Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Andaikata (Karya Isma Sawitri)

Puisi "Andaikata" karya Isma Sawitri mengeksplorasi tema-tema kehidupan, harapan, dan ketidakpastian dengan menggunakan bahasa yang kaya akan ...
Andaikata

Aku kelu
pucuk hari lewat satu satu
kemana perginya gelombang lautku
terbenam dimana kaki langitku

Andai hujan tidak turun renyai sore tadi
fikiran kerdil tidak memburu kesana kemari
dan kepahitan bisa dibagi
misalkan settingya Bali
malam gemintang, deadline terlampaui
setengah mengantuk kita jalan bersisian
seperti dulu berdiam-diam

Andaikata kemudian impian tidak terpenggal
kata hati tidak ditekuk, sikap jiwa tidak mendua
Napoleon tidak bicara tentang kekuatan pena dan senjata
idealisme!
telah kita curigai dan nistakan dia
telah kita ingkari keabsahannya
telah kita pesan nokturno kematiannya

Andaikata sejarah masih sempat ditulis ulang
tinta dan darah cukup pekat buat digelegakkan
dan kita siap untuk sebuah perhitungan

Andai alam menggelar kembali malam gemintang
deadline terlampaui, setengah mengantuk kita jalan bersisian
seperti dulu

Aku tak tahu
diri ini segemuruh bom waktu
terkirim dalam kemasan gagu
meledak rerak dalam tanganmu
aku tak tahu

Sumber: Horison (September, 1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Andaikata" karya Isma Sawitri mengeksplorasi tema-tema kehidupan, harapan, dan ketidakpastian dengan menggunakan bahasa yang kaya akan metafora dan imajinasi. Puisi ini merangkum pengalaman manusia dalam perjalanan hidup, serta menyiratkan pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang eksistensi dan takdir.

Perjalanan Hidup dan Waktu: Puisi dimulai dengan ungkapan "Aku kelu, pucuk hari lewat satu-satu," menciptakan gambaran tentang perjalanan hidup yang terus berjalan. Metafora "gelombang lautku terbenam dimana kaki langitku" memberikan kesan perjalanan yang misterius dan tak terduga.

Andai dan Harapan: Puisi menyajikan serangkaian "andaikata," membuka ruang untuk berimajinasi dan merenungkan alternatif-alternatif dalam kehidupan. Ungkapan "Andai hujan tidak turun renyai sore tadi" menciptakan suasana harapan dan pengubahan keadaan. Puisi ini menggambarkan potensi untuk perubahan dan kemungkinan-kemungkinan baru.

Pertentangan dan Kesulitan: Bagian puisi yang menyebutkan "fikiran kerdil tidak memburu kesana kemari" mencerminkan pertentangan batin dan kesulitan yang mungkin dihadapi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kepahitan yang bisa dibagi, seperti dalam setting Bali, memberikan kesan bahwa meskipun ada konflik, masih ada potensi untuk menciptakan kedamaian dan kebersamaan.

Pertentangan Idealisme dan Realitas: Penyebutan Napoleon dan pembicaraannya tentang kekuatan pena dan senjata merujuk pada pertentangan antara idealisme dan realitas. Puisi ini mengeksplorasi perbedaan antara impian dan kenyataan, serta konsekuensi dari pengingkaran terhadap nilai-nilai idealistik.

Sejarah dan Perhitungan: Puisi mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kemungkinan merubah sejarah dan melakukan perhitungan terhadap pilihan hidup. Tinta dan darah yang cukup pekat untuk dituliskan kembali sejarah memberikan gambaran akan kekuatan dan pengaruh individu dalam menciptakan perubahan.

Ketidakpastian Diri: Puisi ditutup dengan pengakuan diri yang penuh ketidakpastian. Ungkapan "Aku tak tahu, diri ini segemuruh bom waktu" menciptakan gambaran tentang ketidakpastian eksistensi dan ketidakmampuan manusia untuk memprediksi masa depan.

Dengan menggunakan gaya yang puitis dan simbolis, Isma Sawitri mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup, harapan, dan pertentangan dalam kehidupan manusia. Puisi "Andaikata" menantang pembaca untuk mempertanyakan realitas, bermimpi, dan menyadari kompleksitas dalam menghadapi takdir dan pilihan hidup.

Isma Sawitri
Puisi: Andaikata
Karya: Isma Sawitri

Biodata Isma Sawitri:
  • Isma Sawitri lahir pada tanggal 21 November 1940 di Langsa, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.