Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Orkestra di Stasiun Kota (Karya Dorothea Rosa Herliany)

Puisi "Orkestra di Stasiun Kota" karya Dorothea Rosa Herliany bercerita tentang sebuah suasana di stasiun kota yang penuh kehampaan, bangku-bangku ...
Orkestra di Stasiun Kota (2)

Bangku-bangku kosong, tanpa jejak-jejak penonton
-kau yang menempuruk di sampingku
mengapa tiba-tiba bergegas ke seberang waktu?
(datang pergi irama nafas kereta
mengusung bayanganmu)

Lokomotif hitam, irama-irama yang hitam
dan aku yang terkurung dinding gelap
tanpa jendela terbuka
sendiri, hingga ketakutan mengental, - duka!

1987

Sumber: Matahari yang Mengalir (1990)

Analisis Puisi:

Puisi "Orkestra di Stasiun Kota" karya Dorothea Rosa Herliany merupakan potret suasana urban yang kelam, penuh kesepian, dan berlapis simbol eksistensial. Dengan gaya ekspresif, penyair menghadirkan ruang publik berupa stasiun, tetapi mengisinya dengan kehampaan, kegelapan, dan perasaan duka yang mengental.

Tema

Tema puisi ini adalah kesepian, kehilangan, dan kegelapan hidup. Kehidupan kota dengan kereta dan stasiun dijadikan simbol perjalanan waktu dan perubahan, sementara manusia di dalamnya digambarkan terjebak dalam sunyi dan keterasingan.

Puisi ini bercerita tentang sebuah suasana di stasiun kota yang penuh kehampaan, bangku-bangku kosong, jejak penonton yang tak ada, dan seseorang yang tiba-tiba pergi meninggalkan. Irama kereta hadir sebagai latar, membawa bayangan kenangan, sementara tokoh aku liris merasa terkepung kegelapan dan duka yang menebal.

Makna tersirat

Makna tersiratnya adalah keterasingan manusia modern di tengah hiruk-pikuk kota. Stasiun, yang biasanya dipenuhi lalu lalang, justru hadir sebagai ruang kosong dan suram. Kehilangan seseorang yang pergi diibaratkan seperti kereta yang melintas, meninggalkan duka dan ketakutan. Puisi ini juga bisa dibaca sebagai refleksi eksistensial: manusia hanyalah penumpang yang singgah, sementara waktu terus bergerak tanpa bisa dihentikan.

Suasana dalam puisi

Suasana yang dibangun adalah sunyi, muram, dan mencekam. Kehampaan bangku kosong, dinding gelap, dan irama lokomotif hitam menegaskan atmosfer penuh kesedihan.

Amanat / Pesan yang disampaikan puisi

Amanat yang dapat ditangkap adalah pentingnya kesadaran akan kefanaan hidup dan kehilangan. Segala yang hadir dalam kehidupan bisa pergi tiba-tiba, sebagaimana bayangan yang dibawa kereta. Puisi ini mengingatkan bahwa manusia harus berani menghadapi kesepian dan duka.

Imaji

Beberapa imaji kuat dalam puisi ini antara lain:
  • Visual: “Bangku-bangku kosong”, “lokomotif hitam”, dan “dinding gelap tanpa jendela” menghadirkan gambaran visual yang kelam.
  • Auditori: “irama nafas kereta” menciptakan kesan suara yang monoton sekaligus menegangkan.
  • Kinestetik: “bergegas ke seberang waktu” memberi sensasi gerak yang cepat, simbol kepergian yang tak terelakkan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi – “irama nafas kereta” seolah kereta bernyawa.
  • Metafora – kereta dan stasiun menjadi simbol perjalanan waktu dan perpisahan.
  • Hiperbola – “hingga ketakutan mengental” memberikan kesan rasa takut yang berlebihan dan mencekam.
Puisi "Orkestra di Stasiun Kota" karya Dorothea Rosa Herliany menampilkan potret kesepian urban yang penuh kehilangan. Dengan tema keterasingan dan kefanaan, puisi ini bercerita tentang ruang publik yang kosong dan kegelapan batin manusia yang ditinggalkan. Imaji visual, auditori, dan kinestetik yang kuat berpadu dengan majas personifikasi serta metafora, menjadikan puisi ini sebagai orkestra muram tentang waktu, perpisahan, dan duka yang pekat.

Dorothea Rosa Herliany
Puisi: Orkestra di Stasiun Kota
Karya: Dorothea Rosa Herliany

Biodata Dorothea Rosa Herliany:
  • Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
  • Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.
© Sepenuhnya. All rights reserved.