Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Rubayat (Karya Arif Bagus Prasetyo)

Puisi "Rubayat" karya Arif Bagus Prasetyo mengajak pembaca merenungi bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari hukum alam: setiap yang tumbuh ...
Rubayat

Hutan gugur itu terus-menerus melepaskan daun-daunnya ke
arah
musim yang hampir mati.
Ada selembar: hampir, bisikmu.
Tapi lihat, hei! Dekat telaga aku menjelma selembar
daun yang kaulepaskan di luar musim: ada yang memintaku
pada pasir.

1995

Sumber: Memento (2009)

Analisis Puisi:

Puisi "Rubayat" mengangkat tema tentang perubahan, kefanaan, dan keterikatan manusia dengan alam. Melalui gambaran hutan gugur, daun, musim, dan telaga, penyair merefleksikan perjalanan hidup, kehilangan, dan keberlanjutan yang tidak terelakkan.

Puisi ini bercerita tentang hutan gugur yang melepaskan daun-daunnya di ambang musim yang hampir mati. Dalam suasana itu, hadir suara bisikan, lalu penyair menghadirkan dirinya sebagai selembar daun yang dilepaskan di luar musim. Daun itu jatuh, bahkan seakan-akan ada yang “memintanya” pada pasir. Kisah sederhana tentang daun gugur ini menyimpan lapisan makna yang lebih dalam, bukan sekadar tentang alam, tetapi juga perjalanan batin manusia.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah renungan tentang kefanaan hidup dan keterasingan. Daun yang jatuh di luar musim bisa ditafsirkan sebagai lambang dari sesuatu yang datang atau berakhir tidak pada waktunya—seperti kehidupan yang dipotong, cinta yang belum selesai, atau perpisahan yang tiba-tiba. Ada pula pesan tentang kerentanan manusia: selembar daun yang lepas dari pohonnya tidak lagi berdaya, hanya mengikuti arus takdir hingga ia diminta kembali oleh bumi.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa melankolis, kontemplatif, dan sedikit getir. Hutan gugur yang melepaskan daun-daunnya menggambarkan kesedihan dan kepunahan, sementara bisikan dan kehadiran telaga memberi nuansa hening dan penuh perenungan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang bisa ditangkap adalah bahwa kehidupan memiliki siklus dan ketetapannya sendiri, dan manusia, sebagaimana daun, hanyalah bagian dari perjalanan itu. Kita tidak bisa mengatur kapan harus bertahan atau kapan harus dilepaskan. Yang bisa dilakukan hanyalah menerima dan menyadari bahwa setiap kehilangan atau keterpisahan adalah bagian dari hukum alam.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan auditif:
  • “Hutan gugur itu terus-menerus melepaskan daun-daunnya” menggambarkan suasana visual pohon-pohon yang kehilangan daunnya.
  • “Dekat telaga aku menjelma selembar daun” menghadirkan bayangan tenang sekaligus getir dari gugurnya daun ke air.
  • “Ada yang memintaku pada pasir” menimbulkan imaji hening dan penuh misteri, seolah daun (atau diri) ditarik oleh kekuatan tak terlihat.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi – hutan digambarkan seolah mampu “melepaskan” daunnya dengan sadar.
  • Metafora – penyair menjelma sebagai “selembar daun” yang dilepaskan di luar musim, simbol manusia yang terpisah dari akar kehidupannya.
  • Hiperbola – “musim yang hampir mati” memperkuat kesan dramatis dari perubahan alam.
  • Alegori – kisah daun dan musim menjadi perlambang perjalanan hidup manusia dari kelahiran hingga kembali ke tanah.
Puisi "Rubayat" karya Arif Bagus Prasetyo adalah karya pendek namun sarat makna, yang menghadirkan renungan tentang kefanaan hidup, keterasingan, dan kepasrahan pada takdir. Dengan imaji hutan, gugurnya daun, dan telaga yang hening, penyair mengajak pembaca merenungi bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari hukum alam: setiap yang tumbuh pasti akan gugur, setiap yang lepas akan kembali, dan setiap perpisahan menyimpan makna tentang keberlanjutan.

Arif Bagus Prasetyo
Puisi: Rubayat
Karya: Arif Bagus Prasetyo
© Sepenuhnya. All rights reserved.