Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Mengenang Bapa (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Mengenang Bapa" karya Diah Hadaning bercerita tentang seorang perempuan yang mengenang bapanya setelah wafat. Meski pusara sang bapak tidak ...
Mengenang Bapa

Tak harus menangisinya
jika bapa pergi ke lembah abadi
jika tak tahu di mana pusara
kirim saja bunga di bubungan atap
tabur saja bunga di jalan simpang empat
semua sampai Gusti itu Maha Kasih
perempuan sunyi mengenang sendiri.

Bulan Sura hadir kembali
sebentuk kotak ukir warisan nan tunggal
saatnya dibersihkan
diganti pula bunga isinya
tanda kasih dan setia
pada sang bapa pengukir jiwa
aku tak 'kan menangis lagi, bisik
perempuan itu menatap ukiran tua
karena masih kugenggam pesan itu
buktikan angan dan mimpimu
jangan henti di jalan berbatu
satu hari dunia dalam genggaman
senyum bapa membayang di udara
saat Sura hari pertama.

Bogor, Maret 2004

Analisis Puisi:

Puisi "Mengenang Bapa" karya Diah Hadaning merupakan sebuah karya yang sarat dengan refleksi tentang kehilangan, ingatan, dan warisan nilai dari seorang ayah. Penyair menyuguhkan pengalaman batin seorang anak yang ditinggalkan bapanya, namun memilih untuk mengenangnya dengan cara penuh cinta, bukan kesedihan berlarut. Puisi ini tidak sekadar menghadirkan kerinduan, melainkan juga kekuatan untuk melanjutkan hidup dengan membawa pesan yang diwariskan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kenangan dan penghormatan kepada ayah yang telah tiada. Penyair mengangkat gagasan bagaimana seseorang menghadapi kematian orang tua, bukan semata dengan tangis, melainkan dengan sikap ikhlas dan menghidupkan kembali pesan moral yang ditinggalkan.

Puisi ini bercerita tentang seorang perempuan yang mengenang bapanya setelah wafat. Meski pusara sang bapak tidak diketahui, ia tetap mengirim doa dan bunga, simbol kasih sayang yang tidak terputus oleh kematian. Penyair menggambarkan momen peringatan di bulan Sura—bulan penuh makna spiritual dalam budaya Jawa—di mana peninggalan berupa kotak ukir menjadi lambang warisan abadi. Dari situ, lahir tekad untuk melanjutkan hidup sesuai pesan bapa: jangan berhenti di jalan berbatu, teruskan perjuangan hingga dunia bisa digenggam.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa kematian bukan akhir dari ikatan kasih. Walau jasad telah tiada, ingatan, pesan, dan nilai hidup tetap hidup di hati. Diah Hadaning ingin menekankan bahwa cara terbaik menghormati orang tua bukan hanya dengan air mata, melainkan dengan menghidupkan pesan dan mimpi yang pernah diwariskan. Kematian justru menjadi pengingat untuk lebih teguh melangkah, bukan terjebak dalam duka.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa melankolis sekaligus penuh kekuatan batin. Ada kesedihan dalam mengenang sosok bapa, tetapi juga muncul rasa ikhlas, keteguhan, dan semangat untuk menjaga warisan pesan yang ditinggalkan. Suasana berubah dari muram ke arah harapan, seolah penyair mengajak pembaca untuk melihat kematian sebagai jalan menuju keteguhan hati.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama puisi ini adalah menghormati orang tua yang telah tiada dengan menjalankan pesan hidupnya, bukan larut dalam kesedihan. Kehilangan memang menyakitkan, tetapi hidup harus diteruskan dengan tekad dan harapan. Air mata tidak akan membangkitkan orang yang sudah pergi, namun semangat untuk membuktikan mimpi akan membuat warisannya tetap hidup.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan simbolik. Misalnya:
  • “kirim saja bunga di bubungan atap / tabur saja bunga di jalan simpang empat” menciptakan gambaran ritual penghormatan dengan simbol bunga.
  • “sebentuk kotak ukir warisan nan tunggal” menghadirkan visual benda pusaka penuh makna.
  • “senyum bapa membayang di udara” memberikan imaji spiritual yang lembut, seolah sosok bapa masih hadir meski tak kasat mata.
Imaji tersebut membantu pembaca merasakan keintiman pengalaman batin penyair.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Majas metafora: “lembah abadi” sebagai metafora untuk kematian.
  • Majas simbolik: bunga, kotak ukir, dan bulan Sura menjadi simbol penghormatan, warisan, dan siklus spiritual.
  • Majas personifikasi: “senyum bapa membayang di udara” memberikan kesan bahwa sang ayah tetap hidup dalam kenangan.
Puisi "Mengenang Bapa" karya Diah Hadaning adalah refleksi mendalam tentang cara menghadapi kehilangan sosok ayah. Dengan bahasa puitis, penyair menekankan bahwa kematian tidak menghapus kasih sayang, justru menghadirkan dorongan untuk melanjutkan pesan yang diwariskan. Lewat simbol-simbol budaya, imaji, dan majas yang kuat, puisi ini menyampaikan pesan universal: jangan tenggelam dalam duka, tetapi teruskan perjuangan sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang telah pergi.

"Puisi: Mengenang Bapa (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Mengenang Bapa
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.