Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Syair Lima Tahun Anak Asongan (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Syair Lima Tahun Anak Asongan" karya Taufiq Ismail mengisahkan perjuangan hidup seorang anak kecil yang menjadi penjual koran di tengah ...
Syair Lima Tahun Anak Asongan

Seorang anak kecil laki-laki
Berdiri di bawah matahari pagi
Matanya silau, kepala tak bertopi
Nanak, di mana kau kini?

Pagi itu, kau masih kelas enam
Mengepit koran di tangan kiri
Melambaikan tangan menangkap rezeki
Nanak, di mana kau kini?

Pagi lagi, kau sudah kelas satu
Kau tangkas berlari di sela kendara
Hidup begitu keras di ujung Jalan Pramuka
Bersaing di bawah terik matahari Jakarta
Nanak, kau kini di mana?

Pagi itu, kau naik kelas dua
Di  bawah pohon kau duduk kecapekan
Dan kulihat kau istirahat baca koran
Tiap lima detik kau hirup debu jalanan
Nanak, kau di mana gerangan?

Pagi lagi, kau cerita kau kelas tiga
Kaki tetap kurus, kecil dan dekil
Terhimpit tiga warna lampu jalanan
Paru-paru muda penuh karbon dioksida
Nanak, kau kini di mana?

Siang itu, kau tak bisa naik ke kelas satu
Tak terbayar, begitu katamu
Kulihat basah kuyup kemejamu
Ini bulan Januari, cuma bukan hujan itu
Tapi cucuran air matamu
Nanak, kini di mana kamu?

1990

Sumber: Puisi-Puisi Langit (1990)

Analisis Puisi:

Puisi "Syair Lima Tahun Anak Asongan" karya Taufiq Ismail adalah karya yang menyentuh hati, mengisahkan perjuangan hidup seorang anak kecil yang menjadi penjual koran di tengah kerasnya kehidupan Jakarta. Puisi ini menggambarkan perjalanan hidup anak tersebut selama lima tahun, dengan segala suka dukanya, dan bagaimana ia harus berjuang untuk bertahan hidup dan mendapatkan pendidikan.

Tema dan Makna

Tema utama dari puisi ini adalah perjuangan dan penderitaan seorang anak kecil yang harus bekerja sebagai penjual koran. Puisi ini menyentuh berbagai aspek kehidupan anak tersebut, seperti kemiskinan, pendidikan, dan kerasnya kehidupan jalanan. Makna yang terkandung dalam puisi ini adalah kritik sosial terhadap ketidakadilan dan penderitaan anak-anak yang harus bekerja keras di usia yang sangat muda, serta harapan akan masa depan yang lebih baik bagi mereka.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini terdiri dari enam bait, yang masing-masing menggambarkan satu tahun kehidupan anak asongan tersebut. Gaya bahasa yang digunakan Taufiq Ismail cenderung sederhana namun sangat kuat dalam menggambarkan emosi dan situasi yang dialami anak tersebut. Penggunaan repetisi "Nanak, di mana kau kini?" pada akhir setiap bait memberikan efek mendalam, menekankan rasa kehilangan dan kekhawatiran terhadap nasib anak tersebut.

Simbolisme dan Imaji

  1. Matahari dan Kepala Tak Bertopi: Matahari yang menyilaukan dan kepala yang tak bertopi menggambarkan kerasnya kehidupan di jalanan di bawah terik matahari yang menyengat. Ini melambangkan beban dan penderitaan yang harus ditanggung anak tersebut setiap hari.
  2. Debu Jalanan dan Karbon Dioksida: Debu jalanan dan karbon dioksida yang dihirup anak tersebut mencerminkan kondisi lingkungan yang tidak sehat dan berbahaya, serta menunjukkan dampak negatif dari polusi dan kehidupan jalanan terhadap kesehatannya.
  3. Kemeja Basah Kuyup: Kemeja yang basah kuyup bukan karena hujan tetapi karena air mata anak tersebut merupakan simbol dari kesedihan dan penderitaan yang mendalam. Ini menekankan betapa beratnya beban emosional yang harus ditanggung anak tersebut.

Emosi dan Suasana

Puisi ini membawa suasana yang sangat melankolis dan penuh empati. Pembaca dapat merasakan kesedihan, keletihan, dan harapan yang pupus dari anak tersebut. Emosi yang dibangun melalui deskripsi kehidupan sehari-hari anak asongan ini sangat kuat, membuat pembaca merenung tentang realitas sosial yang dihadapi anak-anak miskin di kota besar.

Pesan Moral

Pesan moral dari puisi ini adalah pentingnya perhatian dan tindakan nyata terhadap nasib anak-anak yang kurang beruntung. Puisi ini mengajak kita untuk lebih peka terhadap penderitaan mereka dan memberikan dukungan agar mereka bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik, terutama dalam hal pendidikan dan kesejahteraan. Taufiq Ismail melalui puisinya ini menyampaikan kritik terhadap sistem sosial yang tidak adil dan mengajak kita semua untuk berbuat lebih baik dalam membantu mereka yang membutuhkan.

Puisi "Syair Lima Tahun Anak Asongan" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya sastra yang mengharukan dan penuh makna. Melalui puisi ini, Taufiq Ismail berhasil menggambarkan realitas keras yang dihadapi anak-anak jalanan dengan sangat mendalam dan emosional. Dengan menggunakan simbolisme yang kuat dan gaya bahasa yang sederhana namun efektif, puisi ini mengajak kita untuk merenung dan berempati terhadap nasib mereka, serta mendorong kita untuk melakukan perubahan positif dalam masyarakat.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Syair Lima Tahun Anak Asongan
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.