Nasib
Dari pintu ke pintu kami menjual suara
Bermodal gitar usang dengan suara apa adanya
Walau hidup kami berada di jalanan
Tapi kami juga ingin mencari makan,
Berpayung matahari, berselimutkan hujan
Dalam peluh bercucuran kami pun ingin punya masa depan
Namun nasib kami menghitung uang recehan
Barangkali ini adalah takdir Kehidupan
Lewat tengah malam tak henti pengembaraan
Tidur beralas koran ..dan penuh hinaan cibiran
Kami tak lelah walau penuh tantangan
Namun Tuhan pasti kan dengarkan sepenggal harapan
Kuala Tungkal 21 Agustus 2014 pukul 01.00 dini hari
Catatan:
Diilhami suatu hari di Malioboro/Stasiun Tugu dan Kereta Api Yogyakarta: Juli 1993.
Analisis Puisi:
Puisi "Nasib" karya Ahmad Yani AZ adalah potret getir kehidupan kaum jalanan yang berjuang dengan segala keterbatasan. Dalam bait-baitnya, penyair menggambarkan realitas hidup para pengamen yang mencari nafkah dari pintu ke pintu, bermodalkan gitar usang dan suara sederhana. Puisi ini memunculkan kejujuran sekaligus keluh-kesah, tetapi tetap dibalut dengan semangat serta keyakinan bahwa Tuhan mendengar doa mereka.
Tema
Tema utama puisi ini adalah ketidakpastian hidup kaum marginal dan perjuangan keras untuk bertahan hidup di tengah keterbatasan. Tema ini menyoroti realitas sosial yang sering terabaikan, tetapi tetap relevan dalam kehidupan masyarakat modern.
Puisi ini bercerita tentang kehidupan pengamen jalanan yang berkeliling dari pintu ke pintu dengan modal gitar tua. Mereka berpanas-panasan di siang hari, kehujanan di malam hari, tidur beralas koran, serta kerap menerima hinaan dari orang lain. Meski begitu, mereka tetap berjuang demi masa depan dan menaruh harapan pada Tuhan.
Makna tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah pesan kepedulian terhadap kaum kecil yang sering dipandang sebelah mata. Puisi ini mengingatkan pembaca bahwa di balik suara nyanyian jalanan, ada kehidupan penuh perjuangan, harapan, dan doa yang tulus. Selain itu, ada makna religius bahwa meski manusia sering meremehkan, Tuhan tetap menjadi tempat terakhir yang mendengar dan memberi jalan keluar.
Suasana dalam puisi
Suasana yang muncul dalam puisi ini adalah melankolis, getir, sekaligus penuh harapan. Ada rasa iba ketika menggambarkan tidur beralas koran dan hinaan orang lain, namun juga muncul semangat pantang menyerah serta keyakinan religius bahwa Tuhan tidak menutup telinga terhadap doa orang kecil.
Amanat / pesan yang disampaikan
Amanat yang disampaikan adalah jangan memandang rendah kaum marginal, karena mereka pun berjuang untuk hidup layak. Selain itu, puisi ini juga mengajarkan agar manusia tetap tegar dalam menghadapi cobaan hidup, dan tidak kehilangan harapan karena Tuhan selalu mendengar doa hambanya.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji yang kuat, antara lain:
- Imaji visual: “berpayung matahari, berselimutkan hujan”, “tidur beralas koran” yang melukiskan keadaan nyata para pengamen jalanan.
- Imaji auditif (pendengaran): “kami menjual suara, bermodal gitar usang” yang menggambarkan bunyi nyanyian di jalanan.
- Imaji perasaan: “penuh hinaan cibiran” menimbulkan rasa iba, marah, sekaligus haru.
Majas
Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: “berpayung matahari, berselimutkan hujan” sebagai perumpamaan penderitaan hidup di jalanan.
- Hiperbola: “dari pintu ke pintu kami menjual suara” melebih-lebihkan usaha keras mereka demi sesuap nasi.
- Personifikasi: “nasib kami menghitung uang recehan” seolah nasib yang menentukan jalannya kehidupan.
- Repetisi: pengulangan kata “kami” untuk menegaskan suara kolektif kaum kecil.
Puisi Nasib karya Ahmad Yani AZ merupakan gambaran jujur tentang realitas kaum jalanan yang hidup dalam kesederhanaan dan penderitaan, namun tetap memelihara semangat serta doa. Dengan tema perjuangan hidup, puisi ini bercerita tentang pengamen yang mencari makan di jalanan, menghadirkan makna tersirat berupa kepedulian sosial dan harapan kepada Tuhan. Imaji dan majas yang digunakan memperkuat kesan getir namun penuh makna, sementara pesan yang tersampaikan adalah jangan meremehkan orang kecil karena mereka pun punya harga diri, harapan, dan masa depan.
Puisi: Nasib
Karya: Ahmad Yani AZ
Biodata Ahmad Yani AZ:
Ahmad Yani AZ lahir di Kuala Tungkal (Bungsu dari 9 bersaudara, 11 Februari 1969. Sejak kelas 4 SD sudah mulai mencoba untuk terjun ke dunia kepenulisan dan sampai SLTA maupun saat melanjutkan studi pada Akademi Komunikasi Jurnalistik Yogyakarta sampai sekarang ini. Yang pada waktu itu mengikuti test pada Universitas Jambi, IKIP Karang Malang dan Institut Seni Indonesia Jurusan Tari, justru lulus pada Akademi Komunikasi Jurnalistik Yogyakarta (tahun 1993).
Di samping menekuni dunia kepenulisan, juga sambil aktif mengisi waktu masuk di sanggar Natya Lakshita Yogyakarta pimpinan Didik Nini Thowok (3 bulan) dan LPK. Kepenyiaran Radio & TV (Jurusan Kepenulisan Naskah 1994).
Selesai di Akademi Komunikasi Yogyakarta dan kembali ke kampung halaman, kemudian menjadi Freelance Journalist (dan magang) di Harian Independent (yang sekarang Jambi Independent) kemudian aktif menulis di rubrik opini dan budaya di Pos Metro, Jambi Ekspres dan sempat menjadi Kabiro/Reporter Mingguan Jambi Post (1998-2000), Pimred Bulletin Poltik KIN RADIO (2004), kemudian diminta menjadi staf redaksi Mingguan Media Pos Medan (lebih kurang 1,5 tahun: 2002), Wakil Sekretaris Pincab. Pemuda Panca Marga (2001–2014), Bagian Seni Budaya/Pariwisata Pemuda Panca Marga Tanjab Barat 2014-2018 dan 2009-2012 Freelance Journalist: Harian Radar Tanjab, Pos Metro, Jambi Eks, Jambi Independent, Infojambi, Tipikor Meda, Harian Jambi, Tribun, Staf Disporabudpar Tanjab Barat (November 2014 sampai sekarang Wartawan/Pengasuh Rubrik Seni dan Sastra Harian Tungkal Post). Putra bungsu H. Ahmad Zaini (Tokoh Pejuang/Anggota Veteran, Anggota Laskar Hisbullah, Barisan Selempang Merah & Saksi/Pelaku Sejarah).