Seperti Sebuah Negeri
Kau dengar sendiri seseorang berkata: "Di antara kita, ada yang seperti sebuah negeri yang ingin kita lepaskan tapi tak kunjung hilang." (Tentu saja ada mimpi malaria, igau rasa cemas, perbatasan yang jemu, dan luka dan lumpuh di antara dua tapal batas itu...)
Aku tanyakan siapa yang asyik dan setia di antara tapal itu? Aku tanyakan siapa yang akan pulang, sebab siapa pun mungkin tak akan pulang, dan aku ingin katakan, hai, begitulah seharusnya. Tapi aku takjub akan kedalaman yang sesuram itu: di bawah langit yang tanpa fokus selalu berulang bayangan tentang sebuah kota tua dan hujan yang putus-putus, di sebuah negeri yang lain, di sebuah gelap yang lain, di mana gang menemukan ruang ketika lampu terbit, dan cahaya jadi kuning, dan menara pun berhenti, dan jam berdentang berkali-kali, dan orang-orang pun berkata, lihat apa artinya: ingatan adalah jalan rumit yang kita bangun ketika hari tak punya ujung.
Barangkali memang ada sebuah negeri yang ingin kita lepaskan tapi tak kunjung hilang.
2001
Analisis Puisi:
Puisi "Seperti Sebuah Negeri" karya Goenawan Mohamad merupakan salah satu teks puitis yang sarat dengan refleksi filosofis dan simbolik. Goenawan, dikenal sebagai penyair sekaligus esais dengan gaya khasnya yang reflektif, sering menyelipkan renungan tentang sejarah, politik, dan eksistensi manusia ke dalam karya-karyanya. Melalui puisi ini, pembaca dibawa ke dalam suasana penuh kegelisahan tentang negeri, ingatan, dan batas yang tak pernah benar-benar hilang.
Tema
Tema utama puisi ini adalah identitas dan ingatan kolektif yang berhubungan dengan sebuah negeri, baik dalam arti literal maupun metaforis. Negeri di sini bukan hanya wilayah geografis, melainkan juga ruang batin, pengalaman sejarah, dan memori yang sulit dilepaskan. Tema ini menyiratkan pertarungan antara keinginan untuk melupakan dan kenyataan bahwa ingatan tetap melekat dalam diri manusia maupun bangsa.
Puisi ini bercerita tentang sebuah negeri yang ingin dilepaskan namun tak kunjung hilang dari ingatan. Negeri itu dihadirkan sebagai simbol masa lalu, luka, batas, dan identitas yang membekas. Goenawan menggambarkan suasana negeri itu dengan metafora malaria, igauan cemas, luka, kota tua, hujan, dan bayangan tak berkesudahan. Negeri yang hendak dilupakan itu justru muncul berulang dalam memori, seakan-akan ingatan adalah jalan rumit yang tak bisa dihindari.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini dapat dibaca sebagai renungan atas sejarah bangsa. Ada negeri yang ingin ditinggalkan, mungkin negeri masa lalu dengan luka, penjajahan, konflik, atau trauma kolektif. Namun, sejarah tak pernah benar-benar bisa dihapus. Ia hidup dalam ingatan, dalam simbol-simbol, dalam kota tua, dalam suara jam yang berdentang berulang.
Selain itu, puisi ini juga dapat dimaknai sebagai refleksi eksistensial manusia: bahwa setiap individu membawa "negeri" dalam dirinya—negeri berupa kenangan, luka, dan sejarah pribadi—yang meski ingin dilepaskan, tetap hadir dalam ingatan.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini dominan suram, murung, sekaligus kontemplatif. Gambaran malaria, rasa cemas, perbatasan jemu, kota tua, hujan yang terputus-putus, dan cahaya kuning menimbulkan atmosfer kelam, ambigu, dan penuh kerinduan. Suasana ini memperkuat pesan bahwa memori, terutama yang berkaitan dengan luka, tidak pernah benar-benar memberi ketenangan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan utama yang bisa ditarik dari puisi ini adalah bahwa ingatan, baik personal maupun kolektif, merupakan bagian dari identitas yang tak bisa dihapus begitu saja. Negeri atau masa lalu yang ingin dilepaskan seringkali tetap tinggal, meski dalam bentuk yang muram dan penuh luka. Oleh karena itu, manusia maupun bangsa dituntut untuk menerima, memahami, dan mungkin merekonsiliasi diri dengan sejarah, bukannya menutupinya.
Imaji
Goenawan Mohamad menggunakan imaji yang kaya dan simbolis dalam puisinya. Beberapa imaji kuat antara lain:
- "mimpi malaria" → imaji penyakit yang menimbulkan rasa sakit, lemah, dan berulang, menggambarkan ingatan yang menghantui.
- "kota tua dan hujan yang putus-putus" → imaji visual dan auditif yang menghadirkan kesan muram, nostalgia, dan melankolis.
- "jam berdentang berkali-kali" → imaji auditif yang menegaskan siklus waktu dan kenangan yang tak kunjung selesai.
- "cahaya jadi kuning, dan menara pun berhenti" → imaji visual yang melukiskan atmosfer redup, hening, dan penuh kejanggalan.
Imaji-imaji ini membuat puisi terasa hidup, penuh nuansa, sekaligus menghantui pembaca.
Majas
Beberapa majas yang dapat ditemukan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: "ada yang seperti sebuah negeri" → negeri dijadikan simbol masa lalu, ingatan, atau identitas.
- Personifikasi: "ingatan adalah jalan rumit yang kita bangun" → ingatan diperlakukan seperti sesuatu yang memiliki bentuk fisik.
- Repetisi: pengulangan frase “ingin kita lepaskan tapi tak kunjung hilang” menekankan perasaan terjebak dalam kenangan.
- Hiperbola: “hari tak punya ujung” → dilebih-lebihkan untuk menggambarkan waktu yang terasa stagnan dan penuh beban.
Puisi "Seperti Sebuah Negeri" karya Goenawan Mohamad adalah refleksi mendalam tentang ingatan, identitas, dan sejarah yang tak pernah benar-benar bisa dilepaskan. Melalui tema yang kuat, imaji yang suram, serta majas yang simbolis, puisi ini mengajak pembaca merenungkan bagaimana luka masa lalu—baik pribadi maupun kolektif—akan selalu hadir dalam kehidupan. Negeri yang tak bisa hilang itu adalah cermin dari sejarah yang membentuk siapa kita hari ini.
Puisi: Seperti Sebuah Negeri
Karya: Goenawan Mohamad
Biodata Goenawan Mohamad:
- Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
- Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
