Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Bicaralah dengan Laut (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi “Bicaralah dengan Laut” karya Slamet Sukirnanto bercerita tentang seseorang yang sedang berbicara dengan laut sebagai simbol kehidupan dan ...
Bicaralah dengan Laut

Bicaralah dengan laut
Meskipun tidak ada dermaga di sini
Memberangkatkan batin gundah
Ombak tinggi. Angin kencang
Menampar tubuh lusuh ini
Aku tidak sendiri
Juga engkau. Sejak tadi
Membangun bukit. Tabah
Di atas pasir pantai bergulir
Menghalau mendung dari puncak
Zikir dan doa
Shalawat jangkar tambatan surga!

Bicaralah dengan laut
Medan luas
Tuangkan saja
Atau diam mengelana
Kucurkan sepanjang masa
Tanpa peduli membangun jelaga
Kerangka dan benda samar-samar
Gerumbul angan-angan
Gaung belantara

Pesta semua yang luka
Engkau toreh di tiap pokok di dalamnya
Merintih! Merintihlah di antara semak dan rumput liar
Atau di bawah gemuruh gelombang!

Banda Aceh-Jakarta, 2 Juli-3 Agustus 1995

Sumber: Gergaji (2001)

Analisis Puisi:

Puisi “Bicaralah dengan Laut” karya Slamet Sukirnanto merupakan karya yang penuh makna dan refleksi batin yang mendalam. Melalui simbol laut, penyair mengajak pembaca untuk melakukan percakapan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan kekuatan spiritual yang lebih besar. Seperti puisi-puisi Slamet Sukirnanto lainnya, karya ini menghadirkan perpaduan antara perenungan eksistensial dan spiritualitas yang bersahaja.

Tema

Tema puisi “Bicaralah dengan Laut” adalah perenungan batin dan pencarian ketenangan spiritual di tengah penderitaan hidup. Laut di sini menjadi simbol keabadian, ketenangan, sekaligus kedalaman jiwa manusia yang gelisah. Penyair mengajak pembaca untuk “berbicara” dengan laut—yakni berdialog dengan hati sendiri dan Tuhan—agar kegelisahan batin dapat menemukan makna dan kedamaian.

Tema ini juga dapat dimaknai sebagai panggilan untuk berdamai dengan diri dan menerima penderitaan sebagai bagian dari perjalanan spiritual.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang berbicara dengan laut sebagai simbol kehidupan dan ketenangan, di tengah badai persoalan yang melanda jiwanya. Ia merasa “tidak sendiri”, sebab dalam penderitaan itu selalu ada kekuatan spiritual yang menemaninya. Laut, ombak, angin, dan pasir menjadi saksi dialog batin antara manusia yang lelah dengan semesta yang luas.

Bagian awal puisi menampilkan suasana gundah — “Ombak tinggi. Angin kencang / Menampar tubuh lusuh ini.” Namun, di tengah kesedihan itu muncul kesadaran untuk tetap tabah di atas pasir pantai bergulir — tanda keteguhan hati. Penyair juga menyisipkan nuansa religius: “Zikir dan doa / Shalawat jangkar tambatan surga!” yang menunjukkan bahwa ketenangan sejati hanya bisa diperoleh dengan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah pesan tentang pentingnya berdialog dengan diri sendiri dan menemukan makna spiritual di tengah cobaan hidup. Laut yang luas melambangkan kehidupan yang penuh misteri, ombaknya melambangkan ujian, dan diamnya laut mencerminkan ketenangan yang bisa dicapai jika seseorang ikhlas dan sabar.

Selain itu, puisi ini menyiratkan bahwa setiap penderitaan dapat menjadi jalan menuju kebijaksanaan, selama manusia mau merenung, berzikir, dan membuka hati. “Bicaralah dengan laut” bukan sekadar metafora untuk berbicara dengan alam, tetapi juga ajakan untuk berbicara dengan hati—menemukan cahaya di balik kegelapan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah campuran antara kesedihan, keheningan, dan ketabahan. Ada perasaan putus asa yang mendalam, namun diimbangi dengan kesadaran untuk bangkit. Kesunyian laut menciptakan suasana kontemplatif, sementara deskripsi “ombak tinggi” dan “angin kencang” menggambarkan tekanan batin yang kuat. Namun, di balik semua itu, hadir pula rasa damai dan keikhlasan yang perlahan muncul ketika manusia mulai “berbicara dengan laut.”

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Amanat puisi ini adalah ajakan untuk merenung dan mencari kedamaian batin dengan kembali kepada Sang Pencipta. Penyair mengingatkan bahwa dalam setiap badai kehidupan, manusia tidak pernah benar-benar sendirian. Selalu ada ruang untuk berdoa, berzikir, dan menyandarkan diri kepada kekuatan Ilahi.

Selain itu, puisi ini juga mengajarkan ketabahan dan penerimaan, bahwa luka, kelelahan, dan kesedihan adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus dilalui dengan sabar. Hanya dengan berbicara kepada “laut”—yakni mendengarkan suara hati dan Tuhan—manusia bisa menemukan arti sejati dari penderitaan.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji alam dan spiritual. Penyair menggunakan citraan visual dan auditif untuk menghidupkan suasana batin yang dialami tokoh lirik. Beberapa contoh imaji kuat dalam puisi ini antara lain:
  • “Ombak tinggi. Angin kencang / Menampar tubuh lusuh ini” — menghadirkan imaji visual dan perasaan getir.
  • “Di atas pasir pantai bergulir / Menghalau mendung dari puncak” — menggambarkan usaha manusia mengatasi kesedihan.
  • “Shalawat jangkar tambatan surga!” — imaji spiritual yang menghadirkan rasa religius dan harapan akan keselamatan.
Imaji laut, ombak, pasir, dan angin membuat pembaca seolah merasakan langsung suasana pantai yang menjadi metafora batin yang sedang bergolak.

Majas

Slamet Sukirnanto menggunakan sejumlah majas perbandingan dan personifikasi untuk memperkuat efek puitik. Beberapa contoh majas yang tampak:
  • Personifikasi: “Angin kencang menampar tubuh lusuh ini” — angin digambarkan seolah makhluk hidup yang menampar.
  • Metafora: “Bicaralah dengan laut” — laut dipersonifikasikan sebagai sahabat, pendengar, sekaligus simbol kehidupan spiritual.
  • Repetisi: Pengulangan frasa “Bicaralah dengan laut” mempertegas pesan utama puisi dan menciptakan irama yang menenangkan.
  • Simbolisme: Laut melambangkan ketenangan, kedalaman, dan spiritualitas; ombak mewakili ujian hidup; pasir pantai melambangkan keteguhan yang rapuh namun sabar.
Puisi “Bicaralah dengan Laut” karya Slamet Sukirnanto adalah karya reflektif yang menggambarkan pergulatan batin manusia dalam menghadapi kehidupan. Melalui simbol laut, penyair mengajak pembaca untuk berdialog dengan jiwa sendiri, untuk menenangkan gejolak hati dengan ketabahan dan doa.

Karya ini menunjukkan bahwa di balik setiap gelombang kesedihan, selalu ada lautan luas tempat kita bersandar. Dalam keheningan doa, manusia dapat menemukan keseimbangan antara luka dan ketenangan — seperti laut yang bergolak di permukaan, namun selalu damai di kedalamannya.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Bicaralah dengan Laut
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.