Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Bis Kota (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi “Bis Kota” karya Slamet Sukirnanto bercerita tentang seorang penumpang yang berdiri di pintu bis kota, mengamati deru mesin, getaran aspal, ...
Bis Kota

Berdiri Aku di pintu
Deru mesin bergerak laju!

Menimang kewaspadaan
Bau keringat. Pagimu berangkat
Parfum murah
Kemeja basah

Bergetaran aspal jalan raya
Telah dipertaruhkan segalanya
Roda-roda berputar atas sumbunya
Poros kehidupan tambah nyata

Berdiri Aku di pintu
Deru mesin bergerak laju!

Jadwal dan ikhwal perjalanan panjang
Tanpa rambu jalan dan tanda-tanda
Jangan bertanya! Jangan lagi!
Bis ini akan berakhir di mana?

Jakarta, 21 Agustus 1984

Sumber: Horison (Juli, 1987)

Analisis Puisi:

Puisi “Bis Kota” memiliki tema tentang perjalanan hidup manusia yang diibaratkan seperti perjalanan sebuah bis di jalan raya. Slamet Sukirnanto menghadirkan suasana keseharian di dalam bis, tetapi di balik kesederhanaan gambaran itu terselip makna yang dalam: kehidupan manusia yang terus bergerak, melewati berbagai rintangan dan ketidakpastian arah.

Tema besar yang menonjol adalah eksistensi dan perjuangan dalam kehidupan urban, di mana manusia menjadi penumpang dari sistem kehidupan yang kadang tak menentu—namun harus terus dijalani.

Puisi ini bercerita tentang seorang penumpang yang berdiri di pintu bis kota, mengamati deru mesin, getaran aspal, aroma tubuh manusia di pagi hari, serta hiruk-pikuk perjalanan menuju tujuan yang belum tentu jelas.

Namun, di balik deskripsi sederhana itu, penyair sedang menggambarkan perjalanan hidup yang serba tergesa dan tidak pasti. Manusia, seperti penumpang dalam bis, berangkat setiap hari dengan harapan mencapai tujuan, walau tak tahu dengan pasti akan berakhir di mana.

Baris “Bis ini akan berakhir di mana?” menjadi penegasan bahwa perjalanan hidup itu penuh misteri—dan manusia hanya bisa mengikuti alurnya sambil berpegangan pada kewaspadaan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah refleksi atas dinamika kehidupan modern, terutama bagi masyarakat kota. Setiap individu berjuang di tengah kesibukan dan kebisingan, menghadapi rutinitas tanpa kepastian.
  • “Bis kota” bukan sekadar kendaraan umum, melainkan simbol kehidupan yang terus bergerak tanpa jeda.
Beberapa makna yang bisa ditafsirkan:
  • “Deru mesin bergerak laju” melambangkan ritme hidup yang cepat dan keras.
  • “Bau keringat” dan “Parfum murah” melukiskan kontras sosial dan perjuangan ekonomi.
  • “Poros kehidupan tambah nyata” menyiratkan kesadaran bahwa hidup ini tak bisa dihindari—ia terus berputar, seperti roda yang tetap berputar di jalanan.
Pertanyaan “Bis ini akan berakhir di mana?” mencerminkan keraguan eksistensial manusia: ke mana sebenarnya kehidupan ini membawa kita?

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa tegang, riuh, dan penuh ketidakpastian. Ada nada resah dan kontemplatif yang tersembunyi di balik gambaran fisik perjalanan bis.

Kata-kata seperti “deru mesin bergerak laju”, “bergetaran aspal jalan raya”, dan “tanpa rambu jalan dan tanda-tanda” menggambarkan dinamika kehidupan kota yang padat, keras, namun tak memiliki arah pasti.

Puisi ini tidak hanya menghadirkan suasana visual, tetapi juga suasana batin manusia modern yang merasa terguncang oleh ritme hidup yang tak memberi waktu untuk berhenti dan berpikir.

Amanat atau Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah ajakan untuk merenungi makna perjalanan hidup. Slamet Sukirnanto seolah ingin menyampaikan bahwa manusia, di tengah kesibukan dan kebisingan kota, sering lupa bertanya ke mana sebenarnya arah hidupnya.

Penyair mengingatkan pembaca agar:
  • Tidak larut sepenuhnya dalam rutinitas yang membutakan,
  • Tetap waspada terhadap arah hidupnya sendiri, dan
  • Menyadari bahwa kehidupan ini adalah perjalanan dengan tujuan yang seharusnya kita cari dan pahami.
Melalui kalimat “Jangan bertanya! Jangan lagi! Bis ini akan berakhir di mana?”, penyair mungkin menyinggung kepasrahan manusia terhadap nasib, atau sebaliknya, sindiran terhadap ketidakpedulian manusia yang tidak lagi mau mencari makna.

Imaji

Slamet Sukirnanto menampilkan imaji yang sangat kuat dan konkret, terutama dalam menggambarkan suasana di dalam bis dan perjalanan jalan raya.

Beberapa bentuk imaji dalam puisi ini antara lain:
  • Imaji pendengaran (auditori): “Deru mesin bergerak laju”, “bergetaran aspal jalan raya”. → Pembaca dapat “mendengar” suara bising khas jalanan kota.
  • Imaji penciuman (olfaktori): “Bau keringat. Pagimu berangkat. Parfum murah.” → Menimbulkan sensasi penciuman yang khas dan realistis dari kehidupan para penumpang bis.
  • Imaji penglihatan (visual): “Kemeja basah”, “roda-roda berputar atas sumbunya”. → Menghadirkan gambaran konkret tentang kondisi tubuh dan pergerakan bis.
  • Imaji gerak (kinestetik): “Berdiri Aku di pintu”, “deru mesin bergerak laju”, “roda-roda berputar”. → Menghidupkan dinamika perjalanan, menggambarkan tubuh dan kendaraan yang bergerak seirama.
Imaji yang padat ini membuat puisi terasa hidup, nyata, dan dekat dengan pengalaman sehari-hari masyarakat urban.

Majas

Puisi ini juga kaya dengan majas (gaya bahasa) yang memperkuat makna simbolisnya. Beberapa majas yang menonjol antara lain:
  • Majas personifikasi: “Roda-roda berputar atas sumbunya / Poros kehidupan tambah nyata” → Roda dan poros kehidupan dipersonifikasikan sebagai sesuatu yang memiliki kesadaran dan makna filosofis.
  • Majas metafora: “Bis kota” sebagai metafora dari perjalanan hidup manusia. Setiap perjalanan, penumpang, dan jalan raya melambangkan fase-fase kehidupan.
  • Majas repetisi: Pengulangan baris “Berdiri Aku di pintu / Deru mesin bergerak laju!” → Memberi efek ritmis dan mempertegas kegelisahan batin si aku lirik yang terus berada dalam perjalanan tak berujung.
  • Majas simbolik: “Tanpa rambu jalan dan tanda-tanda” menjadi simbol hilangnya arah atau pedoman hidup, mewakili kekacauan dalam kehidupan sosial maupun batin manusia modern.
Puisi “Bis Kota” karya Slamet Sukirnanto adalah potret eksistensial kehidupan manusia modern yang terselubung dalam citra sederhana perjalanan bis. Dengan menggunakan simbol-simbol keseharian, penyair berhasil menyingkap makna filosofis tentang arah hidup, ketidakpastian, dan kesadaran manusia terhadap nasibnya sendiri. Kekuatan puisi ini terletak pada imaji realistis yang berpadu dengan renungan batin, serta gaya repetisi dan simbolik yang membuat suasananya padat, bising, namun juga reflektif.

Puisi ini mengingatkan pembacanya bahwa hidup adalah perjalanan panjang tanpa rambu pasti — dan setiap orang, seperti penumpang bis kota, harus tetap waspada, berpegangan, dan tidak kehilangan makna dalam laju kehidupan yang tak henti.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Bis Kota
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.