Sesat
Tak pernah kubujuk kau kembali
dan pada ia aku harap kembali kemari
Kembalilah! – atau kalau kau boleh bertukaran
Kembali bermalaman dan teriakan
Kesalahpahamanmu mungkin berarti tak jadi
Dia yang hanya bisa gantikan kau di sini
Tidak pada urusan engkau bisa tiba
Tak berpenyambut – Hayatku dibawanya pergi
Kau barangkali, bisa juga bergamitan dengan
dia tak mau beri aku jawaban
Dan si Celaka: aku pengembara tak punya jalan
mau kembali jalan buntu berpagar papan
Juli, 1952
Analisis Puisi:
Puisi "Sesat" karya Ajip Rosidi merupakan karya sastra yang memuat pengalaman batin yang intens, perasaan kehilangan, dan kegelisahan eksistensial. Melalui bahasa yang puitis dan imajinatif, Ajip Rosidi menghadirkan suasana hati yang ambigu, menyiratkan konflik batin dan ketidakpastian dalam hubungan antarindividu maupun perjalanan hidup secara umum.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kesepian, kehilangan, dan keterasingan. Puisi ini mengeksplorasi perasaan pengembara yang tidak memiliki jalan atau tujuan yang jelas, sekaligus menekankan ketidakpastian dalam hubungan antarpribadi. Tema ini selaras dengan karya-karya Ajip Rosidi lainnya, yang kerap menyoroti perasaan manusia dalam menghadapi kehidupan yang penuh teka-teki dan tantangan batin.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman batin seorang tokoh yang merasa tersesat dalam hidup dan hubungan. Ia menghadapi konflik emosional, di mana seseorang yang penting baginya pergi atau tidak memberi jawaban, meninggalkan ruang hampa yang membingungkan. Tokoh utama mencoba berharap, memanggil kembali, atau mencari jalan keluar, namun tetap menemui kebuntuan:
"Aku pengembara tak punya jalan / mau kembali jalan buntu berpagar papan."
Cerita ini menekankan perasaan kehilangan, kebingungan, dan ketidakmampuan untuk kembali ke keadaan semula, sehingga menghadirkan pengalaman universal tentang kesedihan dan keterasingan manusia.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini adalah perjuangan manusia menghadapi kehilangan dan ketidakpastian hidup. Ketidakhadiran seseorang atau kegagalan komunikasi dapat menimbulkan perasaan tersesat, terisolasi, dan bingung dalam menemukan arah. Selain itu, puisi ini juga menyinggung perasaan ketidakberdayaan individu ketika menghadapi situasi yang tidak dapat dikontrol, termasuk dalam hubungan interpersonal
maupun perjalanan hidup secara umum.
Puisi ini secara simbolik menekankan bahwa hidup penuh jalan buntu dan kesalahpahaman, dan terkadang manusia harus menghadapi kenyataan bahwa beberapa hal tidak dapat dikembalikan atau diperbaiki.
Imaji
Ajip Rosidi menghadirkan imaji yang visual dan emosional, yang memperkuat kesan tersesat dan kebingungan:
- “Jalan buntu berpagar papan” menciptakan imaji fisik sekaligus metaforis tentang ketidakmampuan menemukan jalan keluar.
- “Hayatku dibawanya pergi” memberikan imaji kehilangan yang dramatis dan mendalam.
- Terulangnya kata “kembali” dan “tidak” membangun imaji emosional tentang usaha, harapan, dan frustrasi.
Imaji-imaji ini membantu pembaca merasakan perasaan pengembara yang tersesat dan putus asa.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: “Aku pengembara tak punya jalan” menjadi metafora kondisi batin yang tersesat dan kehilangan arah hidup.
- Personifikasi: Kehadiran seseorang atau “hayat” yang dibawa pergi memberi kesan seolah hidup itu sendiri dapat berinteraksi dan memengaruhi tokoh.
- Repetisi: Pengulangan kata seperti “kembali” dan “tidak” menekankan kebingungan, harapan, dan frustrasi tokoh.
- Hiperbola: Ekspresi kehilangan yang dramatis seperti “Hayatku dibawanya pergi” memperkuat kesan emosional.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Puisi ini menyampaikan pesan tentang perjuangan manusia menghadapi kehilangan, kesalahan komunikasi, dan ketidakpastian hidup. Pembaca diajak untuk merenungi bahwa tidak semua hal dalam hidup dapat dikendalikan, dan bahwa kesesatan atau kebingungan kadang menjadi bagian alami dari perjalanan manusia. Puisi ini menekankan pentingnya kesadaran diri dan refleksi batin untuk menghadapi kehilangan dan jalan hidup yang buntu.
Puisi "Sesat" merupakan puisi yang penuh refleksi, simbolisme, dan emosi yang mendalam, menampilkan pengalaman batin manusia dalam menghadapi kehilangan dan ketidakpastian hidup. Melalui bahasa yang puitis, Ajip Rosidi berhasil menghadirkan suasana tersesat secara fisik dan emosional, sekaligus menyuarakan pengalaman universal tentang keterasingan dan perjuangan eksistensial.