Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sedikit Lebih ke Atas (Karya Frans Nadjira)

Puisi "Sedikit Lebih ke Atas" karya Frans Nadjira bercerita tentang seseorang yang berjalan di atas tanah gersang, seolah sedang menempuh ...
Sedikit Lebih ke Atas

Sedikit lebih ke atas
Tanah gersang ini ingin berbagi takdir.
Jika kau jatuh hingga ke dasar terendah
Tanah kehilangan seseorang 
yang mengikuti perjalanan hujan.

Kau menua seperti planet dan jembatan itu.
Tidak bertanya
Kau tak mengatakan tentang tanda-tanda langit
Yang menyertaimu.

Kau tak memberi alasan
Kau tak merasa bersalah.
Khabar itu telah tersebar
Seseorang telanjang di bawah cahaya bulan.
Kau mengembara  di atas karpet bludru.
Keringatmu menghanyutkan isaknya.

Sedikit lebih ke atas
Tanah gersang ini meniupkan api
Dari sebuah bayang potongan wujud tak utuh.
Gua-gua tersembunyi di bawah tebing
Tanaman merambat
Kau berdiri berhadapan deru angin. 

Tubuhmu melapuk     
Taman tua menatapmu.

Kau mengatakan bahwa angin itu
Perlahan berubah panas.
Dinding-dinding angkasa
Memantulkan suara sepi.

Kau mencari sesuatu untuk dikatakan
Kau peluk sepimu kemudian meradang.
Tanah gersang ini menyediakan peti mati
Rasa mual memadat di ulu hati.

Sepanjang malam
Langkah berat peti itu
Mengikuti perjalanan bintang
Menyeberang  ke tepi batas keberangkatan.

Analisis Puisi:

Puisi "Sedikit Lebih ke Atas" karya Frans Nadjira menghadirkan pengalaman batin yang dalam, penuh dengan simbol alam, kesendirian, dan pencarian makna hidup. Penyair memadukan lanskap kosmis—tanah, angin, hujan, planet, bintang—dengan suasana psikologis manusia yang bergulat dengan usia, penyesalan, serta keterasingan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan hidup manusia yang diwarnai kesendirian, pencarian makna, dan kesadaran akan kefanaan. Frans Nadjira menempatkan manusia sebagai bagian dari semesta yang bergerak, menua, dan pada akhirnya kembali pada kefanaan.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berjalan di atas tanah gersang, seolah sedang menempuh perjalanan eksistensial. Ia menua seperti planet dan jembatan, menanggung sepi, mencari sesuatu yang dapat dikatakan, namun justru menemukan kehampaan dan rasa mual di ulu hati. Di akhir, hadir simbol “peti mati” yang mengikuti perjalanan bintang menuju batas keberangkatan, menggambarkan kepastian kematian sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa hidup manusia pada akhirnya tidak bisa lepas dari kefanaan. Segala perjalanan, pencarian, dan pergulatan batin akan bermuara pada kematian. Namun, Frans Nadjira juga menyiratkan bahwa meskipun fana, manusia tetap berusaha mencari makna—menatap langit, merasakan angin, dan mengikuti arah bintang. Ada kesan bahwa hidup adalah dialog sunyi antara manusia dan semesta.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini terasa sunyi, getir, dan melankolis. Pembaca dapat merasakan kesepian yang memadat, keheningan yang mencekam, hingga rasa berat yang mengiringi perjalanan hidup menuju kefanaan.

Amanat / pesan yang disampaikan

Pesan yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah bahwa manusia sebaiknya menyadari kefanaan hidup dan tidak terjebak dalam keangkuhan atau penyangkalan. Setiap perjalanan akan berakhir, tetapi kesadaran itu justru bisa membuat manusia lebih rendah hati dalam menghadapi kehidupan.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji yang kuat dan puitis, misalnya:
  • “Tanah gersang ini ingin berbagi takdir” → menghadirkan imaji tanah sebagai saksi perjalanan manusia.
  • “Seseorang telanjang di bawah cahaya bulan” → menggambarkan kerentanan manusia.
  • “Tubuhmu melapuk, taman tua menatapmu” → memperkuat kesan kefanaan tubuh yang menua.
  • “Langkah berat peti itu mengikuti perjalanan bintang” → menghadirkan imaji kematian yang kosmis.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Majas personifikasi: “Tanah gersang ini meniupkan api”, tanah digambarkan seolah punya kehendak.
  • Majas metafora: “Kau menua seperti planet dan jembatan itu”, yang menggambarkan usia manusia dengan perumpamaan kosmis.
  • Majas repetisi: pengulangan frasa “Sedikit lebih ke atas” yang memberi penekanan pada perjalanan transendental.
  • Majas hiperbola: “Dinding-dinding angkasa memantulkan suara sepi”, yang menggambarkan sepi sebagai gema semesta.
Puisi "Sedikit Lebih ke Atas" karya Frans Nadjira adalah refleksi mendalam tentang perjalanan manusia, kefanaan, dan dialog batin dengan semesta. Imaji tanah gersang, angin panas, bintang, dan peti mati menegaskan bahwa kehidupan adalah perjalanan menuju akhir yang pasti, namun penuh dengan tanda-tanda yang bisa direnungi. Kekuatan puisi ini terletak pada perpaduan simbol kosmis dan perasaan batin yang membuatnya menjadi karya kontemplatif dan sarat makna.

Frans Nadjira
Puisi: Sedikit Lebih ke Atas
Karya: Frans Nadjira

Biodata Frans Nadjira
  • Frans Nadjira lahir pada tanggal 3 September 1942 di Makassar, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.