semi”.
Imaji-imaji ini menegaskan kedalaman pengalaman batin sekaligus memperkuat suasana mistis dan eksistensial.
Majas
Banyak majas digunakan dalam puisi ini, antara lain:
- Metafora: “malam adalah telur yang menetas” → malam dipersonifikasikan sebagai ruang kelahiran.
- Personifikasi: “matahari yang pucat pergi tanpa berahi” → benda langit diberi sifat manusia.
- Hiperbola: “sepuluh kupu di pucuk tangan adam terbang” → gambaran berlebihan untuk menekankan mitos penciptaan.
- Simbolisme: “ular bermahkota mawar” → simbol godaan, seksualitas, dan dosa asal.
- Repetisi: “Milikmu. Milikmu. Dan milikmu.” → pengulangan yang memperkuat intensitas perasaan.
Puisi "Sepuluh Lanturan tentang Hutan" karya A. Muttaqin adalah karya yang kaya simbol, penuh imaji, dan berlapis makna. Dengan tema tentang kerinduan eksistensial, puisi ini bercerita tentang pencarian cinta, tubuh, dan asal-usul manusia. Makna tersiratnya menyingkap keterasingan manusia dari dirinya sendiri, cinta, dan alam semesta. Suasana muram dan mistis berpadu dengan amanat bahwa hidup selalu penuh kerumitan, cinta sekaligus hasrat, serta kesadaran akan keterbatasan manusia. Imaji dan majas yang digunakan mempertebal kekuatan puisi, membuatnya layak dibaca sebagai refleksi spiritual sekaligus estetis.
Puisi: Sepuluh Lanturan tentang Hutan
Karya: A. Muttaqin
Karya: A. Muttaqin
Biodata A. Muttaqin:
- A. Muttaqin lahir pada tanggal 11 Maret 1983 di Gresik, Jawa Timur.