Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sajak dalam Angin (Karya Umbu Landu Paranggi)

Puisi "Sajak dalam Angin" karya Umbu Landu Paranggi mengajak pembaca untuk memahami bahwa cinta, duka, dan kerinduan adalah bagian dari hidup yang ...
Sajak dalam Angin

Sebelum sayap senja
(daun-daun musim)
Sebelum hening telaga
(burung-burung malam)
Sebelum gunung ungu
(bisik suara alam)
Sebelum puncak sayu
(napas rindu dendam)
Sebelum langkah pengembara
(hati buruan cakrawala)
Sebelum selaksa kata
(sesaji upacara duka)
Sebelum cinta itu bernama
(sukma menguji cahaya)
Sebelum keningmu mama
(kembang-kembang telah bunga)
Sebelum bayang atau pintumu
(bahasa berdarah kenangan maya)
Kabut itu dikirimkan hutan
Gerimis itu ke padang perburuan
Gema yang itu dari gua purbani
Merendah: dingin, kelu dan sendiri
Namaku memanggil-manggil manamu
Lapar dahaga menghimbau
Dukamu kan jadi baka sempurna
Dan dukaku senantiasa fana

Yogya, 1968

Sumber: Tonggak 3: Antologi Puisi Indonesia Modern (1987)

Analisis Puisi:

Umbu Landu Paranggi adalah salah satu penyair penting Indonesia yang dikenal sebagai maestro kata dan guru para penyair muda. Puisinya kerap ditandai dengan kedalaman makna, simbol-simbol puitis, dan suasana yang penuh misteri. Salah satu karyanya, "Sajak dalam Angin", menghadirkan pengalaman batin yang kompleks, sarat perenungan eksistensial, dan nuansa kerinduan yang getir.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kerinduan, kesepian, dan pergulatan batin manusia terhadap cinta dan kehidupan. Umbu menghadirkan relasi antara alam, waktu, dan hati manusia dalam bentuk simbol-simbol yang kuat.

Puisi ini bercerita tentang sebuah perjalanan batin seorang manusia yang dipenuhi kerinduan, kehilangan, dan duka. Ia mengekspresikan bagaimana setiap fenomena alam—senja, telaga, gunung, burung malam, hingga kabut dan gerimis—menjadi metafora perjalanan jiwa yang penuh pencarian. Ada cinta yang digambarkan samar, ada duka yang ingin dipahami, dan ada suara alam yang menjadi saksi kegelisahan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah perenungan tentang kefanaan hidup dan kerinduan manusia akan sesuatu yang abadi. Larik “Dukamu kan jadi baka sempurna / Dan dukaku senantiasa fana” menunjukkan kesadaran bahwa penderitaan dan kehilangan bisa dimaknai secara berbeda: ada yang abadi karena melekat dalam kenangan, ada pula yang hanya sementara. Puisi ini juga menyiratkan pergulatan eksistensial: manusia selalu mencari makna cinta, duka, dan hidup itu sendiri.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini dominan hening, syahdu, dan melankolis. Ada kesan mistis ketika penyair memanggil-manggil nama yang jauh, diiringi kabut, gerimis, dan gema gua purba. Atmosfer yang dibangun adalah sepi, dingin, dan penuh kesadaran akan keterasingan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditarik dari puisi ini adalah bahwa hidup manusia adalah perjalanan batin yang penuh duka, cinta, dan kerinduan. Kita diajak untuk menyadari kefanaan diri, namun juga memahami bahwa rasa kehilangan atau kerinduan dapat menjadi sesuatu yang abadi dalam ingatan dan jiwa. Umbu seperti ingin mengatakan bahwa manusia tidak hanya hidup dalam realitas fisik, tetapi juga dalam bahasa, kenangan, dan simbol-simbol yang membentuk kesadaran.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji puitis, antara lain:
  • “Sebelum sayap senja (daun-daun musim)” → menghadirkan gambaran visual tentang peralihan waktu yang lembut.
  • “Sebelum hening telaga (burung-burung malam)” → imaji auditori dan visual yang menghadirkan suasana tenang namun penuh misteri.
  • “Kabut itu dikirimkan hutan / Gerimis itu ke padang perburuan” → imaji alam yang menekankan suasana dingin, sepi, dan asing.
  • “Namaku memanggil-manggil manamu” → imaji emosional yang kuat, melukiskan kerinduan mendalam.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “sayap senja”, “napas rindu dendam”, “bahasa berdarah kenangan maya” → menyimbolkan perasaan dan kondisi batin manusia.
  • Personifikasi: alam digambarkan seakan hidup, misalnya kabut yang “dikirimkan hutan”, gerimis yang “ke padang perburuan”.
  • Repetisi: pengulangan kata “Sebelum” pada awal larik-larik, menimbulkan irama magis dan ritmis.
  • Hiperbola: “Dukamu kan jadi baka sempurna”, yang memberi penekanan betapa mendalamnya luka yang abadi.
Puisi "Sajak dalam Angin" karya Umbu Landu Paranggi adalah karya yang penuh simbol dan perenungan, dengan tema tentang kerinduan, kehilangan, dan perjalanan batin manusia. Dengan imaji yang kaya, suasana melankolis, serta majas yang mendalam, Umbu berhasil menghadirkan puisi yang bukan hanya indah, tetapi juga reflektif. Ia mengajak pembaca untuk memahami bahwa cinta, duka, dan kerinduan adalah bagian dari hidup yang memberi makna, meski sering terasa fana.

Umbu Landu Paranggi dan Emha Ainun Nadjib
Puisi: Sajak dalam Angin
Karya: Umbu Landu Paranggi

Biodata Umbu Landu Paranggi:
  • Umbu Landu Paranggi lahir pada tanggal 10 Agustus 1943 di Kananggar, Paberiwai, Sumba Timur.
  • Umbu Landu Paranggi meninggal dunia pada tanggal 6 April 2021, pukul 03.55 WITA, di RS Bali Mandara.
© Sepenuhnya. All rights reserved.