Mantra Perkawinan Anyeq Haling Ubung Do Dengan Wau Nuking Ung
Sumber: Upacara Bulan (2007)
Catatan:
Anyeq Haling Ubung Do dan Wau Nuking Ung diyakini merupakan cikal bakal suku Dayak Bahau yang kini mendiami pehuluan Sungai Mahakam, Kutai Barat, Kaltim.
Analisis Puisi:
Puisi "Mantra Perkawinan" karya Korrie Layun Rampan adalah sebuah karya yang menggambarkan keindahan dan kesakralan upacara perkawinan dalam budaya Dayak, khususnya adat aveq. Puisi ini tidak hanya menggambarkan prosesi perkawinan secara fisik, tetapi juga mengekspresikan makna spiritual dan kearifan lokal yang terkandung dalam ritual tersebut.
Keindahan Upacara Perkawinan: Puisi ini dibuka dengan pengenalan terhadap adat aveq, sebuah upacara perkawinan dalam budaya Dayak. Penyair dengan indah menggambarkan pernikahan antara Anyeq Haling Ubung Do dan Wau Nuking Ung sebagai sebuah prosesi yang penuh dengan keindahan dan kesakralan.
Hubungan Manusia dan Alam: Ungkapan "Putra yang diturunkan Tamai Tingai Buring Aring / Dengan putri kayangan / Yang menjelja jadi manusia / Seperti kita" menunjukkan hubungan erat antara manusia dan alam. Pernikahan dianggap sebagai peristiwa yang melibatkan elemen-elemen spiritual dan alam.
Pembersihan dan Pemurnian: Bagian "Dengan daun savang akan menghilangkan / Dengan daun ureu akan melenyapkan" menciptakan citra pembersihan dan pemurnian. Daun savang dan ureu menjadi simbol-simbol yang digunakan untuk membersihkan dan menjauhkan segala noda dan beban yang melekat pada pernikahan.
Kawin Berekat dan Doa: Puisi menyentuh makna lebih dalam dari perkawinan dengan menyebutkan, "Ini saya mengait dengan kawit aveng / Saya kait dengan kawit deset / Harap kami pada Tamai Tingai Buring Aring." Doa dan harapan diungkapkan dalam rangkaian kata dan tindakan yang melibatkan unsur-unsur alam.
Ritual dan Simbolisme: Penyair menggunakan simbol-simbol seperti tuwung bambu, air yang diciptakan oleh Tamai Tingai Buring Aring, dan gelang manic untuk menambah kedalaman makna ritual perkawinan. Setiap elemen memiliki simbolisme tersendiri yang merujuk pada kehidupan, kebahagiaan, dan kekekalan.
Pengikatan dan Kekekalan: Puisi menyoroti proses pengikatan, baik melalui gelang manic di pergelangan tangan maupun melalui konsumsi nasi dan garam. Pengikatan ini melambangkan kekekalan dan keabadian dalam kehidupan berumah tangga.
Kehadiran dan Berkah: Pada bagian akhir puisi, kehadiran yang ditunggu-tunggu diungkapkan, "Bagi keluarga Anyeq Haling Ubung Do / Dengan Wau Nuking Ung." Kehadiran ini diiringi dengan penginjakan telur, dupa, dan kaki di tanah leluhur sebagai tanda penerimaan berkah dari alam dan leluhur.
Kesatuan Manusia dan Alam: Puisi ini mengilustrasikan kesatuan manusia dan alam dalam upacara perkawinan. Prosesi ini menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia, alam, dan leluhur, mencerminkan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Puisi "Mantra Perkawinan" bukan hanya sekadar deskripsi fisik dari upacara perkawinan dalam budaya Dayak, tetapi juga merupakan penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual dan kultural yang tercermin dalam ritual tersebut. Korrie Layun Rampan melalui puisinya berhasil menggambarkan kecantikan, kearifan, dan kekokohan tradisi perkawinan Dayak.
Karya: Korrie Layun Rampan
Biodata Korrie Layun Rampan:
- Korrie Layun Rampan adalah seorang penulis (penyair, cerpenis, novelis, penerjemah), editor, dan kritikus sastra Indonesia berdarah Dayak Benuaq.
- Korrie Layun Rampan lahir pada tanggal 17 Agustus 1953 di Samarinda, Kalimantan Timur.
- Korrie Layun Rampan meninggal dunia pada tanggal 19 November 2015 di Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta Pusat.
