Tidur
Kita yang asyik menguap lebar-lebar sama sekali tidak ingat lagi akan beberapa adegan dalam mimpi yang sempat menjadikan kita asing, dari kita. Adegan mimpi yang sempat menjadikan kita asing, dari kita, berjalan tanpa arah; arah pun lupa jalannya, dan tak lagi ingin bertanya mengapa kita tiba-tiba hilang dari mimpi.
Kita melihat sepasang kupu-kupu berusaha menabrak kaca jendela itu, dan sepertinya, mereka ingin mengantar kita kembali ke dalam mimpi, atau menafsirkannya kepada kita; kalau-kalau kita sama sekali tidak bisa menemukan kembali mimpi itu.
Kita tidak memandang matahari yang tidak peduli dengan mimpi kita, yang menyebabkan kita bangun untuk tidur lagi. Konon, kata mereka, pernah ada orang takut tidur, karena orang itu menemukan dirinya sedang mati di dalam tidurnya. Ia memang tahu ia sedang berada di dalam mimpi, tapi kemudian ia takut menghadapi dunia di luar mimpi.
Ketika ia terbaring, suka membayangkan dirinya sebagai mimpi saja; menyerang siapa saja. Ketika ia terbangun pagi hari, ia bertanya untuk apa? Ketika ia mengantuk sebelum siang, ia bertanya mau ke mana? Ketika ia mau tidur malam, ia bergumam kapan lagi?
Tapi tiba-tiba aku terkejut, risau dan bertanya mengapa ada orang takut tidur? Bukankah tidur adalah fragmen-fragmen kecil di mana kita latih hidup di ruang abstrak, tak ada batasnya itu. Kita pun tidak perlu susah payah mencari nafkah, korupsi, merampok, mengaborsi, memperdagangkan sesama, perang membela Tuhan dan berjalan di atas tanah kering itu? Tidur adalah latihan kecil-kecil membebaskan diri dari persaingan hidup tanpa kendali ini.
Tidur adalah lambang kematian yang begitu akrab, dan terlalu nikmat. Itulah sebabnya orang-orang sudah mati malas bertamasya ke bumi, dan tiap saat memperjuangkan keabadiannya di sana.
2021
Analisis Puisi:
Puisi "Tidur" karya Melki Deni adalah salah satu teks puitis yang mengajak pembacanya untuk merenungkan makna kehidupan melalui pengalaman sederhana: tidur. Bagi kebanyakan orang, tidur adalah kebutuhan biologis semata, namun bagi penyair, tidur berubah menjadi ruang kontemplasi tentang mimpi, kenyataan, bahkan kematian.
Tema
Tema utama puisi ini adalah refleksi tentang tidur sebagai simbol kehidupan dan kematian. Tidur tidak sekadar jeda dari aktivitas sehari-hari, melainkan sebuah metafora tentang pembebasan diri dari hiruk-pikuk dunia, persaingan, bahkan dosa. Penyair melihat tidur sebagai latihan kecil untuk menghadapi kefanaan dan kematian.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman manusia dalam tidur dan mimpi. Mulai dari lupa akan adegan mimpi, melihat kupu-kupu yang berusaha menabrak kaca, hingga ketakutan sebagian orang menghadapi tidur karena ia dianggap mirip dengan kematian. Alur puisinya membawa kita dari kesan ringan tentang menguap, lalu masuk ke ruang filosofis yang mempertanyakan arti hidup, mimpi, dan ajal.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa hidup manusia sejatinya fana dan penuh ilusi seperti mimpi. Tidur menjadi ruang abstrak yang tanpa batas, di mana manusia bisa bebas dari kewajiban duniawi seperti bekerja, berperang, atau melakukan dosa. Dengan kata lain, penyair menyampaikan bahwa tidur dapat menjadi “latihan” untuk menghadapi kematian, sehingga manusia sebaiknya menyadari keterbatasannya dan tidak terlalu terikat pada dunia.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa kontemplatif, reflektif, dan penuh perenungan filosofis. Ada rasa tenang sekaligus risau ketika penyair bertanya tentang arti tidur dan hubungannya dengan kematian. Puisi ini juga menimbulkan suasana hening, seolah-olah pembaca diajak masuk ke ruang batin yang sepi untuk merenungkan eksistensinya sendiri.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang bisa ditarik dari puisi ini adalah bahwa hidup tidak seharusnya dijalani dengan keserakahan dan kesia-siaan. Melalui tidur, manusia diingatkan tentang kefanaannya dan kemungkinan menghadapi kematian kapan saja. Oleh karena itu, manusia sebaiknya tidak larut dalam persaingan hidup yang brutal, tetapi perlu merenungkan makna keberadaannya, serta berusaha hidup dengan bijaksana.
Imaji
Puisi ini menghadirkan sejumlah imaji kuat yang memperkaya pengalaman pembaca:
- “Sepasang kupu-kupu berusaha menabrak kaca jendela” → menghadirkan imaji visual yang puitis, menggambarkan usaha mencari jalan kembali ke dunia mimpi.
- “Tidur adalah fragmen-fragmen kecil di mana kita latih hidup di ruang abstrak” → menghadirkan imaji abstrak yang mengajak pembaca membayangkan ruang tak terbatas.
- “Tidur adalah lambang kematian yang begitu akrab, dan terlalu nikmat” → imaji simbolis yang memperkuat makna tidur sebagai metafora kematian.
Majas
Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi – “kupu-kupu berusaha menabrak kaca jendela itu, dan sepertinya, mereka ingin mengantar kita kembali ke dalam mimpi” memberi peran manusiawi pada kupu-kupu.
- Metafora – “Tidur adalah lambang kematian” adalah metafora yang menegaskan kedekatan tidur dengan maut.
- Paradoks – “orang takut tidur, karena orang itu menemukan dirinya sedang mati di dalam tidurnya” menunjukkan pertentangan antara kebutuhan alami manusia dengan ketakutan eksistensial.
Puisi "Tidur" karya Melki Deni adalah sebuah renungan eksistensial tentang hubungan manusia dengan tidur, mimpi, dan kematian. Dengan menghadirkan tema yang dalam, imaji yang kuat, serta majas yang tajam, puisi ini berhasil mengubah sesuatu yang sehari-hari menjadi refleksi filosofis. Tidur, yang sering dianggap remeh, ternyata dapat menjadi simbol latihan menghadapi kematian sekaligus pengingat agar manusia menjalani hidup dengan lebih sadar.
Puisi: Tidur
Karya: Melki Deni
Biodata Melki Deni:
- Melki Deni adalah mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
- Aktif menulis puisi sejak sekolah menengah pertama.