Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Bahasa di Pantai Masih yang Dulu (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi "Bahasa di Pantai Masih yang Dulu" karya Raudal Tanjung Banua mengajak kita untuk menyadari bahwa meskipun dunia di sekitar kita terus ...
Bahasa di Pantai Masih yang Dulu
(untuk Bapak Max Arifin)

Pemandangan di pantai tidak mengubah
rangkaian bahasa dan keyakinan kita
walau samanera, panji-panji serta bendera
telah berganti warna. Berkibaran
setinggi pucuk daun kelapa
di pelabuhan, di rumah-rumah kelabu
gudang tua serta menara
semua bicara dalam bahasa lama:
urusan dagang, popor senapang, poster-poster
setengah telanjang. Juga

gema panjang lorong tambang. Aroma rempah-rempah
dan lambung kapal para maskapai. Sampai-

pendaratan demi pendaratan
menggerus pantai dan pulau karang yang kita jaga
dengan keyakinan nganga luka punggung terbuka

Maka berbicaralah engkau, niscaya setiap suku-kata
terbakar di udara. Terasa sengau dan baja

Tapi di sebuah menara api terdekat
yang mengobarkan kepergian
dan pendaratan kapal-kapal
kita bertahan: membangun kerajaan sendiri
dari sunyi dan puisi.

Yogya, 2003

Analisis Puisi:

Puisi "Bahasa di Pantai Masih yang Dulu" oleh Raudal Tanjung Banua menyelidiki tema identitas, perubahan, dan pertahanan budaya di tengah perkembangan zaman. Dengan latar pantai yang menjadi simbol perubahan dan ketahanan, puisi ini menggambarkan bagaimana bahasa dan keyakinan dapat bertahan meskipun lingkungan dan simbol-simbol di sekitar mengalami perubahan.

Deskripsi dan Makna

Puisi ini dimulai dengan pernyataan bahwa "Pemandangan di pantai tidak mengubah rangkaian bahasa dan keyakinan kita." Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun fisik pantai dan suasananya berubah, bahasa dan keyakinan yang ada tetap bertahan. Ini menggarisbawahi ketahanan identitas budaya di tengah perubahan yang terus-menerus.

Simbolisme dan Perubahan

Puisi ini mencatat perubahan yang terjadi di sekitar pantai, seperti "samanera, panji-panji serta bendera telah berganti warna." Pergantian simbol-simbol ini mencerminkan perubahan dalam konteks sosial dan politik, tetapi bahasa dan budaya lokal tetap berdiri kokoh. Gambaran "Berkibaran setinggi pucuk daun kelapa di pelabuhan, di rumah-rumah kelabu", menciptakan kesan visual tentang bagaimana simbol-simbol tersebut masih berperan meskipun banyak yang telah berubah.

Pernyataan "semua bicara dalam bahasa lama" menunjukkan bahwa meskipun ada perubahan eksternal, bahasa lama dan tradisi tetap dipertahankan. Elemen-elemen seperti "urusan dagang, popor senapang, poster-poster setengah telanjang" menjadi representasi dari aspek kehidupan yang berubah namun tetap memiliki jejak sejarah.

Konteks dan Kesadaran Budaya

Puisi ini menggambarkan "gema panjang lorong tambang", "aroma rempah-rempah dan lambung kapal para maskapai", yang mencerminkan kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah berlangsung lama di pantai tersebut. Penerimaan terhadap perubahan yang menggerus pantai dan pulau karang adalah simbol dari dampak yang dirasakan oleh masyarakat lokal, sementara "keyakinan nganga luka punggung terbuka" menunjukkan kerentanan yang dihadapi.

Pertahanan dan Peneguhan Identitas

Puisi ini kemudian mengajak pembaca untuk "berbicara" dan merasakan bagaimana setiap kata "terbakar di udara" menunjukkan upaya untuk menjaga identitas budaya yang mungkin terancam. Meskipun menghadapi perubahan, "di sebuah menara api terdekat yang mengobarkan kepergian dan pendaratan kapal-kapal" menjadi simbol dari keberadaan dan ketahanan budaya yang bertahan di tengah perubahan besar.

Penutup puisi "kita bertahan: membangun kerajaan sendiri dari sunyi dan puisi" menegaskan bagaimana meskipun mengalami perubahan dan tantangan, masyarakat tetap mempertahankan identitasnya melalui karya dan ekspresi budaya.

Puisi "Bahasa di Pantai Masih yang Dulu" karya Raudal Tanjung Banua adalah refleksi mendalam tentang ketahanan budaya di tengah perubahan yang terus menerus. Dengan menggambarkan bagaimana bahasa dan keyakinan tetap bertahan meskipun simbol-simbol eksternal berubah, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya mempertahankan identitas budaya dan bahasa.

Puisi ini mengajak kita untuk menyadari bahwa meskipun dunia di sekitar kita terus berubah, nilai-nilai dan tradisi yang mendalam tetap memiliki tempat yang penting. Melalui puisi, Raudal Tanjung Banua menyiratkan bahwa di tengah perubahan, ada ruang untuk membangun dan menjaga kerajaan identitas dan budaya dari keheningan dan puisi.

Puisi: Bahasa di Pantai Masih yang Dulu
Puisi: Bahasa di Pantai Masih yang Dulu
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.