Sumber: Migrasi Para Kampret (1993)
Analisis Puisi:
Puisi "Tiga Rekaman dari Gedung DPR/MPR" karya F. Rahardi merupakan karya satiris yang memotret wajah politik Indonesia dengan cara unik. Menggunakan simbol-simbol, metafora, dan ironi, penyair menghadirkan kritik sosial yang tajam terhadap perilaku para wakil rakyat dan sistem kekuasaan yang berjalan.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kritik sosial dan politik terhadap wakil rakyat serta sistem kekuasaan. Puisi ini menyoroti bagaimana lembaga legislatif, yang seharusnya menjadi representasi rakyat, justru dipenuhi kepentingan, kelalaian, dan ketidakpekaan terhadap penderitaan masyarakat.
Puisi ini bercerita tentang tiga “rekaman” imajiner dari Gedung DPR/MPR. Rekaman pertama menggambarkan ribuan kelelawar (kampret) yang berkoar tentang penderitaan mereka, tetapi diabaikan oleh para wakil rakyat yang sibuk dengan kenyamanan dan mimpi-mimpi pribadi. Rekaman kedua menampilkan bentrokan antara kampret dan aparat keamanan ketika mereka berusaha menduduki gedung, sementara rekaman ketiga memperlihatkan bagaimana ribuan kampret mati, situasi kembali “normal,” dan pemerintah menganggap semuanya terkendali.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa rakyat kecil yang terpinggirkan diibaratkan sebagai kampret—makhluk yang dianggap remeh, kotor, dan tak penting—namun tetap berani bersuara. Kritik juga diarahkan pada wakil rakyat yang lalai, tidur, dan tenggelam dalam mimpi indah sementara rakyat menderita. Puisi ini menyindir bahwa sistem demokrasi sering hanya menjadi formalitas: rapat dan sidang berjalan, tetapi suara penderitaan tidak pernah didengar.
Suasana dalam puisi
Suasana yang ditampilkan dalam puisi ini penuh ironi, sarkasme, dan satir. Ada campuran antara humor getir, kekacauan, hingga tragedi. Dari adegan lucu para kampret bernyanyi mars hingga bentrokan berdarah dengan aparat, suasana terus berubah, namun tetap memperlihatkan absurditas kekuasaan dan penderitaan rakyat.
Amanat / Pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang dapat diambil adalah bahwa wakil rakyat seharusnya peka dan benar-benar memperjuangkan suara rakyat, bukan tidur dalam kenyamanan kursi empuk. Puisi ini juga mengingatkan bahwa penindasan terhadap suara rakyat tidak pernah benar-benar berhasil, karena suatu saat suara itu akan kembali muncul, meski harus melalui perlawanan atau pengorbanan.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji yang kuat, baik visual maupun auditif:
- Imaji visual: “ribuan kampret bergelayutan, beol, kencing, kawin, mengepak-ngepakkan sayap”, “kursi-kursi empuk penuh bangkai kampret”.
- Imaji auditif: “koor mereka dengan langgam keroncong”, “lagu mars para kampret”, “tet, tet, tet… dor dor dor”.
- Imaji suasana: kekacauan, kepanikan, hingga kebosanan pejabat yang digambarkan dengan satir.
Majas
Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
- Alegori – kampret digunakan sebagai simbol rakyat kecil yang tersisihkan dan bersuara namun tak dihiraukan.
- Sarkasme – penyair menyindir wakil rakyat dengan menggambarkan mereka sibuk tidur, bermimpi indah, bahkan saat rakyat menjerit.
- Hiperbola – jumlah kampret disebut hingga lebih dari satu juta ekor, untuk menekankan banyaknya suara rakyat yang diabaikan.
- Personifikasi – “udara Jakarta yang capek dilabrak ratusan ribu kampret” memberi kesan hidup pada benda mati.
- Satire politik – seluruh puisi ini dibangun dengan gaya satir, menertawakan sekaligus mengkritik keras perilaku penguasa.
Puisi "Tiga Rekaman dari Gedung DPR/MPR" karya F. Rahardi adalah sebuah karya satir yang berani dan penuh sindiran tajam terhadap kondisi politik. Dengan tema kritik sosial, cerita tentang kampret sebagai simbol rakyat, makna tersirat tentang ketidakpekaan wakil rakyat, suasana getir-ironi, imaji yang kuat, serta penggunaan majas alegoris dan sarkastis, puisi ini berhasil menjadi potret tajam sekaligus pengingat bahwa demokrasi seharusnya berakar pada suara rakyat, bukan sekadar mimpi indah para penguasa.
Karya: F. Rahardi
Biodata F. Rahardi:
- F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
