Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Mata Bachri (Karya Afrizal Malna)

Puisi "Mata Bachri" karya Afrizal Malna bercerita tentang seorang tokoh bernama Bachri yang digambarkan dalam kondisi mabuk, terjebak dalam ....
Mata Bachri

Hari semakin tua, Bachri. Kambing telah mewarnai pakaian
 kita. Mau kau jadikan laut mati berdebur di antara kegigilan
 
rumput-rumput. Mabukmu tak juga menyimpan maut jadi 
tenang dalam sajak. Tak bisa bercakap matahari tak bisa
 
bercakap Tuhan. Bau alkohol telah melukai langit, Bachri. S
ampai ke kubur menulis-nulis manusia. Membuka buku
 
sajak yang perih membuka pintu yang perih. Segalanya 
dalam derit tawa, Bachri. Dunia hanyalah pengejaran untuk
 
mati di antara rumput yang terus berkibar.

Mabukmu membawa penyair kepada keperihan kamus-
kamus, Bachri. Kepada siapa mengajari Tuhan kepada siapa
 
mengajari bintang-bintang. Langit menurunkan mataharimu
 
setangga-tangga. Dan tanah terus berkibar menyimpan
 
hidup dalam rahasia-rahasia.

Di kubur mabuk, lonceng oleng, kita hanya barisan kata-
kata, Bachri. Siapkan rumput di padang-padang telanjang. A
ku pinjamkan sebait Tuhan untukmu.

1983

Sumber: Abad yang Berlari (1984)

Analisis Puisi:

Afrizal Malna dikenal sebagai penyair eksperimental Indonesia yang banyak menggunakan bahasa sehari-hari, simbol-simbol benda, serta suasana urban dalam karya-karyanya. Dalam puisi "Mata Bachri", Afrizal menghadirkan potret yang kompleks tentang kehidupan seorang tokoh (Bachri) yang bergulat dengan mabuk, kematian, Tuhan, dan absurditas kehidupan. Puisi ini mengandung refleksi filosofis, kritik eksistensial, sekaligus ironi yang khas dari gaya penulisan Afrizal.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pencarian makna hidup di tengah keterasingan, mabuk, dan kefanaan. Puisi ini menyinggung perihal relasi manusia dengan maut, Tuhan, bahasa, serta absurditas dunia yang terus berputar.

Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh bernama Bachri yang digambarkan dalam kondisi mabuk, terjebak dalam kesia-siaan, namun sekaligus menyimpan pergulatan batin tentang makna hidup dan kematian. Kehadiran alkohol, rumput, laut mati, serta sajak menjadi simbol perjalanan manusia yang gamang. Sang penyair berbicara kepada Bachri, menegaskan betapa sulitnya menenangkan maut, bercakap dengan matahari, atau bahkan bercakap dengan Tuhan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap keterasingan manusia modern. Mabuk yang disebutkan berulang kali bukan hanya mabuk alkohol, melainkan metafora dari mabuk kehidupan—terombang-ambing dalam absurditas, kehilangan pegangan spiritual, dan keterasingan dari diri sendiri. Afrizal juga menyiratkan bahwa puisi adalah cara manusia bernegosiasi dengan derita dan maut, meskipun tetap penuh keterbatasan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah muram, getir, dan penuh kegelisahan eksistensial. Kata-kata seperti “bau alkohol melukai langit”, “membuka buku sajak yang perih”, dan “dunia hanyalah pengejaran untuk mati” menegaskan suasana duka bercampur keputusasaan. Namun, tetap ada nada reflektif yang filosofis.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditarik dari puisi ini adalah bahwa hidup adalah perjalanan yang rapuh dan penuh kesementaraan, namun manusia tetap perlu mencari makna, meskipun lewat bahasa, sajak, atau simbol-simbol spiritual. Afrizal ingin menegaskan bahwa mabuk duniawi tidak akan memberi jawaban, tetapi pencarian makna melalui kata dan kesadaran terhadap kefanaan bisa memberi cahaya, meski hanya sebentar.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual, perasaan, dan spiritual.
  • “Kambing telah mewarnai pakaian kita” → imaji visual yang absurd, menekankan kekacauan hidup.
  • “Bau alkohol telah melukai langit” → imaji penciuman sekaligus metafora spiritual.
  • “Membuka buku sajak yang perih” → imaji literer sekaligus emosional.
  • “Siapkan rumput di padang-padang telanjang” → imaji alam yang kosong, seolah menyiapkan ruang bagi kematian.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “laut mati berdebur di antara kegigilan rumput-rumput” yang bukan sekadar fenomena alam, melainkan simbol keheningan dan absurditas.
  • Personifikasi: “bau alkohol melukai langit” memberi sifat manusia pada langit.
  • Hiperbola: “dunia hanyalah pengejaran untuk mati” melebih-lebihkan kenyataan untuk menekankan kesia-siaan.
  • Simbolisme: alkohol, rumput, dan kubur menjadi simbol dari mabuk, kefanaan, serta kematian.
Puisi "Mata Bachri" karya Afrizal Malna adalah renungan eksistensial tentang keterasingan manusia yang digambarkan melalui sosok Bachri, mabuk, dan simbol-simbol absurd. Dengan tema kehidupan dan kematian, suasana muram, imaji yang kaya, serta majas-metafora yang kuat, Afrizal menegaskan peran bahasa dan puisi sebagai cara manusia menghadapi absurditas dunia.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Mata Bachri
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.