Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Ajari Aku Tidur (Karya Emha Ainun Nadjib)

Puisi “Ajari Aku Tidur” karya Emha Ainun Nadjib bercerita tentang seorang manusia yang memohon kepada Tuhan agar diajari tidur seperti saat masih ...

Ajari Aku Tidur

tuhan sayang ajari aku tidur
seperti dulu menemuimu di rahim ibu
sesudah lahir menjadi anak kehidupan
sesudah didera tatakrama, pendidikan, politik
dan kebodohan
bisaku cuma tertidur
tertidur

tuhan sayang tak kurang-kurang engkau menghibur
tapi setiap kali badan terbujur ruhku bangkit
memekik-mekik!
hidupku jadi ngantuk, luar biasa ngantuk
tanpa pernah bisa sungguh-sungguh tidur

di siang dunia berseliweran kecemasan
orang-orang berburu prasangka
menumpuk salah paham terhadap kehidupan
memburu dugaan, bersandar pada bayangan
mengulum batu-batu akik, aku ngantuk
sungguh-sungguh ngantuk

di malam segala nina bobo yang menenggelamkan
tak mampu kubaringkan mati kecilku
ajari mati, ya tuhan sayang, ajari aku mati
nasib sejarah menggumpal di jantungku
jantung mengerjat-ngerjat
tapi tak pingsan

telah beribu kali
jantung meledak tak mati-mati
tuhan sayang, ya tuhan sayang
rinduku amat tua
dan sakit

1986

Sumber: Cahaya Maha Cahaya (1993)

Analisis Puisi:

Puisi-puisi Emha Ainun Nadjib dikenal karena kedekatannya pada renungan spiritual, kritik sosial, serta kegelisahan batin manusia modern. Salah satu puisinya, “Ajari Aku Tidur”, menghadirkan suara seorang manusia yang lelah, mengadu kepada Tuhan, meminta diajari kembali hakikat tidur sebagai bentuk ketenangan sejati.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kerinduan pada ketenangan spiritual di tengah kegelisahan hidup. Penyair menggambarkan bahwa manusia yang didera oleh pendidikan, politik, kesalahpahaman, dan kecemasan dunia modern menjadi kehilangan kemampuan untuk tidur dalam arti hakiki. Tidur yang diminta bukan hanya aktivitas fisik, tetapi simbol peristirahatan jiwa dan kematian kecil yang damai.

Puisi ini bercerita tentang seorang manusia yang memohon kepada Tuhan agar diajari tidur seperti saat masih berada di rahim ibu. Tidur di sini dipandang sebagai keadaan suci, tenang, dan bebas dari beban dunia. Penyair mengeluhkan hidupnya yang penuh prasangka, kecemasan, dan kegaduhan sehingga hanya bisa merasa ngantuk tanpa pernah benar-benar tidur. Ada kerinduan mendalam untuk mati kecil—yakni tidur yang damai—bahkan untuk “mati” dalam arti spiritual agar terbebas dari penderitaan sejarah yang menggumpal di jantungnya.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah pencarian kembali hakikat ketenangan batin di tengah hiruk pikuk dunia modern. “Tidur” bukan sekadar aktivitas melelapkan diri, melainkan simbol kepasrahan total kepada Tuhan, seperti janin dalam rahim yang tenang dan aman. Penyair juga menyiratkan bahwa kehidupan modern yang penuh prasangka dan kesalahpahaman telah merampas kemampuan manusia untuk benar-benar beristirahat—secara fisik, mental, maupun spiritual.

Makna lainnya adalah kerinduan pada kematian yang damai, sebuah kepulangan kepada Tuhan setelah penderitaan panjang hidup dan sejarah. Ini tampak pada baris: “ajari mati, ya tuhan sayang, ajari aku mati / nasib sejarah menggumpal di jantungku.”

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini melankolis, lelah, dan penuh kerinduan spiritual. Ada rasa pasrah namun juga gelisah: penyair terus-menerus mengulang permintaan kepada Tuhan sambil mengungkapkan rasa ngantuk yang luar biasa, tetapi tanpa tidur yang sebenarnya. Suasana ini memunculkan kesan manusia yang berada di ambang keputusasaan, namun masih memohon rahmat.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah pentingnya kembali kepada ketenangan spiritual di tengah hiruk pikuk kehidupan. Manusia modern cenderung didera kecemasan, prasangka, dan beban sejarah sehingga kehilangan ketenangan batin. Melalui puisi ini, penyair seolah mengingatkan pembaca bahwa tidur—dan kematian kecil yang menyertainya—adalah anugerah Tuhan yang menjadi jalan untuk beristirahat dan pasrah.

Pesan lainnya: manusia harus belajar melepaskan beban dunia agar dapat menemukan kembali kedamaian dan keselamatan yang sejati.

Imaji

Puisi ini memunculkan imaji-imaji yang kuat:
  • Imaji spiritual: “tuhan sayang ajari aku tidur / seperti dulu menemuimu di rahim ibu” menghadirkan gambaran tentang kepasrahan total kepada Tuhan.
  • Imaji kelelahan: “hidupku jadi ngantuk, luar biasa ngantuk / tanpa pernah bisa sungguh-sungguh tidur” menunjukkan rasa lelah yang mendalam.
  • Imaji sejarah yang menggumpal: “nasib sejarah menggumpal di jantungku / jantung mengerjat-ngerjat” menggambarkan beban masa lalu yang menekan batin.
Imaji-imaji ini membuat pembaca bisa ikut merasakan beratnya beban dan kerinduan spiritual penyair.

Majas

Emha menggunakan beberapa majas penting dalam puisi ini:
  • Metafora – “tidur” menjadi metafora bagi ketenangan batin dan kematian kecil yang damai.
  • Personifikasi – sejarah digambarkan “menggumpal di jantung”, seolah memiliki bentuk dan beban fisik.
  • Repetisi – pengulangan kata “ngantuk” dan “tidur” menegaskan rasa lelah dan kerinduan yang tak terpenuhi.
  • Simbolisme – “rahim ibu” sebagai simbol tempat suci dan damai sebelum manusia menghadapi kerasnya kehidupan dunia.
Puisi “Ajari Aku Tidur” karya Emha Ainun Nadjib adalah renungan mendalam tentang pencarian ketenangan spiritual di tengah kegelisahan dunia modern. Dengan tema kerinduan batin pada ketenangan, imaji spiritual yang kuat, dan majas yang padat, puisi ini menjadi cermin kegelisahan manusia yang lelah menghadapi prasangka, sejarah, dan beban hidup, lalu memohon kepada Tuhan untuk diajari kembali tidur yang damai.

Emha Ainun Nadjib
Puisi: Ajari Aku Tidur
Karya: Emha Ainun Nadjib

Biodata Emha Ainun Nadjib:
  • Muhammad Ainun Nadjib (Emha Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun atau Mbah Nun) lahir pada tanggal 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.