Rohingya
rumah yang memberi kita daun pintu
dan jendela
bayangan muka tinggal mengeras
pada bayangan kaca
darah
dan bumi menangis
dalam kristal kamar
menyaksikan segala
tak pernah mengucapkan
selamat tinggal
Pada luka dunia
Analisis Puisi:
Puisi berjudul "Rohingya" karya Damiri Mahmud merupakan salah satu karya yang sarat makna, meskipun ditulis dengan ungkapan yang sangat padat dan penuh simbol. Dengan larik-larik pendek, penyair berhasil merangkum kesedihan, kepedihan, dan luka kemanusiaan yang dialami oleh etnis Rohingya dalam perjalanan sejarah mereka.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah penderitaan kemanusiaan akibat penindasan. Penyair mengangkat tragedi yang menimpa etnis Rohingya bukan hanya sebagai sebuah kisah etnis tertentu, melainkan sebagai potret luka dunia yang mencerminkan betapa rapuhnya nilai kemanusiaan di hadapan kekerasan dan diskriminasi.
Puisi ini bercerita tentang rumah dan tanah air yang hilang, serta jejak penderitaan yang tertinggal di baliknya. Kata rumah di awal puisi melambangkan tempat tinggal, identitas, dan ruang aman yang seharusnya memberi kehangatan. Namun, di balik simbol rumah itu, terselip kesunyian dan kehancuran: pintu dan jendela hanya tinggal bayangan, darah mengotori bumi, dan kesedihan membatu dalam ruang-ruang sepi. Puisi ini merekam kisah pengungsian, kehilangan, dan luka yang tak pernah sempat diucapkan selamat tinggal.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah ratapan universal terhadap hilangnya kemanusiaan. Bukan hanya Rohingya yang dimaksud, melainkan seluruh manusia yang tertindas, terusir dari rumahnya, dan dipaksa hidup dalam penderitaan. Baris terakhir “Pada luka dunia” menegaskan bahwa tragedi ini bukan sekadar milik satu bangsa, melainkan luka bersama umat manusia. Penyair seolah ingin mengatakan bahwa tragedi kemanusiaan di satu tempat adalah bagian dari luka peradaban global.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang ditangkap dari puisi ini adalah suram, getir, dan penuh keheningan yang menyesakkan. Imaji tentang bayangan muka tinggal mengeras pada bayangan kaca memberikan kesan dingin dan hampa, sementara kata darah dan bumi menangis mempertegas kesan tragis. Keseluruhan suasana puisi ini menghadirkan gambaran duka mendalam yang seakan membeku dalam ruang batin pembaca.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang ingin disampaikan penyair adalah bahwa kita tidak boleh melupakan penderitaan orang-orang yang terusir, tertindas, dan kehilangan rumahnya. Tragedi Rohingya menjadi simbol bahwa dunia masih menyimpan luka besar akibat intoleransi dan ketidakadilan. Puisi ini mengingatkan bahwa kemanusiaan adalah tanggung jawab bersama, dan diam di hadapan penderitaan berarti membiarkan luka dunia semakin membusuk.
Imaji
Puisi ini dipenuhi dengan imaji visual yang kuat. Misalnya:
- “rumah yang memberi kita daun pintu / dan jendela” menghadirkan bayangan rumah fisik, sebuah ruang aman yang kini hanya berupa ingatan.
- “bayangan muka tinggal mengeras / pada bayangan kaca” memberi gambaran wajah yang membeku, tidak lagi hidup, seakan menjadi patung kesedihan.
- “darah / dan bumi menangis” merupakan imaji visual dan auditif sekaligus, yang memperlihatkan pertumpahan darah dan kesedihan alam itu sendiri.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora – “rumah yang memberi kita daun pintu / dan jendela” melambangkan tempat tinggal, identitas, dan rasa aman yang hilang.
- Personifikasi – “bumi menangis” menggambarkan seakan-akan bumi ikut berduka menyaksikan tragedi kemanusiaan.
- Simbolisme – kata darah menjadi simbol kekerasan dan penderitaan, sedangkan bayangan kaca melambangkan jejak yang dingin dan tak berdaya.
Puisi "Rohingya" karya Damiri Mahmud berhasil mengikat tragedi kemanusiaan dalam larik-larik pendek yang padat makna. Dengan bahasa simbolis dan imaji yang tajam, penyair menghadirkan bukan hanya potret penderitaan etnis Rohingya, melainkan juga sebuah renungan tentang luka dunia yang belum sembuh. Melalui puisi ini, pembaca diajak untuk tidak memalingkan wajah dari penderitaan, sebab setiap luka di suatu tempat adalah bagian dari kemanusiaan kita bersama.
Puisi: Rohingya
Karya: Damiri Mahmud
Biodata Damiri Mahmud:
- Damiri Mahmud lahir pada tanggal 17 Januari 1945 di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara.
- Damiri Mahmud meninggal dunia pada tanggal 30 Desember 2019 (pada usia 74) di Deli Serdang, Sumatra Utara.