Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Orkes Pagi Hari (Karya Mustafa Ismail)

Puisi "Orkes Pagi Hari" karya Mustafa Ismail penuh refleksi batin tentang perjalanan hidup, kerinduan pada rumah (baik dalam arti fisik maupun ...
Orkes Pagi Hari
(– episode sebuah rumah)

Menulis perjalanan itu, bagai kembali dari sebuah pengasingan
aku menemukan kembali rumah yang hilang sekian abad
juga terminal yang ditinggal pergi
tapi siapa mengerti bahwa kekeringan bakal berlanjut
bumi tetap tak menumbuhkan pohon-pohon
dan keningku sunyi karenanya.

Siapa sebenarnya yang tidak berani mencintai
atau menulis pagi dengan warna berbeda
kenyataanlah yang kerap membuat jalanan terbelah
memunculkan kota-kota gemerlap dan kemudian hilang dalam
ketakutan orang-orang sakit
maka aku mengenalmu: kota-kota itu runtuh membentuk
embun kecil di atas daun

Kini kubiarkan pohon-pohon bertumbuhan dan abadi dalam diriku
lalu aku mencatat sejarah yang lewat; disiram matahari dan malam
membentuk kebahagian-kebahagian kecil
dengan begitulah kau tahu bahwa aku berabad-abad melukiskanmu dengan darah di jemariku, wahai
rumah yang selalu menyelimuti tidur jagaku

Mataku tetap akan meluncurkan matahari
meski pohon-pohon meranting memanggil sebuah musim gugur
saat semua harus dilupakan
dan kebahagiaanku bertambah satu: bahagia telah mengirim gairah musim padamu.

Jakarta, 16 Juli 1997

Analisis Puisi:

Puisi "Orkes Pagi Hari" karya Mustafa Ismail adalah sebuah karya yang penuh refleksi batin tentang perjalanan hidup, kerinduan pada rumah (baik dalam arti fisik maupun spiritual), serta pergulatan manusia dengan waktu, kehilangan, dan kebahagiaan kecil yang tumbuh di sela penderitaan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pencarian makna hidup melalui rumah, waktu, dan kebahagiaan kecil. Rumah dalam puisi ini menjadi simbol tempat kembali setelah pengasingan panjang, sebuah titik awal dan akhir perjalanan batin manusia.

Puisi ini bercerita tentang seorang aku lirik yang menuliskan perjalanan hidupnya. Ia merasa kembali dari pengasingan panjang, menemukan kembali rumah yang hilang, dan menyadari betapa rapuhnya kenyataan yang dilalui manusia. Kota-kota yang gemerlap bisa runtuh, musim berganti, dan pohon-pohon tetap bisa tumbuh abadi dalam jiwa. Dari sanalah ia belajar menemukan kebahagiaan kecil dan gairah baru untuk melanjutkan hidup.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah bahwa hidup adalah perjalanan penuh luka, kehilangan, dan kekeringan, namun manusia selalu punya kesempatan untuk menemukan kembali rumah, kebahagiaan, dan makna hidup. Rumah dalam puisi ini bisa dipahami sebagai tempat perlindungan, memori masa lalu, atau bahkan hati nurani tempat manusia kembali setelah kelelahan menghadapi dunia.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa melankolis, reflektif, sekaligus optimis. Ada kesunyian dan kesedihan dalam penggalan tentang kekeringan dan kota yang runtuh, tetapi juga ada semangat baru dalam kebahagiaan kecil, embun, dan gairah musim yang hadir kembali.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah bahwa dalam hidup yang penuh keterasingan, kehilangan, dan kehancuran, manusia perlu menemukan kembali makna dan kebahagiaan kecil untuk bertahan. Rumah—baik dalam arti keluarga, jiwa, atau iman—adalah tempat yang selalu menyelimuti kita, bahkan ketika dunia terasa runtuh.

Imaji

Beberapa imaji yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • “menulis perjalanan itu, bagai kembali dari sebuah pengasingan”: imaji perjalanan batin yang penuh keterasingan.
  • “kota-kota itu runtuh membentuk embun kecil di atas daun”: imaji visual yang kuat, mengontraskan kehancuran besar dengan kesederhanaan dan keindahan kecil.
  • “pohon-pohon bertumbuhan dan abadi dalam diriku”: imaji pertumbuhan batin yang penuh harapan.
  • “mataku tetap akan meluncurkan matahari”: imaji cahaya dan semangat hidup yang terus menyala.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini adalah:
  • Metafora: “rumah yang selalu menyelimuti tidur jagaku” menggambarkan rumah sebagai simbol kenyamanan dan perlindungan batin.
  • Personifikasi: “keningku sunyi karenanya” memberi sifat manusia pada bagian tubuh untuk menggambarkan kesedihan.
  • Hiperbola: “berabad-abad melukiskanmu dengan darah di jemariku” menegaskan intensitas rasa dan perjuangan hidup.
  • Simbolisme: “embun kecil di atas daun” melambangkan harapan dan kebahagiaan sederhana setelah kehancuran.
Puisi "Orkes Pagi Hari" karya Mustafa Ismail adalah refleksi tentang hidup, rumah, dan makna kebahagiaan kecil. Tema yang diangkat berpusat pada pencarian rumah sebagai simbol perlindungan batin, dengan makna tersirat bahwa manusia dapat menemukan kembali harapan meski dunia sering menghadirkan kekeringan dan keterasingan. Imaji yang kuat dan majas yang kaya membuat puisi ini terasa melankolis sekaligus penuh optimisme, menyadarkan kita bahwa kebahagiaan sederhana sering lahir dari luka dan perjalanan panjang kehidupan.

Mustafa Ismail
Puisi: Orkes Pagi Hari
Karya: Mustafa Ismail

Biodata Mustafa Ismail:
  • Mustafa Ismail lahir pada tanggal 25 Agustus 1971 di Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.