Analisis Puisi:
Puisi "Sangkakala Kapipit" karya Gunawan Maryanto menghadirkan potret puitik tentang ancaman yang hadir begitu dekat, bahkan berasal dari dalam diri sendiri. Penyair menggunakan simbol “sangkakala” sebagai metafora kehancuran, yang tidak datang dari luar, melainkan tersembunyi di bagian paling intim dan rapuh dalam tubuh manusia.
Tema
Tema puisi ini adalah bahaya dan kehancuran yang bersumber dari dalam diri manusia sendiri. Penyair ingin menunjukkan bahwa ancaman tidak selalu datang dari luar, tetapi bisa berasal dari sesuatu yang tampak suci, murni, atau bahkan melekat dalam keseharian.
Puisi ini bercerita tentang sebuah bahaya yang bersemayam dalam diri, diibaratkan bersembunyi di pangkal paha atau sayap. Bentuknya digambarkan sebagai bulu putih yang tampak bersih, tetapi menyimpan potensi mematikan. Ketika bahaya itu tersingkap atau diaktifkan, maka akan berbunyi seperti terompet kematian yang membawa kehancuran, bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga keluarga.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa sumber malapetaka bisa datang dari hal-hal yang terlihat indah atau tidak berbahaya. Dalam kehidupan nyata, bisa ditafsirkan sebagai nafsu, keserakahan, atau godaan yang tampak manis, tetapi sejatinya berpotensi merusak diri dan orang-orang di sekitar. Puisi ini menyiratkan introspeksi bahwa manusia sering kali lalai terhadap bahaya yang justru bersarang dalam dirinya.
Suasana dalam puisi
Suasana yang ditangkap dari puisi ini adalah mencekam, gelap, dan penuh ancaman. Meski hanya terdiri dari beberapa baris, penyair berhasil membangun atmosfer kegelisahan dengan simbol “sangkakala” yang merujuk pada panggilan kematian atau kiamat.
Amanat / Pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa manusia harus waspada terhadap godaan atau bahaya yang tersembunyi dalam dirinya. Jangan tertipu oleh sesuatu yang tampak indah atau murni, karena justru di situlah bisa bersemayam kehancuran. Kesadaran dan kewaspadaan menjadi kunci agar tidak terseret pada kehancuran diri maupun keluarga.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji yang kuat dan simbolis, antara lain:
- Imaji visual: “bulu putih bersih tanpa noda” menciptakan gambaran sesuatu yang tampak indah dan suci.
- Imaji auditori: “seseorang akan datang meniupnya sebagai terompet kematianmu” menghadirkan bunyi sakral namun menyeramkan.
- Imaji suasana: rumah yang ribut dan keluarga berantakan menegaskan dampak destruktif yang nyata.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora – bahaya digambarkan sebagai “bulu putih” yang bisa ditiup menjadi “sangkakala kematian”.
- Simbolisme – sangkakala menjadi simbol kehancuran atau kiamat.
- Hiperbola – “rumahmu akan ribut, keluargamu berantakan” menegaskan akibat fatal dari bahaya yang dibiarkan.
- Paradoks – bulu putih yang tampak bersih justru menjadi sumber bahaya.
Puisi "Sangkakala Kapipit" karya Gunawan Maryanto adalah karya pendek namun sarat makna. Dengan simbol sangkakala yang melekat pada tubuh, penyair menegaskan bahwa ancaman terbesar sering kali berasal dari dalam diri, dari hal-hal yang tampak indah tetapi menyimpan kehancuran. Suasana yang mencekam, imaji yang tajam, serta majas yang kuat menjadikan puisi ini sebagai refleksi tentang kewaspadaan manusia terhadap dirinya sendiri.
Puisi: Sangkakala Kapipit
Karya: Gunawan Maryanto
Karya: Gunawan Maryanto
Biodata Gunawan Maryanto:
- Gunawan Maryanto lahir pada tanggal 10 April 1976 di Yogyakarta, Indonesia.
- Gunawan Maryanto meninggal dunia pada tanggal 6 Oktober 2021 (pada usia 45 tahun) di Yogyakarta, Indonesia.
