Adakah Kicau Burung Gereja Itu di Pagi Ini
Adakah kicau burung gereja itu
di pagi ini, Mama
sehari kemarin ia berhenti
menyanyi
barangkali kehausan, paruhnya
memerah seakan terbakar
adakah burung itu bernyanyi
kembali pagi ini, Mama
karena kemarin paruhnya terluka
dan kakinya patah
setelah dilempar anak-anak nakal
terkapar di tanah
kasihan Mama, kemarin ia ditinggal
teman-temannya lalu kuobati
adakah sekarang ia terbang
bersama kembali?
Sumber: Bunga Anggrek untuk Mama (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1981)
Analisis Puisi:
Puisi “Adakah Kicau Burung Gereja Itu di Pagi Ini” karya Sherly Malinton merupakan karya yang sederhana namun sarat dengan perasaan iba dan empati terhadap makhluk kecil yang terluka. Melalui dialog lembut antara seorang anak dan ibunya, penyair menghadirkan suasana haru yang mengajarkan nilai kasih sayang, kepedulian, serta kesadaran moral terhadap kehidupan di sekitar.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kasih sayang dan kepedulian terhadap makhluk hidup. Penyair menyoroti nilai kemanusiaan yang lahir dari kepekaan seorang anak terhadap penderitaan seekor burung kecil. Dalam kesederhanaannya, tema ini memancarkan pesan universal bahwa cinta dan kepedulian tidak hanya ditujukan untuk sesama manusia, tetapi juga untuk seluruh makhluk Tuhan.
Puisi ini bercerita tentang seorang anak yang merasa prihatin terhadap seekor burung gereja yang terluka akibat perbuatan anak-anak nakal. Sang anak kemudian mencoba mengobati burung itu dan berharap burung tersebut dapat kembali terbang serta berkicau seperti semula. Dialog dengan sang ibu (“Mama”) menjadi sarana penyair untuk memperlihatkan sisi polos dan lembut dari hati seorang anak yang tulus menyayangi makhluk kecil di sekitarnya.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini berkaitan dengan pentingnya empati, kasih sayang, dan tanggung jawab moral terhadap makhluk hidup lainnya. Burung gereja yang terluka bukan sekadar simbol hewan kecil, melainkan lambang dari ketidakberdayaan dan penderitaan akibat ulah manusia yang kurang berperasaan. Melalui kepedulian sang anak, penyair ingin menanamkan nilai kemanusiaan — bahwa peradaban sejati lahir dari hati yang mampu merasakan kesedihan makhluk lain.
Selain itu, burung gereja juga bisa dimaknai sebagai simbol kebebasan dan kehidupan yang rapuh. Ketika burung itu terluka dan berhenti berkicau, puisi ini seolah menyinggung sisi gelap manusia modern yang sering melupakan keseimbangan dengan alam. Pertanyaan yang berulang “adakah... pagi ini, Mama” menggambarkan kerinduan akan keindahan yang sempat hilang, baik dalam arti literal (kicauan burung) maupun simbolik (rasa kemanusiaan yang mulai pudar).
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tergambar dalam puisi ini adalah haru, lembut, dan penuh iba. Pembaca diajak merasakan kepedihan seorang anak kecil yang menyesali penderitaan seekor burung. Di sisi lain, ada pula suasana penuh harapan, saat sang anak berharap burung itu sembuh dan bisa “terbang bersama kembali”. Keseluruhan suasana ini menciptakan sentuhan emosional yang halus, membuat puisi terasa hidup dan menyentuh hati.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan moral yang dapat dipetik dari puisi ini adalah pentingnya memiliki rasa empati dan kasih terhadap makhluk hidup sekecil apa pun. Puisi ini juga mengingatkan bahwa tindakan kekerasan, betapapun kecilnya, tetap membawa luka yang nyata. Melalui pandangan polos seorang anak, Sherly Malinton ingin menanamkan nilai kemanusiaan dan tanggung jawab ekologis — bahwa manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan melindungi alam, bukan merusaknya.
Selain itu, puisi ini juga menyampaikan ajaran moral keluarga, di mana sang anak belajar empati melalui percakapan dengan ibunya. Relasi anak dan ibu di sini menjadi simbol pendidikan moral yang paling awal dan paling tulus.
Imaji
Sherly Malinton menggunakan imaji visual dan perasaan yang kuat dalam puisinya.
Imaji visual tampak pada bait seperti:
- “paruhnya memerah seakan terbakar”
- “kakinya patah setelah dilempar anak-anak nakal”
- “terkapar di tanah”
Gambaran ini menimbulkan visual yang jelas di benak pembaca, menghadirkan suasana sedih dan menyayat hati.
Imaji perasaan muncul ketika sang anak menyampaikan kekhawatiran dan harapannya:
- “kasihan Mama, kemarin ia ditinggal teman-temannya lalu kuobati”
Kalimat ini mencerminkan kelembutan hati dan rasa simpati yang dalam terhadap makhluk kecil yang terluka.
Majas
Puisi ini juga memperlihatkan penggunaan majas personifikasi dan metafora.
- Personifikasi tampak pada bait: “paruhnya memerah seakan terbakar” Di sini burung digambarkan seolah memiliki rasa sakit dan penderitaan manusia.
- Metafora muncul dalam penggunaan “kicau burung gereja” yang dapat diartikan sebagai simbol suara kehidupan dan kedamaian yang sempat hilang karena kekerasan.
- Sementara itu, repetisi (pengulangan) pada frasa “adakah... pagi ini, Mama” memberikan efek ritmis yang menegaskan rasa rindu dan harap dari si anak.
Puisi “Adakah Kicau Burung Gereja Itu di Pagi Ini” karya Sherly Malinton merupakan karya yang lembut namun sarat makna kemanusiaan. Melalui kisah sederhana tentang seekor burung kecil yang terluka, penyair berhasil menyentuh nurani pembaca untuk kembali peka terhadap kehidupan sekitar. Dengan tema kasih sayang dan empati, puisi ini mengingatkan kita bahwa kebaikan sejati lahir dari perhatian terhadap hal-hal kecil — seperti peduli pada burung yang kehilangan kicauannya.
Karya ini juga menunjukkan bagaimana bahasa puitis, imaji visual, dan suasana haru dapat menyatu dalam bentuk yang ringkas namun penuh makna.
Karya: Sherly Malinton
Biodata Sherly Malinton:
- Sylvia Sherly Maria Catharina Malinton lahir pada tanggal 24 Februari 1963 di Jakarta.