Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sajak untuk Svetlana B. (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Sajak untuk Svetlana B." karya Goenawan Mohamad bercerita tentang percakapan dan pertemuan dua orang yang mencoba menunjukkan “negerinya” ...
Sajak untuk Svetlana B.

"Coba tunjukkan
di mana negrimu,
di peta lama
telapak tanganku."

Lalu kita pun berjalan,
ke arah museum lukisan
dengan langkah yang sedih,
di kakilima yang kusam

"Langit warna ganih,"
katamu, dan kulihat kain kafan
terentang tak teraih
pada kemah-kemah awan.

Lalu kita duduk di kafe itu
Lalu kutunjukkan negeriku
"Di sini", kataku. Kuraba parasmu.
Dan kau menciumku: "Seperti Kematian itu", katamu.

1990

Sumber: Horison (Juli, 1990)

Analisis Puisi:

Goenawan Mohamad adalah salah satu penyair Indonesia yang kerap menulis sajak dengan nuansa reflektif, filosofis, dan sarat simbol. Dalam puisinya yang berjudul “Sajak untuk Svetlana B.”, Goenawan menghadirkan perjumpaan yang sederhana tetapi menyimpan makna mendalam tentang identitas, keterasingan, dan kematian. Puisi ini terasa intim, namun juga penuh misteri, sehingga mengundang pembaca untuk menyelami lapisan-lapisan makna yang tersembunyi di balik diksi-diksi sederhana.

Tema

Tema utama puisi ini adalah keterasingan manusia dalam mencari identitas dan makna hidup, yang senantiasa bersinggungan dengan bayangan kematian. Puisi ini menyingkap pertemuan dua individu yang mencoba saling memahami diri dan asal-usulnya, namun berakhir pada kesadaran akan kefanaan hidup.

Puisi ini bercerita tentang percakapan dan pertemuan dua orang yang mencoba menunjukkan “negerinya” masing-masing. Negeri dalam konteks puisi ini bisa dipahami secara literal sebagai tanah asal, tetapi juga bisa diartikan secara metaforis sebagai identitas atau bagian terdalam dari diri seseorang.

Dialog yang terjadi diwarnai dengan kesedihan, seolah keduanya sadar bahwa pencarian identitas ini tidak akan pernah lengkap tanpa berhadapan dengan kefanaan. Adegan berpindah dari peta di telapak tangan, museum lukisan, langit ganih yang menyerupai kain kafan, hingga duduk di sebuah kafe. Puncaknya, perjumpaan yang intim itu ditutup dengan sebuah ciuman yang diibaratkan “seperti kematian.”

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa pencarian identitas manusia selalu berhubungan dengan kesementaraan hidup. Negeri yang ditanyakan bukan hanya tanah asal, melainkan simbol dari jati diri. Saat tokoh aku mencoba menunjukkan “negerinya” kepada Svetlana, ia meraba wajahnya, seakan mengatakan bahwa identitas tidak hanya ada dalam batas geografis, tetapi juga dalam pengalaman manusia dan hubungan yang terjalin.

Ciuman yang “seperti kematian” menyiratkan bahwa cinta dan kematian memiliki kedekatan makna: keduanya menghadirkan kepasrahan total, keintiman, sekaligus ketidakpastian.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini adalah melankolis, reflektif, dan penuh kesedihan yang halus. Dari awal hingga akhir, pembaca diajak berjalan dalam atmosfer sendu: dari langkah di museum, langit yang menyerupai kain kafan, hingga duduk di kafe dengan kesadaran bahwa perjumpaan ini terkait dengan kefanaan.

Amanat / Pesan yang disampaikan

Pesan yang dapat ditarik dari puisi ini adalah bahwa identitas manusia tidak bisa dilepaskan dari kefanaan hidup. Kita mungkin mencari “negeri” kita—baik dalam arti asal-usul, makna hidup, maupun cinta—tetapi pada akhirnya, semuanya berujung pada kesadaran akan kematian.

Selain itu, puisi ini juga memberi pesan tentang pentingnya keintiman dalam memahami diri sendiri maupun orang lain. Identitas bukan sekadar soal peta atau wilayah, melainkan sesuatu yang hadir melalui pengalaman emosional dan relasi manusia.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji yang memperkuat nuansa melankolisnya:
  • Imaji visual: “di peta lama telapak tanganku”, menghadirkan gambaran peta metaforis di tangan manusia.
  • Imaji gerak: “Lalu kita pun berjalan, ke arah museum lukisan”, memperlihatkan pergerakan dua tokoh dalam kesedihan.
  • Imaji visual-metaforis: “langit warna ganih… kain kafan terentang tak teraih pada kemah-kemah awan”, menggambarkan langit yang disamakan dengan kain kafan, menghadirkan kesan kematian.
  • Imaji perasaan: “Dan kau menciumku: ‘Seperti Kematian itu’, katamu”, menghadirkan keintiman yang bercampur dengan kesadaran akan kefanaan.

Majas

Beberapa majas yang dapat ditemukan dalam puisi ini antara lain:

Metafora
  • “di peta lama telapak tanganku” → peta menjadi simbol perjalanan hidup dan identitas.
  • “kau menciumku: Seperti Kematian itu” → ciuman menjadi metafora untuk kepasrahan total, menyerahkan diri, mirip dengan kematian.
Personifikasi
  • “kain kafan terentang tak teraih pada kemah-kemah awan” → langit digambarkan seperti kain kafan yang membentang.
Simbolisme
  • Museum, kafe, peta, dan kafan bukan hanya benda literal, melainkan simbol dari perjalanan batin, identitas, dan kefanaan.
Puisi "Sajak untuk Svetlana B." karya Goenawan Mohamad adalah puisi yang singkat tetapi padat dengan simbol dan makna. Dengan tema keterasingan, identitas, dan kefanaan, puisi ini menghadirkan kisah tentang dua manusia yang mencari negerinya masing-masing, hanya untuk berhadapan dengan kesadaran bahwa hidup dan cinta pada akhirnya selalu berdampingan dengan kematian. Imaji yang melankolis dan majas yang kuat membuat puisi ini menyentuh, sekaligus memaksa pembaca untuk merenung lebih dalam tentang asal-usul dan tujuan hidup.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Sajak untuk Svetlana B.
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.