Analisis Puisi:
Puisi “Sujud Terakhir” karya Gunoto Saparie merupakan karya yang sederhana dari segi bahasa, namun sarat dengan nuansa religius dan renungan mendalam. Melalui gambaran ibadah shalat, penyair menyampaikan perenungan tentang hidup, takdir, dan kepasrahan manusia di hadapan Sang Pencipta. Puisi ini tidak hanya mengandung dimensi spiritual, tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan yang rapuh.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kepasrahan manusia kepada Tuhan di akhir perjalanan hidup. Sujud terakhir digambarkan sebagai simbol kembalinya manusia dengan segala kelemahan dan luka kepada Yang Maha Kuasa.
Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh lirik yang berada dalam sujud terakhirnya, menyerahkan tubuh yang rapuh dan jiwa yang tak pernah puas kepada Tuhan. Ia juga menggambarkan saat takbir terakhir sebelum salam sebagai momen perenungan, seakan berada di ambang perpisahan, bertanya tentang nasibnya sebagai manusia yang harus menerima takdir dalam kesendirian.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa hidup manusia hanyalah sementara, dan pada akhirnya semua akan kembali kepada Tuhan dengan membawa segala kelemahan, rasa lapar, dan kesendirian. Puisi ini juga menunjukkan bahwa shalat bukan sekadar ibadah ritual, melainkan ruang pertemuan manusia dengan kesadaran terdalam tentang kefanaan diri dan takdir.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini terasa hening, khusyuk, sekaligus getir. Ada nuansa sakral dari sujud dan takbir, namun di baliknya tersimpan rasa pilu tentang tubuh yang renta, jiwa yang lapar, serta kesendirian yang tidak bisa dihindari.
Amanat / Pesan yang disampaikan
Amanat yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa manusia harus menerima kelemahan diri, tidak sombong, dan tetap pasrah pada takdir. Hidup pada akhirnya akan berakhir, dan yang tersisa hanyalah kepulangan kepada Tuhan. Kesendirian, kefakiran, dan kefanaan bukanlah aib, melainkan bagian dari perjalanan menuju keabadian.
Imaji
Puisi ini mengandung imaji yang kuat meski sederhana:
- Imaji gerakan: “dalam sujudku terakhir”, “dalam takbir terakhir” menghadirkan gambaran ibadah shalat yang khusyuk.
- Imaji tubuh: “tubuh rongsokan” memberi kesan fisik yang lemah dan rapuh.
- Imaji perasaan: “jiwa yang selalu lapar”, “melata yatim piatu sendirian” menciptakan nuansa batin yang kosong, haus, dan sepi.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora – “tubuh rongsokan” melambangkan tubuh tua atau lemah; “jiwa yang selalu lapar” melambangkan kekosongan batin dan kebutuhan spiritual.
- Simbolik – “sujud terakhir” dan “takbir terakhir” sebagai simbol akhir kehidupan dan perjumpaan dengan Tuhan.
- Pertanyaan retoris – “haruskah mengalah pada takdir” memberi kesan perenungan yang mendalam.
Puisi “Sujud Terakhir” karya Gunoto Saparie menghadirkan refleksi tentang kefanaan hidup dan kepasrahan manusia kepada Tuhan. Dengan bahasa sederhana namun sarat makna, penyair berhasil menampilkan suasana religius yang hening sekaligus getir. Melalui simbol ibadah shalat, pembaca diajak merenungkan arti hidup, kesendirian, dan takdir, serta menyadari bahwa pada akhirnya, manusia hanyalah hamba yang kembali kepada Sang Pencipta dengan segala kelemahannya.
Karya: Gunoto Saparie
BIODATA GUNOTO SAPARIE
Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
