Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Lelaki Empat Penjuru (Karya Iman Budhi Santosa)

Puisi "Lelaki Empat Penjuru" karya Iman Budhi Santosa bercerita tentang seorang lelaki yang lahir kembali di tanah baru, membawa rindu, menanggung ...
Lelaki Empat Penjuru
Kepada: ULP

Seorang lelaki Sumba lahir kembali di Jawa
memanggang diri, menggunting alamat pulang
menuntun puisi pandai mengundang
dipikul juga rindu murid berguru
ditantang pula cinta mengusut makna
                : Kalian yang suka bertinju
                boleh jadi besar dalam debu
                setelah berulangkali jatuh
                bergantung pada sepasang susu

Maka berteriak ia menuding
setiap penjuru. Mengajak musim
mengumpulkan anak terbawa angin

Dari setumpuk Koran (wajahnya setiap malam)
tak terbayang kapan ini berakhir
Karena senyumnya hanya pertanda
satu sajak menggoda benak penyair
           
Ia kini
hidupnya ada
                di setiap penjuru
                empat penjuru
                membagi dirinya
                medan debat
                dan seteru

1974

Sumber: Dunia Semata Wayang (2005)

Analisis Puisi:

Puisi "Lelaki Empat Penjuru" karya Iman Budhi Santosa merupakan salah satu karya yang menggambarkan perenungan tentang identitas, perantauan, dan pergulatan batin seorang lelaki yang berjuang dalam medan kehidupan. Lewat bahasa puitis dan simbolis, penyair menyingkap kisah manusia yang tersebar di berbagai penjuru, terpecah oleh pengalaman, namun tetap menyimpan kerinduan akan makna.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan hidup dan pergulatan identitas seorang lelaki yang menyebar di berbagai penjuru kehidupan. Tema tersebut mengaitkan pencarian makna hidup, kerinduan akan asal-usul, serta bagaimana seseorang menempatkan dirinya di tengah pertarungan nasib dan cinta.

Puisi ini bercerita tentang seorang lelaki yang lahir kembali di tanah baru, membawa rindu, menanggung cinta, serta menghadapi pertarungan hidup. Lelaki tersebut seakan tidak hanya hadir di satu tempat, melainkan menyebar di berbagai penjuru, menjadi bagian dari pergulatan sosial, cinta, dan bahkan debat yang tak berkesudahan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah hidup manusia tidaklah sederhana, ia selalu terbagi antara asal-usul, kerinduan, cinta, dan pertarungan sosial. Lelaki dalam puisi ini dapat dibaca sebagai metafora bagi manusia perantau, manusia yang berjuang mencari makna, atau bahkan sosok penyair itu sendiri yang hidup dalam dunia kata, perdebatan, dan kerinduan akan tanah asal.

Selain itu, ada kritik sosial terselip, terutama pada bait yang menyindir lelaki yang hanya menjadi besar “bergantung pada sepasang susu”—sebuah sindiran terhadap kejantanan palsu yang sebenarnya lemah bila tanpa sokongan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa tegang, reflektif, dan penuh pergulatan batin. Ada kesan pertarungan, perdebatan, sekaligus pencarian makna yang tak kunjung usai.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini antara lain:
  • Hidup adalah perjalanan penuh perdebatan dan pertarungan; manusia dituntut untuk tegar menghadapi berbagai arah kehidupan.
  • Identitas dan asal-usul adalah bagian yang tidak bisa dihapuskan, meski seseorang telah berpindah atau lahir kembali di tanah lain.
  • Keberanian dan keteguhan hati lebih penting daripada sekadar simbol kekuatan semu.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji yang kuat, di antaranya:
  • “memanggang diri, menggunting alamat pulang” — imaji perantauan yang getir, penuh pengorbanan.
  • “ditantang pula cinta mengusut makna” — imaji cinta yang hadir sebagai ujian hidup.
  • “dari setumpuk koran (wajahnya setiap malam)” — imaji media massa yang membentuk wajah publik.
  • “hidupnya ada di setiap penjuru, empat penjuru” — imaji manusia yang menyebar, terbagi, dan terikat oleh banyak hal.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “menggunting alamat pulang” melambangkan keputusan meninggalkan asal-usul atau masa lalu.
  • Personifikasi: “cinta mengusut makna” seakan cinta bertindak seperti penyidik kehidupan.
  • Hiperbola: “hidupnya ada di setiap penjuru” sebagai gambaran pengaruh yang luas atau keterpecahan diri.
  • Sarkasme / Satire: “bergantung pada sepasang susu” menyindir ketidakmandirian seorang lelaki.
Puisi "Lelaki Empat Penjuru" karya Iman Budhi Santosa menghadirkan renungan tentang perjalanan hidup seorang lelaki yang tersebar di berbagai medan kehidupan: cinta, rindu, perdebatan, dan pertarungan sosial. Dengan gaya bahasa penuh simbol, penyair menggambarkan bahwa hidup manusia selalu terbagi, namun justru di situlah letak kekuatan dan pencarian makna.

Iman Budhi Santosa
Puisi: Lelaki Empat Penjuru
Karya: Iman Budhi Santosa

Biodata Iman Budhi Santosa:
  • Iman Budhi Santosa pada tanggal 28 Maret 1948 di Kauman, Magetan, Jawa Timur, Indonesia.
  • Iman Budhi Santosa meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2020 (pada usia 72 tahun) di Dipowinatan, Yogyakarta, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.