Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Salam Penyair (Karya Ragil Suwarna Pragolapati)

Puisi "Salam Penyair" karya Ragil Suwarna Pragolapati bercerita tentang kehidupan yang semakin sibuk, penuh problem, dan serba praktis, tetapi ...
Salam Penyair

    Salam padamu, Saudaraku. Di luar, hidup makin kemrungsung, zaman begini gemuruh, siang-malam-mu repot, namun kau sudi ayun langkah buang tempo, menikmati sajak dibaca dan penyair ditanggap. Hidup begini canggih berpacu, zaman super-modern melaju, jadual tugas bagai penjara mengungkung, waktu pun terus memburu. Kau juga mengeluh kekurangan waktu siang-malam-mu, padahal mustahil ada waktu extra dijual orang di pasar dan toko. Di sini, lho kok ada suaka istirah dalam santai, buka hati menikmati puisi mengalir ke samudera batin. Ya, siapa tahu kau beroleh hikmah dan nilai faedah, agar kalbumu bagai aki yang disetrumkan lagi, atau mobil turun mesin, bagai kendaraan sehabis servis. Kan tidak rugi?

    Salam padamu, Saudaraku. Datangmu ke sini melalui jalan-raya padat problem lalu-lintas, tiap tikungan atau persimpangan penuh debar jantung boros energi, sekadar melibati komunikasi, mengaktualisasikan diri dan memuliakan silaturahmi, terseling baca puisi. Padahal, di luar, hidupmu makin canggih dalam ongkos tinggi dengan tuntutan aeng-aeng. Rumah penuh problem. Kampusmu memikul beban bagai deret uku tanpa akhir. Kantor pun penuh borjuasi dan birokrasi. Organisasi dan lembagamu penuh beban keterbatasan diri. Ruang pergaulan menyempit. Tegur-sapa komunikasi makin mahal dan rumit. Lho, kok masih sempat-sempatnya baca puisi dinikmati publik.

    Salam padamu, Saudaraku. Ini forum elok, momentum ajaib, suasana bikin kangen. Maafkanlah jika puisi tidak selalu enak-efisien-baik. Ampunilah, jika sang penyair tidak selalu menarik publik ditanggap macam ini.

    Salam padamu, Saudaraku. Adakah angka statistika: setahun berapa banyak puisi dibaca, bagaimana frekuensinya? Setahun berapa kali puisi jadi simposium-diskusi-seminar, berapa kali jadi lomba tulis dan baca, apa ada diagram biayanya, daftar penikmat dan sponsor? Ah, komputer belum memberi angka, dokumentasi tiada memberi fakta. Tapi kesan umum, puisi itu penting di forum. Mustahil disetop seminar-diskusi-simposium. Puisi terkuliahkan tiap semester. Jadi ujian akhir, skripsi dan disertasi. Ajaib, tiap periode selalu saja ada penyair lahir, dari rahim situasi-kondisi. Sebenarnya, berapakah nilai puisi, apa relevensinya bagi hidup kesehari?
           
    Salam padamu, Saudaraku. Periksalah KTP atau SIM, adakah orang mengisi kolom pekerjaan sebagai: penyair? Cinta-asmara boleh kau ungkap dengan puisi, tapi jangan salahkan gadis enggan kawin dengan penyair atau calon mertua melecehkan lamaran si penyair, dengan mahar puisi. Jika ada orang berani hidup dengan nafkah puisi sungguh dia makhluk langka. Honorarium puisi amat rendah. Media puisi pun terbatas. Lumrahlah jika penyair: bukanlah profesi ideal cowok-cewek masa kini. Puisi atau jagad penyair itu seperti gunung api: ada kepundan frustrasi, ada magma minder, ada lahar konflik, ada pula gempa pahit-getir. Menjadi penyair seolah kompensasi manusia gagal, orang drop-out, penganggur tersisih.

    Salam padamu, Saudaraku. Hidup kian canggih, demi gengsimu perlulah fasilitas dan duwit, padahal puisimu bukan konsumsi primer sehari-hari. Honor puisi sedikit, cukup dahsyat untuk mengabadikan rasa minder dan frustrasi penyair. Puisi mustahil jadi komoditi, bukan pula export non-migas. Orang jadi penyair mustahil kaya, malahan kekal melara. Penyair itu karikatur zamannya!

    Salam padamu, Saudaraku. Lho kok tiap zaman selalu ada orang nyentrik mau jadi penyair? O, bacalah langit, renungkanlah bumi, maka kau boleh tahu bahwa Allah sendiri Sang Maha Penyair, setiap firman-Nya ialah puisi. Al-Quran adalah puisi canggih. Tripitaka dan Dharmapada-Nya adalah puisi abadi. Wedha dan Upanisad adah puisi dahsyat. Injil-Nya dan Taurat-Nya ialah puisi balada penuh pesona. Zabur, Amsal, Syirul Asyar ialah puisi akbar. Kitab-suci apa pun yang memuat firman Tuhan selalu berformat puisi, itulah sunnatullah abadi.

    Salam padamu, Saudaraku. Muhammad Al-Amien terima firman Allah pertama kali berupa wahyu-puitika Al-Alaq berisi dua azimat Tuhan: Iqra dan Qalam. Al-Quran amat memuliakan kreativitas baca-tulis, bahkan Tuhan mengistimewakan Sang Penyair-Sastrawan dengan surah Asy-Syu’ara 227 ayat. Rasulullah Muhammad juga memuliakan kaum penyair kreator dengan Haditsnya, “Pada akhir zaman atau masa kebangkitan kelak tinta penyair-sastrawan-ilmuwan akan ditimbang setaraf dengan darah Syuhada.” Ada wahyu-puitika yang berisi amanah Iqra dan Qalam, ada puisi-sastra-kreativitas disetarafkan darah pahlawan, medan sastra-puitika disamakan dengan arena juang akbar, penyair-sastrawan dipermuliakan sekelas Syuhada.

    Salam padamu, Saudaraku. Jangan pernah jemu dengan puisi. Sunnatullah jagad raya serba langgeng: tiap agama memuliakan wahyu Tuhan dengan keagungan puisi. Hidupmu kian berat- kemrungsung-lelah-frustratif, tetapi di sela-selanya berilah variasinya: puisi merasuki hati-nurani, membasuh akal-pikir-rohani, dalam hening meditasi. Puisi akan lestari jadi konsumsi untuk lapar-dahaga-rindu, batin. Tanpa puisi, hidupmu alangkah sunyi dan kering!

Purwokerto, 1987 - Purworejo, 1988 - Perwathin, 1989

Sumber: Salam Penyair (2002)

Analisis Puisi:

Puisi panjang "Salam Penyair" karya Ragil Suwarna Pragolapati adalah sebuah refleksi mendalam tentang posisi puisi, penyair, dan kehidupan modern yang semakin sibuk. Penyair tidak hanya menyapa pembaca sebagai “saudara”, tetapi juga mengajak merenungkan kembali peran puisi di tengah arus zaman yang kian canggih, materialistis, dan serba tergesa.

Tema

Tema utama puisi ini adalah eksistensi puisi dan penyair di tengah kehidupan modern. Penyair menyoroti bagaimana puisi, meskipun sering dianggap tidak berguna secara materi, tetap memiliki makna spiritual dan kultural yang mendalam.

Puisi ini bercerita tentang kehidupan yang semakin sibuk, penuh problem, dan serba praktis, tetapi masih ada ruang untuk menikmati puisi. Penyair menggambarkan kondisi penyair sebagai sosok yang sering dipandang rendah secara ekonomi, namun tetap setia pada karya. Ia juga menyinggung hubungan antara puisi dengan firman Tuhan, menunjukkan bahwa puisi bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari nilai luhur kehidupan.

Makna tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa puisi adalah kebutuhan batin manusia, bukan sekadar karya seni pinggiran. Di balik hidup yang penuh tekanan, puisi hadir sebagai penyembuh, pengingat, dan jalan menuju kesadaran spiritual. Lebih jauh, puisi dipandang sebagai refleksi wahyu ilahi yang termaktub dalam kitab-kitab suci, sehingga keberadaannya tak bisa dianggap remeh.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini berlapis:
  • Kritik sosial ketika penyair menggambarkan keterbatasan hidup penyair yang miskin secara materi.
  • Reflektif dan religius saat membandingkan puisi dengan firman Tuhan dalam kitab-kitab suci.
  • Optimistis ketika penyair mengajak pembaca untuk terus mencintai puisi sebagai bagian dari kehidupan.

Amanat / pesan yang disampaikan

Pesan utama puisi ini adalah jangan pernah meninggalkan puisi, karena puisi adalah bagian dari kemanusiaan yang mendalam, bahkan memiliki nilai spiritual. Meskipun hidup semakin sibuk dan materialistis, puisi tetap relevan sebagai pengingat, penghibur, dan sumber hikmah. Selain itu, penyair mengajak pembaca agar tidak meremehkan peran penyair dalam masyarakat.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji konkret yang memperkuat pesannya, antara lain:
  • Imaji kehidupan modern: “jadual tugas bagai penjara mengungkung”, “rumah penuh problem, kantor pun penuh borjuasi dan birokrasi”.
  • Imaji religius: perbandingan puisi dengan Al-Qur’an, Injil, Taurat, Zabur, dan kitab-kitab suci lain.
  • Imaji keseharian: “tidur beralas koran”, “debar jantung boros energi” yang memberi gambaran nyata kesulitan hidup.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini adalah:
  • Metafora: “kalbumu bagai aki yang disetrumkan lagi” sebagai simbol hati yang mendapat energi baru dari puisi.
  • Simile: “rumah penuh problem, kampusmu memikul beban bagai deret uku tanpa akhir”.
  • Hiperbola: “puisi mustahil jadi komoditi, bukan pula export non-migas” untuk menegaskan puisi tidak bernilai ekonomis.
  • Personifikasi: “puisi mengalir ke samudera batin” yang menggambarkan puisi seolah memiliki jiwa.
  • Repetisi: pengulangan frasa “Salam padamu, Saudaraku” di setiap bagian sebagai penegasan hubungan penyair dengan pembaca.
Puisi "Salam Penyair" karya Ragil Suwarna Pragolapati adalah renungan panjang tentang posisi puisi dan penyair dalam masyarakat modern. Dengan tema eksistensi dan nilai spiritual puisi, karya ini bercerita tentang hidup yang sibuk namun tetap membutuhkan ruang untuk keindahan batin. Makna tersiratnya menekankan bahwa puisi adalah bagian dari kemanusiaan dan bahkan memiliki kaitan erat dengan wahyu ilahi. Imaji dan majas yang dipakai memperkuat suasana reflektif sekaligus kritis. Amanat yang tersampaikan: meskipun dunia semakin materialistis, jangan pernah jemu dengan puisi, sebab ia memberi makna terdalam bagi kehidupan manusia.

Ragil Suwarna Pragolapati
Puisi: Salam Penyair
Karya: Ragil Suwarna Pragolapati

Biodata Ragil Suwarna Pragolapati:
  • Ragil Suwarna Pragolapati lahir di Pati, pada tanggal 22 Januari 1948.
  • Ragil Suwarna Pragolapati dinyatakan menghilang di Parangtritis, Yogyakarta, pada tanggal 15 Oktober 1990.
  • Ragil Suwarna Pragolapati menghilang saat pergi bersemadi ke Gunung Semar. Dalam perjalanan pulang dari kaki Gunung Semar menuju Gua Langse (beliau berjalan di belakang murid-muridnya) tiba-tiba menghilang. Awalnya murid-muridnya menganggap hal tersebut sebagai kejadian biasa karena orang sakti lumrah bisa menghilang. Namun, setelah tiga hari tiga malam tidak kunjung pulang dan dicari ke mana-mana tidak diketemukan. Tidak jelas keberadaannya sampai sekarang, apakah beliau masih hidup atau sudah meninggal.
  • Dikutip dari Leksikon Susastra Indonesia (2000), pada masa awal Orde Baru, Ragil Suwarna Pragolapati pernah ditahan tanpa proses pengadilan karena melakukan demonstrasi.
  • Ragil Suwarna Pragolapati sering terlibat dalam aksi protes. Berikut beberapa aksi yang pernah diikuti: Menggugat Mashuri, S.H., Menteri PK, 1968. Memprotes Pemda Yogya, kasus Judi, 1968. Menggugat manipulasi dan korupsi, 1970-1971. Aksi memprotes Golkarisasi, 1970-1972. Memprotes Taman Mini Indonesia Indah (TMII), 1971-1972. Aksi menggugat SPP, 1971-1972. Aksi menolak televisi warna, 1971-1973. Aksi menolak komoditas Jepang, 1971-1974. Protes breidel pers 1977-1978.
© Sepenuhnya. All rights reserved.