Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Catatan Cuaca (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi “Catatan Cuaca” karya Slamet Sukirnanto bercerita tentang seseorang yang merenungkan datangnya hujan pertama setelah kemarau panjang. Namun, ...
Catatan Cuaca

Ketika rintik
Hujan pertama
Di tingkap rumah.

Aku yakin
Kemarauku:
Masih panjang usia
Membentang luas
Ketika diriku
Tangguh. Menguak dahaga!

Titik air - juga
Bahagia yang enggan
Tiba! Segera lenyap
Larut tandas
Tanah tandus
Bumi kering membara!

Bila benar ini
Pergantian musim
Putaran nasib
Menukar cuaca hidup.

Aku memang was-was
Ke mana berteduh
Dari sengatan matahari
Percik panas
Pada kulit; jasad -
Luka pernah membekas!

1978

Sumber: Luka Bunga (1991)

Analisis Puisi:

Puisi “Catatan Cuaca” karya Slamet Sukirnanto menghadirkan renungan puitis tentang perubahan, ketahanan, dan nasib manusia dalam menghadapi kehidupan. Melalui simbol-simbol alam seperti hujan, kemarau, dan panas matahari, penyair menyampaikan refleksi mendalam tentang pergulatan batin manusia di tengah perubahan nasib dan waktu.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perubahan hidup dan keteguhan manusia dalam menghadapi nasib. Cuaca dijadikan metafora bagi kehidupan — kadang kering dan tandus, kadang basah oleh harapan.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang merenungkan datangnya hujan pertama setelah kemarau panjang. Namun, hujan yang seharusnya membawa kebahagiaan justru cepat lenyap, meninggalkan rasa was-was dan kesadaran bahwa masa sulit belum sepenuhnya berakhir. Penyair memadukan pergantian musim dengan perubahan nasib, menggambarkan bahwa kehidupan manusia pun mengalami siklus antara harapan dan kesengsaraan.

Makna tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah ketidakpastian hidup dan pentingnya ketabahan dalam menghadapi perubahan. Hujan yang hanya sesaat mencerminkan harapan yang sering datang lalu menghilang. “Kemarau” menjadi lambang penderitaan yang panjang, sementara “hujan pertama” adalah simbol kebahagiaan yang belum utuh. Penyair seolah ingin berkata: hidup tidak selalu berjalan sesuai harapan, namun manusia harus tetap tangguh “menguak dahaga” meski tanah batin masih kering.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini melankolis dan reflektif. Ada perasaan sepi, cemas, dan rindu akan kesejukan yang belum benar-benar datang. Muncul juga nuansa pasrah namun kuat, ketika aku lirik menerima keadaan sembari tetap bertahan di tengah panas dan luka masa lalu.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji alam yang kuat:
  • “Rintik hujan pertama di tingkap rumah” menghadirkan bayangan visual dan suara lembut yang menyejukkan.
  • “Tanah tandus, bumi kering membara” menggambarkan keadaan batin yang gersang dan penuh penderitaan.
  • “Percik panas pada kulit; jasad – luka pernah membekas” menghadirkan imaji perih dan fisik, menegaskan penderitaan yang nyata.
Imaji-imaji ini memperkuat hubungan antara kondisi alam dan keadaan batin manusia.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Metafora: “Kemarauku” melambangkan masa penderitaan atau kesepian dalam hidup.
  • Personifikasi: “Bahagia yang enggan tiba” memberi sifat manusia pada kebahagiaan, seolah ia bisa memilih untuk datang atau tidak.
  • Hiperbola: “Bumi kering membara” memperkuat kesan penderitaan yang amat dalam.
  • Simbolisme: perubahan musim menggambarkan perubahan nasib dan perasaan manusia.

Amanat / pesan yang disampaikan

Pesan yang tersirat dalam puisi ini adalah manusia harus tetap tegar menghadapi segala perubahan hidup. Tidak semua harapan datang dengan mudah, dan kadang kebahagiaan hanyalah singgah sebentar. Namun, justru di situlah pentingnya kesabaran, keyakinan, dan kekuatan batin untuk terus bertahan.

Puisi “Catatan Cuaca” merupakan puisi reflektif yang menggunakan simbol alam untuk menggambarkan perjalanan batin manusia. Slamet Sukirnanto dengan lembut mengajarkan bahwa hidup, seperti cuaca, selalu berubah — dan di tengah pergantian musim nasib, manusia harus belajar berdiri teguh tanpa kehilangan harapan.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Catatan Cuaca
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.