Antara Duka dan Cita-Cita
dalam remang cuaca
nampak sejuta duka
menghias bumi yang gersang
dalam cerah sang surya
menebar harapan
penuh cita-cita di bumi tercinta
Jakarta, September 1977
Sumber: Bunga Anggrek untuk Mama (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1981)
Analisis Puisi:
Puisi “Antara Duka dan Cita-Cita” karya Sherly Malinton merupakan salah satu karya yang sederhana dalam bentuk, namun mengandung kedalaman makna yang menyentuh kehidupan manusia secara universal. Melalui enam larik singkat, penyair berhasil menggabungkan dua sisi kehidupan yang selalu berdampingan—kesedihan dan harapan. Dengan diksi yang lugas dan penuh simbol alam, puisi ini menjadi refleksi batin tentang perjuangan manusia menghadapi kenyataan hidup yang keras dengan tetap menggenggam cita-cita.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kontras antara penderitaan dan harapan hidup. Penyair menggambarkan bagaimana di balik kegelapan dan kesedihan (“remang cuaca” dan “sejuta duka”), selalu ada sinar harapan yang datang bersama “cerah sang surya.” Tema ini menekankan keseimbangan antara duka dan cita-cita, antara kesulitan dan optimisme, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan batin manusia yang hidup di tengah dunia yang tidak selalu indah. Ada masa ketika bumi tampak “gersang”—simbol dari penderitaan, kesedihan, dan keterpurukan. Namun, dalam waktu yang sama, ada pula “cerah sang surya” yang menandakan kebangkitan, semangat, dan cita-cita yang tumbuh kembali.
Sherly Malinton seperti ingin mengatakan bahwa kehidupan adalah siklus: setelah duka, akan ada harapan; setelah malam, pasti datang pagi. Manusia harus terus berjuang dan tidak larut dalam kesedihan, sebab selalu ada harapan yang bisa ditemukan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah pesan keteguhan dan optimisme dalam menghadapi cobaan hidup. “Remang cuaca” bukan sekadar gambaran alam, tetapi melambangkan kondisi batin manusia yang sedang muram, penuh kegelisahan, atau kehilangan arah. “Sejuta duka menghias bumi yang gersang” menunjukkan betapa penderitaan tersebar di mana-mana, seolah dunia ini kehilangan kehidupan. Namun, ketika “cerah sang surya menebar harapan,” penyair ingin mengingatkan bahwa setelah kesulitan, selalu ada jalan menuju kebaikan dan kebahagiaan.
Puisi ini juga dapat dimaknai sebagai ajakan untuk tidak menyerah pada keadaan, sebab cita-cita dan harapan adalah kekuatan yang mampu menghidupkan kembali bumi yang kering sekalipun.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini berubah dari kelam menuju terang, dari sedih menjadi optimis. Pada awalnya, penyair menghadirkan nuansa muram dengan kata-kata seperti “remang,” “duka,” dan “gersang.”
Suasana ini mencerminkan keputusasaan atau kesedihan yang menyelimuti dunia. Namun, suasana tersebut perlahan berubah menjadi penuh semangat dan harapan dengan hadirnya “cerah sang surya” dan “penuh cita-cita.” Perubahan suasana ini menciptakan dinamika emosi yang menggambarkan perjalanan manusia dari penderitaan menuju harapan baru.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang dapat diambil dari puisi “Antara Duka dan Cita-Cita” adalah ajakan untuk tetap berpegang pada harapan dan cita-cita meskipun hidup penuh kesulitan. Penyair ingin menyampaikan bahwa duka adalah bagian dari kehidupan, tetapi manusia tidak boleh tenggelam di dalamnya. Justru dari duka itulah muncul tekad untuk memperjuangkan masa depan yang lebih baik.
Pesan moralnya jelas: di balik setiap penderitaan, selalu ada kesempatan untuk bangkit. Selama masih ada matahari yang bersinar, manusia harus percaya bahwa harapan tidak pernah mati.
Imaji
Puisi ini mengandung imaji visual dan emosional yang kuat.
- Imaji visual tampak pada larik “dalam remang cuaca / nampak sejuta duka / menghias bumi yang gersang”, yang membangkitkan gambaran bumi tandus di bawah langit kelabu.
- Imaji emosional muncul saat “cerah sang surya menebar harapan / penuh cita-cita di bumi tercinta”, yang menggambarkan perasaan lega, hangat, dan optimis setelah melalui kesedihan panjang.
Imaji ini bekerja dengan baik untuk membawa pembaca dari suasana murung menuju pencerahan batin, seolah melihat pelangi setelah hujan reda.
Majas
Beberapa majas (gaya bahasa) digunakan dalam puisi ini untuk memperkuat kesan puitik:
- Personifikasi – “Sejuta duka menghias bumi yang gersang” memberikan kesan bahwa duka memiliki kemampuan menghiasi, seolah-olah ia makhluk hidup.
- Metafora – “Remang cuaca” dan “cerah sang surya” bukan hanya kondisi alam, tetapi metafora dari keadaan batin manusia—antara keputusasaan dan harapan.
- Hiperbola – “Sejuta duka” digunakan untuk menegaskan besarnya penderitaan, bukan dalam arti harfiah, tetapi untuk menggambarkan kedalaman rasa sedih yang menyelimuti dunia.
Puisi “Antara Duka dan Cita-Cita” karya Sherly Malinton merupakan refleksi singkat namun bermakna tentang dua sisi kehidupan manusia: kesedihan dan harapan. Dengan bahasa yang lembut dan simbol-simbol alam yang sederhana, penyair menanamkan pesan universal bahwa kehidupan selalu memberi ruang untuk bangkit, tak peduli seberapa berat duka yang pernah datang.
Puisi ini mengajarkan kita bahwa harapan adalah cahaya yang tak pernah padam, bahkan di tengah kegelapan sekalipun. Selama manusia memiliki cita-cita, ia tidak akan benar-benar kalah oleh penderitaan. Dalam setiap “duka,” selalu ada “cita-cita” yang menunggu untuk mekar di bawah sinar “cerah sang surya.”
Karya: Sherly Malinton
Biodata Sherly Malinton:
- Sylvia Sherly Maria Catharina Malinton lahir pada tanggal 24 Februari 1963 di Jakarta.