Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Aku Mendengarnya (Karya Diah Hadaning)

Puisi “Aku Mendengarnya” karya Diah Hadaning bercerita tentang suara Ilahi yang menegur manusia agar tidak mencari sumber kehidupan di luar diri-Nya.
Aku Mendengarnya

kenapa mencari matahari
datanglah pada terangKu
kenapa mencari api
datanglah pada panasKu

kenapa mencari angin
datanglah pada desirKu
kenapa mencari air
datanglah pada sejukKu

aku berikan segalaKu
padamu yang mengaku
tiada yang selain Aku
panggil Aku di puncak heningmu
hanya dalam diammu

Sumber: Nyanyian Hening Senjakala (Pustaka Sastra, 1996)

Analisis Puisi:

Puisi “Aku Mendengarnya” karya Diah Hadaning merupakan karya yang sarat makna spiritual dan reflektif. Melalui gaya bahasa yang sederhana namun mendalam, penyair menggambarkan percakapan batin antara manusia dengan Sang Pencipta — sebuah ajakan untuk kembali pada sumber sejati kehidupan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pencarian spiritual dan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam keheningan batin. Diah Hadaning menulis puisi ini dengan nada yang mirip doa atau wahyu, menggambarkan hubungan antara manusia yang gelisah mencari makna hidup dengan Tuhan yang selalu hadir menunggu panggilan dari hati terdalam.

Puisi ini bercerita tentang suara Ilahi yang menegur manusia agar tidak mencari sumber kehidupan di luar diri-Nya. Melalui metafora matahari, api, angin, dan air, Tuhan seolah berbicara kepada manusia: bahwa segala cahaya, panas, kesejukan, dan kehidupan sejati berasal dari-Nya. Di akhir puisi, Tuhan menegaskan bahwa hanya dalam keheningan dan diam batin, manusia dapat benar-benar merasakan kehadiran-Nya.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah ajakan untuk berhenti mencari kebahagiaan dan kebenaran di luar diri sendiri, karena sumber sejatinya ada dalam hubungan batin dengan Tuhan. Diah Hadaning ingin menyampaikan bahwa Tuhan tidak jauh — Ia hadir dalam diri setiap manusia yang mau diam, merenung, dan membuka hati.

Puisi ini juga mengandung makna introspektif: bahwa manusia sering tersesat dalam pencarian duniawi, padahal segala yang dicari sudah tersedia dalam kedekatan spiritual dengan Sang Pencipta.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini tenang, khusyuk, dan penuh keheningan rohani. Setiap baris terasa seperti percakapan lembut antara Tuhan dan jiwa manusia. Tidak ada nada keras, hanya ketenangan yang mengajak pembaca untuk berhenti sejenak dan merenung. Suasana hening yang diciptakan lewat diksi “di puncak heningmu” dan “dalam diammu” menegaskan pentingnya kedamaian batin untuk menemukan Tuhan.

Imaji

Puisi ini menghadirkan imaji alam dan imaji spiritual. Imaji alam muncul melalui kata matahari, api, angin, air — elemen-elemen yang menjadi simbol kekuatan dan kehidupan. Imaji spiritual muncul ketika penyair menulis “datanglah pada terangKu” dan “datanglah pada sejukKu”, yang menggambarkan kehadiran Tuhan sebagai sumber cahaya, panas, dan kesejukan batin.

Gabungan kedua jenis imaji ini menciptakan keseimbangan antara dunia fisik dan batin, antara alam dan Tuhan.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi, karena Tuhan digambarkan seolah berbicara langsung dan mengundang manusia untuk datang kepada-Nya.
  • Metafora, pada ungkapan seperti “matahari”, “api”, “angin”, “air” yang menjadi lambang aspek-aspek Tuhan (penerang, penghangat, penggerak, dan penyegar jiwa).
  • Repetisi, pada pengulangan pola kalimat “kenapa mencari…” dan “datanglah pada…”, yang memberi irama dan menegaskan pesan spiritual.
  • Paralelisme, yakni kesejajaran struktur kalimat yang menciptakan keharmonisan bunyi dan makna.

Amanat / Pesan yang disampaikan

Amanat yang disampaikan puisi ini adalah bahwa manusia harus mencari Tuhan bukan di luar, melainkan di dalam dirinya sendiri — dalam keheningan dan kesadaran hati. Diah Hadaning menegaskan bahwa Tuhan adalah sumber segala hal yang manusia cari: terang, panas, angin, dan air. Hanya dengan berserah dan diam, manusia bisa benar-benar mendengar suara-Nya.

Puisi “Aku Mendengarnya” merupakan puisi kontemplatif yang memadukan unsur alam dan spiritualitas dengan indah. Diah Hadaning menghadirkan suara Ilahi yang penuh kasih, mengingatkan manusia bahwa Tuhan selalu dekat — tidak di tempat yang jauh, melainkan dalam keheningan jiwa yang mendengarkan.

"Puisi: Vibrasi Terumbu Karang (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Aku Mendengarnya
Karya: Diah Hadaning

Biodata Diah Hadaning:
  • Diah Hadaning lahir pada tanggal 4 Mei 1940 di Jepara, Jawa Tengah, Indonesia.
  • Diah Hadaning meninggal dunai pada tanggal 1 Agustus 2021 (pada usia 81) di Depok, Jawa Barat, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.