Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Roh (Karya Ngurah Parsua)

Puisi "Roh" karya Ngurah Parsua bercerita tentang manusia yang berkerumun dalam realitas hidupnya, dihadapkan pada berbagai persoalan yang melekat: ..
Roh

Berkerumun siapakah itu?
manusia
api tak mati
hidupnya hidup
matinya mati
tak luka darahnya
pengembara
kemiskinan
keadilan
pasar
tanah
samudara bijak?
Mayat
sia-sia palsu menipu diri
bebas

Denpasar, 1999

Analisis Puisi:

Puisi "Roh" karya Ngurah Parsua merupakan salah satu karya yang menampilkan perenungan eksistensial tentang manusia dan kehidupannya. Dengan gaya ungkap yang padat, penuh pertanyaan, dan sarat simbol, puisi ini menghadirkan refleksi mengenai hakikat hidup, penderitaan, serta kebebasan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah hakikat manusia dan pergulatannya dalam kehidupan. Penyair menghadirkan manusia sebagai sosok yang hidup di tengah paradoks: antara hidup dan mati, kemiskinan dan keadilan, kebebasan dan penipuan diri.

Puisi ini bercerita tentang manusia yang berkerumun dalam realitas hidupnya, dihadapkan pada berbagai persoalan yang melekat: kemiskinan, keadilan, pasar, tanah, hingga kebijaksanaan yang sulit dicapai. Ada pula bayangan tentang mayat dan penipuan diri, yang seolah menjadi kritik terhadap kehidupan yang seringkali terjebak dalam kesia-siaan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah pencarian makna hidup manusia di tengah realitas sosial yang keras dan penuh ketidakadilan. Penyair ingin menegaskan bahwa hidup manusia tak sekadar tentang keberadaan jasmani—hidup dan mati—tetapi juga tentang roh yang harus berhadapan dengan persoalan kemiskinan, ketidakadilan, serta tipuan kehidupan. Pada akhirnya, kebebasan menjadi sebuah jawaban, meski ia hadir dengan tanda tanya besar: apakah manusia benar-benar bebas?

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa tegang, gelisah, sekaligus reflektif. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul memberikan nuansa permenungan filosofis, seolah mengajak pembaca untuk ikut merenungi makna eksistensi manusia.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah manusia perlu memahami hakikat dirinya, tidak terjebak dalam kepalsuan hidup, serta berani menghadapi kenyataan sosial dengan kesadaran penuh. Kebebasan sejati tidak datang dari tipuan atau kesia-siaan, tetapi dari kesadaran akan realitas hidup yang kompleks.

Imaji

Puisi ini menghadirkan beberapa imaji yang kuat:
  • “berkerumun siapakah itu?” membangkitkan imaji tentang sekelompok manusia yang tak jelas identitasnya.
  • “api tak mati” menghadirkan imaji kekuatan atau semangat yang abadi.
  • “tak luka darahnya” memunculkan imaji manusia yang kebal terhadap penderitaan fisik, namun mungkin luka secara batin.
  • “mayat / sia-sia palsu menipu diri” menghadirkan imaji kematian yang bukan hanya jasmani, tetapi juga spiritual.

Majas

Beberapa majas yang terdapat dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: kata roh, api tak mati, dan mayat digunakan sebagai lambang untuk menggambarkan kondisi batin manusia.
  • Paradoks: “hidupnya hidup / matinya mati” menegaskan kontradiksi yang sulit dipahami, namun justru memperkaya makna.
  • Pertanyaan retoris: “berkerumun siapakah itu?” dan “samudara bijak?” digunakan untuk menggugah pembaca merenungkan jawabannya sendiri.
  • Personifikasi: api tak mati digambarkan seolah memiliki sifat hidup seperti manusia.
Puisi "Roh" karya Ngurah Parsua adalah sebuah permenungan filosofis tentang eksistensi manusia yang selalu berhadapan dengan realitas sosial, kepalsuan hidup, dan pertanyaan tentang kebebasan. Dengan tema kemanusiaan dan hakikat hidup, puisi ini bercerita tentang manusia yang berkerumun dalam paradoks kehidupan. Makna tersiratnya menegaskan bahwa hidup sejati adalah ketika manusia sadar akan hakikat dirinya dan tidak tertipu oleh kepalsuan. Imaji yang kuat dan majas yang padat menjadikan puisi ini sebagai karya yang sarat renungan.

Ngurah Parsua
Puisi: Roh
Karya: Ngurah Parsua

Biodata Ngurah Parsua:
  • Ngurah Parsua memiliki nama lengkap I Gusti Ngurah Parsua.
  • Ngurah Parsua lahir di Bondalem, Singaraja, Buleleng.
© Sepenuhnya. All rights reserved.