Menjadi Tanah
(sajak mei mei)
"Aku hanya serabut halus dan lemah
mencucuk menembus selangkang tanah
merayap tak kenal lelah
ketika buahmu membesar
ranum dan memerah
engkau lupa
kepada yang berada di bawah"
"Aku berayun-ayun mempertontonkan diri
kepada langit kelihatan anggun dan pongah
tapi engkau tak tau, bukan
tangkaiku mengapa begitu tungkai dan lemah"
Sejak itu aku selalu digoda kejatuhan
menjadi ulat menjadi cendawan
kembali menjadi tanah
Analisis Puisi:
Puisi “Menjadi Tanah” karya Damiri Mahmud adalah sebuah karya yang sarat dengan simbol kehidupan, siklus alam, sekaligus renungan eksistensial. Dengan bahasa sederhana namun penuh makna, penyair menghadirkan perenungan tentang tanah sebagai sumber kehidupan sekaligus tempat kembali setiap makhluk. Melalui ungkapan yang jernih, puisi ini menghadirkan pesan yang mendalam tentang kerendahan hati, siklus kehidupan, dan keterhubungan manusia dengan alam.
Tema
Tema utama puisi ini adalah siklus kehidupan dan kerendahan hati. Tanah digambarkan sebagai sesuatu yang lemah, namun justru menjadi penopang kehidupan. Dari tanah, tumbuhan bertumbuh, buah berkembang, lalu pada akhirnya semua kembali ke tanah. Tema ini mengajarkan bahwa meski sering dilupakan, yang sederhana dan rendah justru menjadi penopang utama dalam kehidupan.
Puisi ini bercerita tentang tanah yang berbicara—ia merasa hanya serabut halus yang lemah, mencucuk ke dalam tanah, menopang pohon dan buah yang ranum. Namun ketika buah membesar dan indah dipandang, keberadaan tanah dilupakan. Pada akhirnya, segala sesuatu—buah, daun, bahkan tubuh yang pongah—akan kembali ke tanah. Kisah ini menyinggung perjalanan kehidupan dari awal hingga akhir, di mana semua kembali pada asalnya.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini adalah pengingat tentang kerendahan hati dan keterbatasan manusia. Tanah diibaratkan sebagai sesuatu yang sering dipandang remeh, tetapi justru memiliki peran paling penting. Sama halnya dengan manusia, kadang kita melupakan hal-hal mendasar yang menopang kehidupan demi mengejar sesuatu yang indah di permukaan. Pada akhirnya, kesombongan akan runtuh, dan kita semua akan kembali menjadi tanah.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini cenderung reflektif, melankolis, dan penuh renungan. Ada nada kerendahan hati sekaligus kegetiran, karena tanah yang lemah itu dilupakan oleh yang ia topang. Namun, ada juga nuansa kepasrahan terhadap siklus kehidupan yang tak terhindarkan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang ingin disampaikan dalam puisi ini adalah bahwa hidup harus dijalani dengan rendah hati. Jangan melupakan hal-hal yang menopang kita, sekecil apa pun itu. Semua yang indah, kuat, dan anggun pada akhirnya akan kembali pada tanah. Amanat ini menekankan pentingnya kesadaran akan siklus kehidupan serta penghormatan terhadap hal-hal sederhana yang memberi kehidupan.
Imaji
Puisi ini memunculkan imaji yang kuat, antara lain:
- Imaji perasaan: “serabut halus dan lemah”, “engkau lupa kepada yang berada di bawah” menghadirkan rasa getir dan dilupakan.
- Imaji penglihatan: “buahmu membesar ranum dan memerah”, “berayun-ayun mempertontonkan diri kepada langit” menghadirkan gambaran visual tentang pohon berbuah dan pongahnya kehidupan di permukaan.
- Imaji perubahan: “menjadi ulat menjadi cendawan kembali menjadi tanah” menggambarkan siklus transformasi kehidupan yang abadi.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi – tanah digambarkan dapat berbicara, mengeluh, dan merasa dilupakan.
- Metafora – tanah sebagai simbol kerendahan hati, siklus hidup, dan tempat kembali.
- Repetisi – pengulangan kata "menjadi" di baris terakhir menekankan siklus dan keterulangan hidup.
- Hiperbola ringan – “berayun-ayun mempertontonkan diri kepada langit” memberi kesan berlebihan untuk menggambarkan kesombongan.
Puisi “Menjadi Tanah” karya Damiri Mahmud adalah refleksi yang dalam tentang asal-usul, peran, dan tujuan akhir kehidupan. Dengan mengangkat tanah sebagai tokoh utama, penyair mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam kesombongan yang fana. Semua yang indah, kuat, dan dipuja pada akhirnya akan kembali menjadi tanah.
Puisi: Menjadi Tanah
Karya: Damiri Mahmud
Biodata Damiri Mahmud:
- Damiri Mahmud lahir pada tanggal 17 Januari 1945 di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara.
- Damiri Mahmud meninggal dunia pada tanggal 30 Desember 2019 (pada usia 74) di Deli Serdang, Sumatra Utara.