Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Cahaya, Masuklah ke Dalam Sajakku (Karya D. Kemalawati)

Puisi "Cahaya, Masuklah ke Dalam Sajakku" karya D. Kemalawati bercerita tentang usaha penyair untuk menolak kegelapan yang berusaha menguasai ...
Cahaya, Masuklah ke Dalam Sajakku

Aku tak ingin kegelapan merendah matahari
biar sajaknya menjelma cahaya
melebihi terangnya selaksa tata surya
Aku tak ingin riaknya mengalahkan gelombang pagi
biarkan pasangnya meninggi arus
di luas samudra biduknya menjauh

Riap-riap mengapungkan lembar daun
hanya di tepian
di pandang mata kita yang terpinggir

Aku tak ingin menuangkan kegelapan
hanya karena sepenggal lilin
yang mengejap dihembus angin padu

Pelan dan pasti mata ini akan terpejam
dalam sajak terang melebihi matahari siang.

2 Juli 2010

Analisis Puisi:

Puisi "Cahaya, Masuklah ke Dalam Sajakku" karya D. Kemalawati ini menghadirkan refleksi batin yang dalam melalui simbol cahaya dan kegelapan. Dengan bahasa yang puitis dan penuh makna, puisi ini seakan menjadi ajakan agar manusia tidak larut dalam kegelapan, melainkan mencari cahaya yang mampu menuntun hidup menuju kejelasan dan harapan. Kehadiran cahaya dalam puisi ini menjadi lambang kekuatan, kebijaksanaan, dan pencerahan, sementara kegelapan melambangkan kebimbangan, keputusasaan, atau keterpurukan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pencarian cahaya sebagai simbol kebenaran, harapan, dan kekuatan batin yang mampu mengalahkan kegelapan. Penyair ingin menunjukkan bahwa cahaya bukan sekadar sinar fisik, melainkan pancaran spiritual dan pencerahan hidup yang lebih kuat daripada sekadar sinar matahari.

Puisi ini bercerita tentang usaha penyair untuk menolak kegelapan yang berusaha menguasai hidupnya dan memilih menghadirkan cahaya ke dalam sajak. Cahaya diibaratkan sebagai kekuatan pencerahan yang tak terkalahkan, bahkan lebih terang daripada “selaksa tata surya”. Sementara itu, kegelapan dipandang sebagai sesuatu yang rapuh, seperti “sepenggal lilin yang mengejap dihembus angin padu”.

Puisi ini memperlihatkan kontras antara gelap dan terang, antara putus asa dan harapan, serta antara keterbatasan manusia dan keabadian cahaya.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah dorongan agar manusia senantiasa memilih cahaya—yakni nilai kebaikan, kejujuran, dan harapan—meski dunia sering kali dipenuhi kegelapan. Cahaya di sini bukan hanya sinar matahari, tetapi juga lambang spiritualitas, pengetahuan, dan cinta yang tak akan padam meskipun kegelapan mencoba menguasai.

Selain itu, terdapat pesan tentang keteguhan hati dalam menghadapi tantangan hidup, bahwa meski mata akan terpejam (simbol akhir kehidupan), cahaya tetap bisa menjadi penuntun menuju ketenangan abadi.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa kontemplatif, serius, dan penuh semangat spiritual. Ada nuansa melankolis saat penyair berbicara tentang kegelapan dan lilin kecil yang rapuh, tetapi kemudian berubah menjadi optimistis dan penuh harapan ketika cahaya disebut “melebihi terangnya selaksa tata surya”.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah manusia harus selalu mencari dan menghadirkan cahaya dalam hidupnya, bukan larut dalam kegelapan. Cahaya menjadi simbol kekuatan batin yang abadi, sementara kegelapan hanyalah sesaat dan rapuh. Pesan ini juga menekankan pentingnya semangat, kebijaksanaan, dan harapan agar hidup manusia tetap bermakna hingga akhir.

Imaji

Beberapa imaji yang kuat muncul dalam puisi ini:
  • Imaji visual: “melebihi terangnya selaksa tata surya”, “riap-riap mengapungkan lembar daun”. Gambarannya jelas, membuat pembaca bisa membayangkan cahaya yang melimpah atau daun yang terombang di tepian.
  • Imaji auditif: “sepenggal lilin yang mengejap dihembus angin padu” memunculkan kesan suara lirih dan rapuh, seakan pembaca bisa merasakan bunyi hembusan yang memadamkan nyala kecil.
Imaji-imaji ini memperkaya puisi sehingga terasa hidup dan berlapis makna.

Majas

Puisi ini juga menggunakan berbagai majas, di antaranya:
  • Metafora – Cahaya digunakan sebagai metafora kebenaran, harapan, dan kekuatan batin; sedangkan kegelapan sebagai simbol keputusasaan atau keburukan.
  • Hiperbola – “melebihi terangnya selaksa tata surya” adalah pernyataan berlebihan yang menekankan betapa kuatnya cahaya yang dimaksud.
  • Personifikasi – “riap-riap mengapungkan lembar daun” memberi sifat hidup pada riak air, seolah ia punya kuasa untuk mengangkat daun.
Majas-majas tersebut memperkuat pesan puitis sekaligus membuat bahasa puisi terasa lebih indah dan sugestif.

Puisi "Cahaya, Masuklah ke Dalam Sajakku" karya D. Kemalawati merupakan karya yang kaya simbol dan penuh makna. Dengan tema tentang cahaya sebagai pencerahan dan penolak kegelapan, puisi ini menghadirkan suasana reflektif yang mengajak pembaca merenungkan hidup. Imaji yang kuat dan penggunaan majas yang indah mempertegas pesan bahwa manusia sebaiknya terus mencari cahaya—harapan, kebaikan, dan spiritualitas—meski hidup penuh dengan kegelapan.

D. Kemalawati
Puisi: Cahaya, Masuklah ke Dalam Sajakku
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.