Analisis Puisi:
Puisi berjudul “Terang Bulan di Desa” karya Gunoto Saparie menghadirkan suasana pedesaan yang sederhana namun penuh makna. Melalui puisi ini, pembaca diajak kembali ke masa kecil, pada waktu yang penuh tawa, permainan, dan kesederhanaan yang kini hanya tersisa sebagai kenangan.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kenangan masa kecil di desa dengan suasana yang damai, polos, dan penuh keceriaan. Penyair menyoroti pengalaman bermain anak-anak pada malam bulan purnama, yang menggambarkan kebahagiaan sederhana namun sarat makna.
Puisi ini bercerita tentang masa kecil penyair ketika bermain bersama teman-teman di desa pada malam terang bulan. Anak-anak bermain petak umpet, bernyanyi lagu dolanan, dan menikmati suasana desa yang tenang, diiringi cahaya rembulan dan suara alam. Namun di balik keceriaan itu, terdapat nuansa kerinduan karena masa tersebut kini hanya bisa dikenang.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kerinduan akan kesederhanaan hidup, kebersamaan, dan kepolosan masa kanak-kanak. Dunia anak-anak digambarkan sebagai “surga kecil tanpa dosa,” yang kontras dengan kehidupan orang dewasa yang sering dibebani masalah, nestapa, dan tanggung jawab. Ada pesan bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu terkait dengan materi, melainkan terletak pada pengalaman tulus yang sulit terulang kembali.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini ceria, hangat, sekaligus nostalgis. Pada awalnya, suasana terasa riang dengan tawa anak-anak, cahaya bulan, dan permainan sederhana. Namun memasuki bagian akhir, suasana berubah menjadi sendu, karena penyair menyadari bahwa semua itu kini hanyalah kenangan yang tidak bisa diulang.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah pentingnya menghargai masa kecil, kesederhanaan, dan kebersamaan. Penyair seakan mengingatkan pembaca untuk tidak melupakan akar kehidupan, yakni pengalaman polos yang pernah dialami. Ada juga pesan agar manusia belajar melihat kebahagiaan dari hal-hal kecil yang sering terlupakan.
Imaji
Puisi ini kuat dalam menghadirkan imaji. Beberapa imaji yang tampak jelas antara lain:
- Imaji pendengaran: “terdengar tembang dolanan / anak-anak di halaman” dan “terdengar suara cicit kelelawar.”
- Imaji penglihatan: “terang bulan purnama,” “semak dan tikungan,” serta “seberkas cahaya rembulan.”
- Imaji gerak: anak-anak berlari mencari tempat sembunyi saat bermain petak umpet.
Imaji ini membuat pembaca seolah ikut merasakan suasana malam di desa.
Majas
Gunoto Saparie juga menggunakan sejumlah majas, antara lain:
- Majas personifikasi: “hanya sunyi tertawa,” seolah sunyi bisa berperilaku seperti manusia.
- Majas hiperbola: “rinduku sendu tak terkira,” untuk menekankan betapa besar rasa rindu penyair pada masa kecilnya.
- Majas metafora: “surga kanak tanpa dosa,” yang menggambarkan masa kecil sebagai dunia ideal yang penuh kepolosan dan kebahagiaan.
Puisi “Terang Bulan di Desa” karya Gunoto Saparie merupakan karya yang memadukan suasana riang masa kecil dengan kerinduan mendalam akan masa lalu. Dengan tema nostalgia, puisi ini menggambarkan kebahagiaan sederhana di desa yang kini hanya bisa dikenang. Imaji yang kuat, majas yang indah, serta pesan tentang menghargai masa lalu menjadikan puisi ini menyentuh hati pembaca sekaligus mengingatkan bahwa kebahagiaan seringkali lahir dari kesederhanaan.
Karya: Gunoto Saparie
BIODATA GUNOTO SAPARIE
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya.
Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Selain di bidang pers, ia pernah bekerja di bidang pendidikan, yaitu guru di SMP Yasbumi Cepiring, SMP PGRI Patebon, SMP Muhammadiyah Kendal, dan SMA Al-Farabi Pegandon. Ia pernah pula bekerja di CV Sido Luhur Kendal dan PT Aryacipta Adibrata Semarang.
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
Gunoto Saparie juga sering diundang sebagai pembicara dalam kongres, simposium, dan seminar kesastraan. Ia pun sering membaca puisi di berbagai tempat dan juri lomba literasi yang diadakan lembaga pemerintah maupun swasta.