Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Mantra Perkawinan (Karya Korrie Layun Rampan)

Puisi "Mantra Perkawinan" bukan hanya sekadar deskripsi fisik dari upacara perkawinan dalam budaya Dayak, tetapi juga merupakan penghormatan ...

Mantra Perkawinan
Anyeq Haling Ubung Do
Dengan Wau Nuking Ung


Inilah adat aveq, upacara perkawinan
Anyeq Haling Ubung Do dengan Wau Nuking Ung
Putra yang diturunkan Tamai Tingai Buring Aring
Dengan putri kayangan
Yang menjelja jadi manusia
Seperti kita.

Tamai Tingai Buring Aring
Dan semua arwah leluhur seperti kakek dan nenek
Datuk dan buyut kita
Sampai ke atas ke silsilah ketujuh belas
Yang memandang dari kejauhan
Ini kami menyapa dengan beras
Nyawa yang menjelma dari alam raya
Sumber kekuatan di dalam kehidupan
Beras yang berasal darimu
Kami hitung sampai delapan

Dengan daun savang akan menghilangkan
Dengan daun ureu akan melenyapkan
Noda dan beban yang melekat
Daki yang mengotori
Badan dan pernikahan agung
Anyeq Haling Ubung Do dengan Wau Nuking Ung

Segala kesialan dan derita,
Segala sakit penyakit dan malapetaka
Lepas dan lenyaplah bersama mendung hilang,
Seiring terbenamnya matahari
Yang pergi ke balik bumi
Kami dipulihkan menjadi putih bersih
Murni kembali seperti sediakala

Ini saya mengait dengan kawit aveng
Saya kait dengan kawit deset
Harap kami pada Tamai Tingai Buring Aring
Nasib dan kehidupan baik
Kelayakan sempurna dalam kehidupan
Anyeq Haling Ubung Do dan Wau Nuking Ung
Kekal selama-lamanya

***
Minumlah dari tuwung bambu
Air yang diciptakan Tamai Tingai Buring Aring
Air yang menyejukkan badan
Air yang memberi kehidupan
Air yang sejuk dan dingin
Yang mendinginkan sendi-sendi kehidupan
Agar Anyeq Haling Ubung Do dan Wau Nuking Ung
Damai bahagia selama-lamanya
Bersama damai bumi yang setia
Menerima segala tiba

***
Kini saatnya mengikat gelang manic
Pada pergelangan tangan pengantin
Ini ikatan nasib mujur kebaikan
Mengikat suasana kekeluargaan
Semuanya menyatu dalam kehidupan
Kukuh kuat tegar
Seperti manik yang indah
Melingkar di pergelangan tangan
Pengantin kehidupan

Tiba masa pengantin untuk menyantap
Nasi dan garam
Nasi yang memberi napas
Garam yang mengawetkan
Sehingga hidup jadi kekal kebajikan
Karena terlepas dari ketidakpastian
Semua keturunan lebih berarti
Laksana cahaya suar di gelap malam
Tak akan pudar
Seperti cahaya lentera damar api
Abadi
Selama-lamanya

***
Inilah waktu kehadiran yang ditunggu
Bagi keluarga Anyeq Haling Ubung Do
Dengan Wau Nuking Ung
Menginjakkan telur
Menginjakkan dupa wangi
Menginjakkan kaki di tanah leluhur
Yang penuh rezeki
Gembur subur
Manusia dan tanah menyatu
Dalam kehidupan
Seperti tapak kaki
Menandai kehadiran
Di muka bumi pemberian para dewa
Bersatu untuk menerima berkat
Yang ditarik dari darat
Yang dihela dari sungai kita
Dari huma leluhur semua
Untuk kebaikan kehidupan

Seperti doa yang manjur
Kami sampaikan nasar
Demi umur
Bersama kehadiran Tamai Tingai Buring Aring
Pengantin menerima kemaslahatan
Yang abadi
Tanah ini adalah tanah janjian
Yang mengalirkan harapan
Kebajikan
Pengantin telah menyatu
Dalam kehidupan
Seperti awan menyatu dengan lautan
Seperti asap menyatu dengan api
Semuanya senasib sepenanggungan
Bersama berkat yang berlimpah
Tumpah ruah
Di dalam kehidupan
Anyeq Haling Ubung Do dan Wau Nuking Ung
Hadir kesejukan abadi
Seperti aliran sungai kekal
Dalam kerukunan dan kedamaian
Yang terikat di bumi
Dan di langit keabadian
Tuhan.


Sumber: Upacara Bulan (2007)

Catatan:
Anyeq Haling Ubung Do dan Wau Nuking Ung diyakini merupakan cikal bakal suku Dayak Bahau yang kini mendiami pehuluan Sungai Mahakam, Kutai Barat, Kaltim.

Analisis Puisi:

Puisi "Mantra Perkawinan" karya Korrie Layun Rampan adalah sebuah karya yang menggambarkan keindahan dan kesakralan upacara perkawinan dalam budaya Dayak, khususnya adat aveq. Puisi ini tidak hanya menggambarkan prosesi perkawinan secara fisik, tetapi juga mengekspresikan makna spiritual dan kearifan lokal yang terkandung dalam ritual tersebut.

Keindahan Upacara Perkawinan: Puisi ini dibuka dengan pengenalan terhadap adat aveq, sebuah upacara perkawinan dalam budaya Dayak. Penyair dengan indah menggambarkan pernikahan antara Anyeq Haling Ubung Do dan Wau Nuking Ung sebagai sebuah prosesi yang penuh dengan keindahan dan kesakralan.

Hubungan Manusia dan Alam: Ungkapan "Putra yang diturunkan Tamai Tingai Buring Aring / Dengan putri kayangan / Yang menjelja jadi manusia / Seperti kita" menunjukkan hubungan erat antara manusia dan alam. Pernikahan dianggap sebagai peristiwa yang melibatkan elemen-elemen spiritual dan alam.

Pembersihan dan Pemurnian: Bagian "Dengan daun savang akan menghilangkan / Dengan daun ureu akan melenyapkan" menciptakan citra pembersihan dan pemurnian. Daun savang dan ureu menjadi simbol-simbol yang digunakan untuk membersihkan dan menjauhkan segala noda dan beban yang melekat pada pernikahan.

Kawin Berekat dan Doa: Puisi menyentuh makna lebih dalam dari perkawinan dengan menyebutkan, "Ini saya mengait dengan kawit aveng / Saya kait dengan kawit deset / Harap kami pada Tamai Tingai Buring Aring." Doa dan harapan diungkapkan dalam rangkaian kata dan tindakan yang melibatkan unsur-unsur alam.

Ritual dan Simbolisme: Penyair menggunakan simbol-simbol seperti tuwung bambu, air yang diciptakan oleh Tamai Tingai Buring Aring, dan gelang manic untuk menambah kedalaman makna ritual perkawinan. Setiap elemen memiliki simbolisme tersendiri yang merujuk pada kehidupan, kebahagiaan, dan kekekalan.

Pengikatan dan Kekekalan: Puisi menyoroti proses pengikatan, baik melalui gelang manic di pergelangan tangan maupun melalui konsumsi nasi dan garam. Pengikatan ini melambangkan kekekalan dan keabadian dalam kehidupan berumah tangga.

Kehadiran dan Berkah: Pada bagian akhir puisi, kehadiran yang ditunggu-tunggu diungkapkan, "Bagi keluarga Anyeq Haling Ubung Do / Dengan Wau Nuking Ung." Kehadiran ini diiringi dengan penginjakan telur, dupa, dan kaki di tanah leluhur sebagai tanda penerimaan berkah dari alam dan leluhur.

Kesatuan Manusia dan Alam: Puisi ini mengilustrasikan kesatuan manusia dan alam dalam upacara perkawinan. Prosesi ini menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia, alam, dan leluhur, mencerminkan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Puisi "Mantra Perkawinan" bukan hanya sekadar deskripsi fisik dari upacara perkawinan dalam budaya Dayak, tetapi juga merupakan penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual dan kultural yang tercermin dalam ritual tersebut. Korrie Layun Rampan melalui puisinya berhasil menggambarkan kecantikan, kearifan, dan kekokohan tradisi perkawinan Dayak.

Korrie Layun Rampan
Puisi: Mantra Perkawinan
Karya: Korrie Layun Rampan

Biodata Korrie Layun Rampan:
  • Korrie Layun Rampan adalah seorang penulis (penyair, cerpenis, novelis, penerjemah), editor, dan kritikus sastra Indonesia berdarah Dayak Benuaq.
  • Korrie Layun Rampan lahir pada tanggal 17 Agustus 1953 di Samarinda, Kalimantan Timur.
  • Korrie Layun Rampan meninggal dunia pada tanggal 19 November 2015 di Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta Pusat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.