Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Aku Melihat Hutan dalam Puisi (Karya Irma Agryanti)

Puisi "Aku Melihat Hutan dalam Puisi" karya Irma Agryanti mengajak pembaca untuk melihat, mendengar, dan merasakan alam dengan kesadaran penuh.

Aku Melihat Hutan dalam Puisi

tapak kaki pemburu
gema penutur

suara liar adalah
lolong anjing di kebun anggur

desis ular menyusup
perambah sarang

taman kaktus dengan bangku tua
di tepi jalan
bersama jutaan titik cahaya

inikah bahasa dalam bunyi alam?

sumur sudah mati
tapi dengung memantul-mantul

ruang kedap udara
rama-rama tersesat ke pinggiran

bila bulan berpendar sebentar
siapa berpeluk gamang?

2017

Sumber: Anjing Gunung (2018)

Analisis Puisi:

Puisi "Aku Melihat Hutan dalam Puisi" karya Irma Agryanti menghadirkan pengalaman puitis yang mendalam dan reflektif tentang alam, bunyi, dan kesadaran manusia. Dengan bahasa yang singkat namun padat makna, puisi ini memadukan imaji hutan dengan refleksi filosofis tentang hubungan manusia dengan alam.

Tema

Tema utama puisi ini adalah hubungan manusia dengan alam dan bahasa alam. Puisi ini menyoroti keterhubungan antara pengalaman inderawi manusia, alam liar, dan bunyi-bunyian yang membentuk kesadaran serta imajinasi. Ada juga tema tentang ketidakpastian dan keajaiban alam yang memicu rasa ingin tahu dan refleksi.

Puisi ini bercerita tentang pengamatan penyair terhadap hutan dan lingkungan sekitarnya, termasuk suara-suara liar dan interaksi makhluk di alam:
  • Tapak kaki pemburu dan gema penutur menandakan kehadiran manusia dalam alam dan jejaknya yang meninggalkan cerita.
  • Lolong anjing dan desis ular memberi kesan hutan yang hidup, penuh misteri, dan kadang menakutkan.
  • Taman kaktus, bangku tua, dan jutaan titik cahaya menimbulkan kesan visual yang kaya, sekaligus simbol keabadian dan fragmen kehidupan alam.
  • Puisi ini bukan sekadar deskripsi alam, tetapi juga refleksi filosofis tentang bahasa alam, ketidakpastian, dan pencarian makna.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah keindahan dan kompleksitas alam yang mengajarkan manusia tentang kehidupan, keberadaan, dan bahasa nonverbal. Penyair mempertanyakan apakah suara alam—dari anjing, ular, atau bahkan titik cahaya—merupakan “bahasa” yang bisa dimengerti manusia.

Selain itu, puisi ini menyinggung ketidakpastian dalam pengalaman manusia, di mana manusia terkadang hanya menjadi pengamat kecil di tengah alam yang luas dan misterius.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini tenang namun misterius, penuh keajaiban alam, dan sedikit gamang atau ragu. Pembaca merasakan kesendirian penyair di hutan, sekaligus keterpesonaan terhadap bunyi-bunyian dan kehidupan liar di sekitarnya. Ada juga nuansa reflektif dan melankolis ketika bulan muncul sebentar dan mempertanyakan siapa yang “berpeluk gamang”.

Imaji

Beberapa imaji menonjol dalam puisi ini:
  • Imaji suara: lolong anjing, desis ular, dengung dari sumur mati—menggambarkan hutan sebagai ruang yang hidup dengan bahasa alam.
  • Imaji visual: taman kaktus, bangku tua, jutaan titik cahaya—menciptakan pengalaman visual yang memikat dan misterius.
  • Imaji manusia: tapak kaki pemburu, penutur, dan pertanyaan tentang siapa berpeluk gamang—menggambarkan kehadiran manusia sebagai pengamat sekaligus bagian dari alam.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Personifikasi – alam dan suara-suara liar seolah memiliki kesadaran dan bahasa sendiri.
  • Metafora – bunyi alam sebagai “bahasa dalam bunyi alam”, menyiratkan komunikasi nonverbal yang mendalam.
  • Pertanyaan retoris – “inikah bahasa dalam bunyi alam?” dan “siapa berpeluk gamang?” menekankan refleksi filosofis penyair.
  • Imaji visual dan auditori – penggunaan deskripsi bunyi dan gambar alam secara bersamaan untuk menciptakan pemandangan hidup yang penuh makna.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan tentang:
  • Pentingnya mengamati alam secara seksama dan memahami bahasa nonverbalnya.
  • Kesadaran bahwa manusia hanyalah bagian kecil dari alam yang luas dan kompleks.
  • Refleksi tentang keindahan, misteri, dan ketidakpastian kehidupan yang dapat ditemukan melalui pengalaman puitis di alam.
Puisi "Aku Melihat Hutan dalam Puisi" karya Irma Agryanti adalah karya yang mengajak pembaca untuk melihat, mendengar, dan merasakan alam dengan kesadaran penuh. Dengan tema hubungan manusia dan alam, puisi ini menekankan bahwa setiap bunyi dan jejak di hutan memiliki makna tersirat yang bisa memicu refleksi filosofis. Suasana misterius, imaji yang kaya, dan pertanyaan filosofis membuat puisi ini menjadi pengalaman puitis yang mendalam dan penuh renungan.

Irma Agryanti
Puisi: Aku Melihat Hutan dalam Puisi
Karya: Irma Agryanti

Biodata Irma Agryanti:
  • Irma Agryanti lahir pada tanggal 28 Agustus 1986 di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.