Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Waktu (Karya Wing Kardjo)

Puisi "Waktu" karya Wing Kardjo mengajak pembaca merenungkan posisi manusia di hadapan waktu dan Tuhan. Melalui imaji yang kuat dan majas yang ...
Waktu (1)

Aku makan
waktu. Aku
makan mimpi, aku
makan nasi lauk-pauk basi.

Minum racun
buah-buahan busuk
yang disisihkan Adam
dan Hawa di sisi senja,

Kala Tuhan
menenggelamkan
matahari dalam kelam

dan dosa
mengusir mereka
dari Sorga

Waktu (2)

Andai mesti
suci mengapa manusia
tergoda, andai penuh cinta
mengapa mesti sepi dan sia-sia

Andai jasad fana
mengapa jiwa mesti
baka, andai hidup maya
mengapa mesti cari selamat.

Aku
hanya bisa
mencatat detik-

detik melompat
memohon
tobat

Analisis Puisi:

Puisi "Waktu" karya Wing Kardjo terdiri dari dua bagian yang sama-sama sarat akan renungan eksistensial. Dengan gaya bahasa yang simbolis, penyair menghadirkan permenungan tentang kehidupan, dosa, kesucian, dan keterbatasan manusia dalam menghadapi waktu. Meskipun berangkat dari citra religius seperti Adam dan Hawa, puisi ini tidak hanya mengisahkan mitos penciptaan, tetapi juga menggambarkan kegelisahan batin manusia modern.

Tema

Tema utama puisi ini adalah keterbatasan manusia dalam menghadapi waktu, dosa, dan kefanaan. Puisi menggali pertanyaan mendasar tentang eksistensi manusia, relasi dengan Tuhan, serta makna hidup yang diwarnai dengan paradoks antara cinta, kesucian, dosa, dan kematian.
  • Puisi "Waktu (1)" bercerita tentang manusia yang harus menelan kenyataan pahit kehidupan. Simbol "makan mimpi" dan "makan nasi lauk-pauk basi" menyiratkan kehidupan yang penuh kekecewaan. Kisah Adam dan Hawa muncul untuk mengingatkan bahwa kehidupan manusia di dunia adalah konsekuensi dari dosa asal.
  • Sementara itu, puisi "Waktu (2)" bercerita tentang kegelisahan eksistensial manusia: mengapa manusia dituntut suci tetapi tetap tergoda, mengapa jiwa abadi sementara jasad fana, dan mengapa manusia yang hidup di dunia tetap mencari keselamatan. Pada akhirnya, penyair menggambarkan diri sebagai manusia yang hanya bisa mencatat detik demi detik sambil memohon tobat.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa hidup manusia adalah perjalanan penuh pertanyaan, ketidakpastian, dan kerentanan, tetapi tetap ada ruang untuk refleksi dan tobat. Wing Kardjo ingin menegaskan bahwa waktu bukan sekadar hitungan detik, melainkan ruang bagi manusia untuk menyadari keterbatasannya, mengakui dosa, dan berusaha mendekat pada Tuhan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah muram, reflektif, dan penuh kegelisahan spiritual. Ada nuansa kesepian dan penderitaan dalam menghadapi hidup, namun juga ada nada pasrah ketika penyair akhirnya berbicara tentang tobat.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah bahwa manusia harus menyadari kefanaan hidup dan senantiasa ingat pada Tuhan. Meski hidup penuh paradoks dan dosa, masih ada kesempatan untuk memohon ampunan. Waktu yang terus berjalan seharusnya menjadi pengingat agar manusia tidak terlena oleh kehidupan yang semu.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji simbolis dan religius, seperti:
  • "Aku makan waktu. Aku makan mimpi, aku makan nasi lauk-pauk basi" → menghadirkan gambaran pahit tentang kehidupan yang tidak sesuai harapan.
  • "Minum racun buah-buahan busuk yang disisihkan Adam dan Hawa di sisi senja" → imaji yang menghubungkan dosa manusia dengan mitos kejatuhan manusia pertama.
  • "Kala Tuhan menenggelamkan matahari dalam kelam" → imaji kosmik tentang datangnya malam atau kegelapan hidup.
  • "Mencatat detik-detik melompat memohon tobat" → imaji waktu yang bergerak cepat menuju refleksi spiritual.

Majas

Puisi ini menggunakan berbagai majas untuk memperkuat maknanya:
  • Metafora – "makan waktu", "makan mimpi", dan "minum racun" menggambarkan penderitaan hidup, bukan dalam arti literal.
  • Simbolisme – Adam dan Hawa menjadi simbol asal mula dosa manusia.
  • Personifikasi – waktu digambarkan seperti sesuatu yang bisa dimakan atau dilompati.
  • Paradoks – pertanyaan-pertanyaan dalam Waktu (2) seperti “Andai mesti suci mengapa manusia tergoda” menunjukkan kontradiksi yang menyiksa batin manusia.
Puisi "Waktu" karya Wing Kardjo merupakan refleksi mendalam tentang kehidupan manusia yang tak lepas dari dosa, kefanaan, dan pencarian makna. Dengan menghadirkan simbol-simbol religius serta pertanyaan-pertanyaan filosofis, puisi ini mengajak pembaca merenungkan posisi manusia di hadapan waktu dan Tuhan. Melalui imaji yang kuat dan majas yang kaya, Wing Kardjo menyampaikan pesan bahwa meski hidup penuh paradoks, masih ada ruang untuk penyesalan dan tobat.

Puisi Wing Kardjo
Puisi: Waktu
Karya: Wing Kardjo

Biodata Wing Kardjo:
  • Wing Kardjo Wangsaatmadja lahir pada tanggal 23 April 1937 di Garut, Jawa Barat.
  • Wing Kardjo Wangsaatmadja meninggal dunia pada tanggal 19 Maret 2002 di Jepang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.