Sumber: Gergaji (2001)
Analisis Puisi:
Puisi "Banda Aceh" karya Slamet Sukirnanto menghadirkan renungan mendalam tentang ruang, waktu, dan spiritualitas. Lewat larik-larik yang tenang namun sarat makna, penyair menghadirkan Banda Aceh bukan sekadar sebagai kota geografis, melainkan juga ruang batin yang menyimpan sejarah, doa, dan pencarian spiritual manusia.
Tema
Tema utama puisi ini adalah pencarian spiritual dan refleksi sejarah dalam ruang kota Banda Aceh. Penyair menghubungkan gambaran alam, suasana kota, serta momentum keagamaan (azan, qomat, syaf) dengan perasaan personal yang melankolis sekaligus kontemplatif.
Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh lirik yang berada di ketinggian kamar, memandang sungai yang tenang mengalir masuk ke kota Banda Aceh, lalu larut dalam perenungan spiritual ketika mendengar azan dan qomat dikumandangkan. Ada kerinduan untuk bertemu seseorang—barangkali sahabat, kekasih, atau bahkan simbol jiwa manusia yang terjebak tafakur dan lupa melangkah dalam putaran sejarah. Akhirnya, penyair menghadapkan dirinya pada kota Banda Aceh yang menyimpan jejak masa lalu, serpihan sejarah, dan bisu yang menuntun ke perenungan lebih dalam.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah keterhubungan antara ruang kota Banda Aceh dengan spiritualitas dan sejarah manusia. Sungai yang mengalir pelan menjadi lambang perjalanan waktu, sementara azan dan qomat melambangkan panggilan untuk kembali pada Tuhan. Ketidakhadiran sosok yang dinanti bisa dibaca sebagai simbol keterlambatan manusia dalam memenuhi panggilan ilahi atau melupakan jejak sejarah. Banda Aceh di sini tidak hanya kota fisik, tetapi juga metafora tentang jejak kemanusiaan, tragedi, dan ingatan kolektif yang terus menuntun meski bisu.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa hening, kontemplatif, sekaligus melankolis. Ada kesunyian yang dipertegas oleh suara azan dan qomat, lalu perasaan kehilangan yang tersirat ketika sosok yang ditunggu tak kunjung hadir. Namun di balik itu, ada pula keteduhan dalam renungan spiritual dan kedekatan dengan sejarah yang terpatri dalam kota.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang disampaikan puisi ini adalah pentingnya mendengarkan panggilan spiritual, menyadari keterhubungan dengan sejarah, dan tidak hanyut dalam lupa. Banda Aceh digambarkan sebagai ruang yang menyimpan jejak masa lalu dan menjadi pengingat bahwa hidup manusia tak lepas dari waktu, sejarah, dan Tuhan.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual, auditori, dan batiniah:
- Imaji visual: “memandang sungai tenang masuk kota”, “cakrawala pengembara di seberang”, “dataran di kakimu alga serpihan masa lalu”.
- Imaji auditori: “azan sudah dikumandangkan”, “qomat telah diserukan”.
- Imaji batiniah: kerinduan, keheningan, serta kesadaran spiritual yang mendalam.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “sungai tenang masuk kota, lambat dan sopan” memberikan sifat manusia pada sungai.
- Metafora: Banda Aceh sebagai simbol ruang sejarah dan spiritualitas.
- Alegori: perjalanan sungai dan azan sebagai perlambangan perjalanan manusia menuju Tuhan.
Puisi "Banda Aceh" karya Slamet Sukirnanto adalah sebuah perenungan yang memadukan antara suasana kota, sejarah, dan spiritualitas. Dengan tema pencarian jiwa di tengah perjalanan sejarah, puisi ini bercerita tentang perasaan rindu, kehilangan, sekaligus kesadaran akan pentingnya kembali pada panggilan Tuhan. Imaji yang kuat serta majas yang simbolis menjadikan puisi ini bukan sekadar potret Banda Aceh, melainkan juga cermin tentang manusia, waktu, dan keabadian.
Karya: Slamet Sukirnanto
Biodata Slamet Sukirnanto:
- Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
- Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
- Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.